Selasa, 24 Juni 2014

Cinta Seorang Pengembala








Pada zaman dahulu, hidup seorang gembala yang bersemangat bebas. la tidak punya uang dan tidak punya keinginan untuk memilikinya. Yang ia miliki hanyalah hati yang lembut dan penuh keikhlasan; hati yang berdetak dengan kecintaan kepada Tuhan.

Sepanjang hari, ia menggembalakan ternaknya melewati lembah dan ladang melagukan jeritan hatinya kepada Tuhan yang dicintainya, "Duhai Pangeran tercinta, di manakah Engkau, supaya aku dapat persembahkan seluruh hidupku kepada-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menghambakan diriku pada-Mu? Wahai Tuhan, untuk-Mu aku hidup dan bernapas. Karena berkat-Mu aku hidup. Aku ingin mengorbankan domba-Ku ke hadapan kemuliaan-Mu."

Suatu hari, Nabi Musa melewati padang gembalaan tersebut. la memperhatikan sang Gembala yang sedang duduk di tengah ternaknya dengan kepala yang mendongak ke langit. Sang gembala menyapa Tuhan, "Ah, di manakah Engkau, supaya aku dapat menjahit baju-Mu, memperbaiki kasur-Mu, dan mempersiapkan ranjang-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menyisir rambut-Mu dan mencium kaki-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat mengilapkan sepatu-Mu dan membawakan air susu untuk minuman-Mu?"

Musa mendekati gembala itu dan bertanya, "Dengan siapa kamu berbicara?"

Gembala menjawab, "Dengan Dia yang telah menciptakan kita. Dengan Dia yang menjadi Tuhan yang menguasai siang dan malam, Bumi dan langit."

Nabi Musa murka mendengar jawaban gembala itu, "Betapa beraninya kamu bicara kepada Tuhan seperti itu! Apa yang kamu ucapkan adalah kekafiran. Kamu harus menyumbat mulutmu dengan kapas supaya kamu dapat mengendalikan lidahmu. Atau paling tidak, orang yang mendengarmu tidak menjadi marah dan tersinggung dengan kata-katamu yang telah meracuni seluruh angkasa ini. Kau harus berhenti bicara seperti itu sekarang juga karena nanti Tuhan akan menghukum seluruh penduduk bumi ini akibat dosa-dosamu!"

Sang Gembala segera bangkit setelah mengetahui bahwa yang mengajaknya bicara adalah seorang nabi. Ia bergetar ketakutan.

Dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya, ia mendengarkan Nabi Musa yang terus berkata, "Apakah Tuhan adalah seorang manusia biasa sehingga Ia harus memakai sepatu dan alas kaki? Apakah Tuhan seorang anak kecil yang memerlukan susu supaya Ia tumbuh besar? Tentu saja tidak. Tuhan Maha sempurna di dalam diri-Nya. Tuhan tidak memerlukan siapa pun. Dengan berbicara kepada Tuhan seperti yang telah engkau lakukan, engkau bukan saja telah merendahkan dirimu, tetapi kau juga merendahkan seluruh ciptaan Tuhan. Kau tidak lain dari seorang penghujat agama. Ayo, pergi dan minta maaf, kalau kau masih memiliki otak yang sehat!"

Gembala yang sederhana itu tidak mengerti bahwa apa yang dia sampaikan kepada Tuhan adalah kata-kata yang kasar. Dia juga takmengerti mengapa nabi yang mulia telah memanggilnya sebagai seorang musuh, tetapi ia tahu betul bahwa seorang nabi pastilah lebih mengetahui daripada siapa pun. Ia hampir tak dapat menahan tangisannya.

Ia berkata kepada Musa, "Kau telah menyalakan api di dalam jiwaku. Sejak ini, aku berjanji akan menutup mulutku untuk selamanya." Dengan keluhan yang panjang, ia berangkat meninggalkan ternaknya menuju padang pasir.

Dengan perasaan bahagia karena telah meluruskan jiwa yang tersesat, Musa melanjutkan perjalanannya menuju kota. Tiba-tiba, Allah Yang Mahakuasa menegurnya, "Mengapa engkau berdiri di antara Kami dengan kekasih Kami yang setia? Mengapa engkau pisahkan pecinta dari yang dicintai-nya? Kami telah mengutus engkau supaya engkau dapat menggabungkan kekasih dengan kekasihnya, bukan memisahkan ikatan di antaranya."

Musa mendengarkan kata-kata langit itu dengan penuh kerendahan dan rasa takut.

Tuhan berfirman, "Kami tidak menciptakan dunia supaya Kami memperoleh keuntungan darinya. Seluruh makhluk diciptakan untuk kepentingan makhluk itu sendiri. Kami tidak memerlukan pujian atau sanjungan. Kami tidak memerlukan ibadah atau pengabdian. Orang-orang yang beribadah itulah yang mengambil keuntungan dari ibadah yang mereka lakukan. Ingatlah, bahwa di dalam cinta, kata-kata hanyalah bungkus luar yang tidak memiliki makna apa-apa. Kami tidak memperhatikan keindahan kata-kata atau komposisi kalimat. Yang Kami perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari orang itu. Dengan cara itulah Kami mengetahui ketulusan makhluk Kami walaupun kata-kata mereka bukan kata-kata yang indah. Buat mereka yang dibakar dengan api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna."

Suara dari langit selanjutnya berkata, "Mereka yang ter-ikat dengan basa-basi bukanlah mereka yang terikat dengan cinta dan umatyang beragama bukanlah umatyang mengikuti cinta karena cinta tidak mempunyai agama selain kekasihnya sendiri." Tuhan kemudian mengajarinya rahasia cinta.

Setelah memperoleh pelajaran itu, Nabi Musa mengerti kesalahannya. Sang Nabi pun merasa menderita penyesalan yang luar biasa. Dengan segera, ia berlari mencari gembala itu untuk meminta maaf. Berhari-hari, ia berkelana di padang rumput dan gurun pasir, menanyakan orang-orang apakah mereka mengetahui pengggembala yang dicarinya.

Setiap orang yang ditanyainya menunjuk arah yang berbeda. Hampir, ia kehilangan harapan, tetapi akhirnya Allah Swt. mempertemukannya dengan gembala itu. Ia tengah duduk di dekat mata air. Pakaiannya compang-camping, rambutnya kusut masai. Ia berada di tengah tafakur yang dalam sehingga ia tidak memperhatikan Musa yang telah menunggunya cukup lama.

Akhirnya, gembala itu mengangkat kepalanya dan melihat Nabi Musa.

Musa berkata, "Aku punya pesan penting untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata-kata yang indah bila kita ingin berbicara kepada-Nya. Kamu bebas berbicara kepada-Nya dengan cara apa pun yang kamu sukai, dengan kata-kata apa pun yang kamu pilih. Apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah ungkapan dari keimanan dan kecintaan yang menyelamatkan dunia."

Sang Gembala hanya menjawab sederhana, "Aku sudah melewati tahap kata-kata dan kalimat. Hatiku sekarang dipenuhi dengan kehadiran-Nya. Aku takdapat menjelaskan keadaanku padamu dan kata-kata pun tak dapat melukiskan pengalaman ruhani yang ada dalam hatiku." Kemudian, ia bangkit dan meninggalkan Nabi Musa.

Utusan Allah ini menatap sang Gembala sampai ia tak terlihat lagi. Setelah itu, ia kembali berjalan ke kota terdekat, merenungkan pelajaran berharga yang didapatnya dari seorang gembala sederhana yang tidak berpendidikan.

Kisah Singa Dan Orang Shalat









Pada suatu hari, sebuah kafilah atau sekumpulan orang sedang safar(berpergian) ataupun mengembara. Hingga malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat di lembah yang di kelilingi hutan belantara.

Ketika mereka hendak tidur datanglah Raja hutan menghampiri kafilah itu yakni, seekor singa buas penguasa hutan belantara. Dengan tergesa-gesa dan ketakutan setengah mati, mereka memanjat pohon di dekatnya. Mereka barhasil memanjat pohon dan selamat. Namun, ada salah satu orang yang shalat qiyamul lail. Bagaimana dengan dia? Disaat ia shalat, singa itu mendekat ia tetap melanjutkan shalatnya, berdiri diam dengan bacaan yang panjang. Singa itu mengitarinya ia tetap diam hingga singa itu meninggalkan dirinya tanpa luka, tanpa bising aungannya pula.

Setelah orang itu menyelesaikan shalatnya. Para kafilah yang menyelamatkan diri dengan naik ke atas pohon tadi turun dan mengerumuni orang yang shalat. Dengan lancangnya mereka berkata, "kamu, gila.." kira-kira begitu katanya. Katanya lagi, "Singa menghampirimu, tapi kau malah tidak bergerak.". Dengan santun dan kerendahan hati orang itu menjawab, "Demi Allah, aku malu bahwa aku berdiri di hadapan Allah swt., sedangkan aku takut dengan hal lainnya." "Aku malu berdiri di hadapan Allah, tapi aku malah takut dengan salah satu ciptaan-Nya."

Operasi Saat Shalat








Suatu ketika, sebuah peperangan berhasil dimenangkan oleh kaum muslimin. Tetapi, kemenangan tersebut mengorbankan nyawa (syahid) yang tidak sedikit dan sebagian lagi terluka parah, termasuk Ali bin Abi Thalib Ra. Ia terluka pada betisnya, tertancap sebuah anak panah. Seorang sahabat dengan dibantu yang lainnya berusaha menarik anak panah itu, namun setelah berulang kali dicoba, usaha mereka tetap gagal.
Ali terlihat menahan sakit yang luar biasa. Bahkan, ia sempat jatuh pingsan. Tampaknya ujung anak panah tersebut menancap cukup dalam. Melihat hal itu, semuanya kebingungan, dan tidak tahu yang harus dilakukan agar anak panah itu bisa dicabut. Jika dibiarkan, hal itu akan menimbulkan penyakit yang berbahaya dan bisa berakibat kematian. Lalu, apakah harus memotong kaki Ali supaya selamat?
Pada kondisi kritis inilah, Ali mengambil inisiatif dengan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat. Ketika sedang shalat itulah, para sahabat diminta untuk mencabut anak panah yang menancap di betisnya. Awalnya, sebagian sahabat kurang menyetujuinya. Menurut mereka, hal itu tidak mungkin bisa berhasil, dalam keadaan normal saja, anak panah itu tidak dapat dicabut. Tapi, Ali tetap pada pendiriannya, karena menurutnya shalat adalah kunci utama terkabulnya segala permohonan, termasuk mendapat kemudahan mencabut anak panah pada betisnya.
Sesudah mengerjakan shalat, Ali bertanya kepada para sahabat, “Mengapa sewaktu shalat tadi anak panahnya tidak dicabut?”
Para sahabat tidak mengucapkan apa-apa, Salah seorang sahabat hanya menunjukan anak panah yang masih berlumuran darah. Ali pun melihat betisnya, anak panah itu sudah tidal ada. Lukanya pun telah dibalut. Berarti, sewaktu Ali shalat, para sahabat telah mencabut anak panah di betisnya, dan ia tidak merasakan sakit sedikit pun. Subhanallah!

Minggu, 22 Juni 2014

Kisah Setengah Buah Apel








Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya. Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya.
 
Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya". Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam". Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"
 
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata," Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan ?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"
 
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"
 
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"
 
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul �alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta�ala".
 
Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,"Assalamu�alaikum..." Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.
 
"Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk di samping istrinya , dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta . Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".
 
Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?"
Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?"
 
Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta�ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta�ala".
 
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah , dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap". Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia

Kisah Taubatnya Penggali Kubur









Alkisah, pada suatu hari Umar r.a. mendapatkan Rasulullah sambil menangis, maka lalu bertanya Rasulullah S.A.W. “ Wahai Umar, apakah yang membuat engkau sehingga menangis?” Jawab Umar, “ Ya Rasulullah,  ada seorang di muka pintu ini yang telah membakar hatiku.” Kata Rasulullah, “ Ya Umar, bawalah dia masuk. “ Lalu Umar membawa pemuda itu masuk sambil menangis.

Tanya Rasulullah, “ Apakah yang telah engkau lakukan sehingga engkau menangis?” Jawab pemuda itu, “ Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa yang besar! Aku sangat takut kepada Allah S.W.T. yang sangat murka kepadaku.”  Tanya Rasulullah lagi, “ Adakah kamu membunuh jiwa yang kamu tiada hak untuk membunuhnya?” Jawab pemuda itu, “ Tidak, ya Rasulullah.”

Sabda Rasulullah,” Maka Allah S.W.T. akan mengampunkan dosa kamu walaupun sebesar tujuh petala langit dan bumi dan bukit-bukit. Kata pemuda itu, “ Wahai Rasul Allah, aku telah melakukan dosa yang lebih besar dari langit, bumi dan bukit-bukitnya.”


Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu itu lebih besar dari Al-Kursi?” Jawab pemuda itu, “ Dosaku lebih besar.”

Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu lebih besar dari Arsy?  Jawab pemuda itu, “ Dosaku lebih besar.” Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu lebih besar dari dimaafkan oleh Allah?” Maka jawab pemuda itu, Maafnya lebih besar.”  Lalu Rasulullah S.A.W. bersabda, “ Sesungguhnya tidak ada siapa yang dapat mengampunkan dosa besar kecuali Allah yang Maha Besar, yang besar keampunannya.”

Maka Rasulullah berkata, “ Katakanlah wahai pemuda, dosa apakah yang telah engkau lakukan?”  Jawab pemuda itu, “ Aku malu hendak memberitahumu, ya Rasulullah.”

Rasulullah bertanya dengan kuat, “ Beritahu aku apakah dosamu itu?” Jawab pemuda itu, “ Begini ya Rasulullah, kerjaku adalah sebagai pengali kubur. Aku telah melakukan kerja mengali kubur selama tujuh tahun. Pada suatu hari, aku menggali kubur seorang gadis dari Kaum Ansar. Setelah aku menanggalkan kain kafannya, maka aku tinggalkan dia.”

“ Tidak jauh aku meninggalkannya, maka naiklah nafsuku. Oleh kerana tidak dapat menahan nafsu, aku kembali kepada mayat tersebut lalu akupun menyetubuhinya. Setelah aku memuaskan nafsu, maka aku tinggalkan dia. Belum jauh aku beredar dari situ, tiba-tiba gadis itu bangun dan berkata, “ Celaka betul kamu, wahai pemuda! Tidakkah kamu berasa malu pada Tuhan yang akan membalas pada hari pembalasan kelak! Bila tiba masanya setiap orang yang zalim akan dituntut oleh yang teraniaya ! Kau biarkan aku telanjang dan kau hadapkan aku kepada Allah S.W.T. dalam keadaan junub!”

Apabila Rasulullah selesai mendengar ketetangan dari pemuda tersebut, maka dengan segera Rasulullah bangun sambil berkata, “ Hai orang yang fasik!, memanglah layak kamu masuk neraka dan keluarlah kamu dari sini.” Maka keluarlah pemuda itu.


Selama 40 Hari pemuda itu memohon ampun kepada Allah dan pada malam yang ke 44, dia memandang ke langit sambil berdoa, “ Ya Allah, Tuhan kepada Rasulullah, Nabi Adam dan ibu Hawa, jika Engkau telah mengampunkan aku maka beritahulah Rasulullah S.A.W. dan para sahabatnya.

Jika tidak, maka kirimkan kepadaku api dari langit dan bakarlah aku di dunia ini dan selamatkan aku dari siksa akhirat.”

Tidak berapa lama selepas peristiwa itu, turunlah Malaikat Jibrail mendapatkan Rasulullah. Selepas memberi salam Jibrail berkata, “ Wahai Muhammad, Tuhanmu memberi salam kepadamu. “ Jawab Rasulullah S.A.W. , “ Ialah Assalam dan daripadanya salam dan kepadanya segala keselamatan.”

Kata Jibril, “ Allah S.W.T. bertanya, apakah kamu yang menjadikan makhluk?” Jawab Rasulullah S.A.W., “ Allahlah yang menjadikan segala makhluk.”

Tanya Jibril lagi, “ Adakah kamu yang memberi rezeki kepada makhluk?” Jawab Rasulullah S.A.W., “ Allahlah yang memberi rezeki kepada aku dan makhluk-makhluk yang lain.”

Kata Jibril lagi, Apakah kamu memberi taubat kepada mereka?” Jawab Rasulullah S.A.W. , “ Dia Allah yang menerima taubat dariku dan mereka.”

Maka Jibril berkata lagi, “ Allah berfirman, maafkanlah hambaku itu kerana Allah telah memaafkannya.”

Maka segera baginda memanggil pemuda itu dan menerangkan kepadanya bahawa Allah telah menerima taubatnya dan memaafkannya.

Kisah Doa Anak Kepada Ayahnya









Pada suatu hari Abi Qalabah r.a. melihat dalam mimpinya seolah-olah ada kubur pecah dan keluar mayat-mayat dari dalam kubur itu. Kesemua mereka duduk di tepi kubur dan setiap mereka terdapat nur di wajah masing-masing.

Di antara mereka, dia terlihat seorang lelaki dari tetangganya yang tidak mempunyai nur di wajahnya, lalu dia berkata kapadanya, “ Aku tidak melihat nur di mukamu.

Maka berkata mayat, “ Sesungguhnya bagi mereka anak-anak dan teman-teman mereka memberi petunjuk dan sedekah. Dan nur ini adalah dari apa yang dia telah beri petunjuk kepadanya dan aku tidak mempunyai anak yang soleh. Dia tidak mendoakan untukku dan tidak bersedekah untukku. Oleh sebab itu, dalam hal ini  tidak ada nur bagiku dan aku rasa malu terhadap tetangga-tetanggaku.”

Apabila Abi Qalabah sedar dari mimpinya, maka diapun memanggil anak orang itu dan menceritakan hal yang dilihatnya.

Maka berkata anak orang yang mati itu, “ Aku bertaubat di hadapanmu dan aku tidak akan mengulangi apa yang ada pada diriku untuk selama-lamanya.” Maka sejak hari itu anaknya sentiasa berbuat taat, berdoa dan bersedekah untuk ayahnya.

Setelah sekian lama masa berlalu, suatu ketika Abi Qalabah melihat kejadian yang lain dalam mimpinya. Dia melihat nur di muka orang itu lebih terang dari nur temannya.

Dia berkata, “ Wahai Abi Qalabah, semoga Allah membalas kamu dengan kebaikan. Engkau telah amankan aku dari malu terhadap tetanggaku.”

Kisah Unta Yang Menjadi Hakim








Pada zaman Rasulullah s.a.w., ada seorang Yahudi yang menuduh orang Muslim mencuri untanya. Maka dia datangkan empat orang saksi palsu dari golongan munafik. Rasulullah s.a.w. lalu memutuskan hukum unta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan Muslim itu sehingga orang Muslim itu kebingungan. Maka ia pun mengangkatkan kepalanya menengadah ke langit seraya berkata, "Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak mencuri unta itu."
Selanjutnya orang Muslim itu berkata kepada Rasulullah s.a.w., "Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan dari unta ini."

Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya kepada unta itu, "Hai unta, milik siapakah engkau ini ?" Unta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang, "Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu adalah dusta." Akhirnya Rasulullah s.a.w. berkata kepada orang Muslim itu, "Hai orang Muslim, beritahukan kepadaku, apakah yang engkau perbuat, sehingga Allah Taala menjadikan unta ini dapat bercakap perkara yang benar." Jawab orang Muslim itu, "Wahai Rasulullah, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dahulu aku membaca selawat ke atas engkau sepuluh kali."

Rasulullah s.a.w bersabda, "Engkau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari seksaan di akhirat nantinya dengan sebab berkatnya engkau membaca selawat untukku." 
Memang membaca selawat itu sangat digalakkan oleh agama sebab pahala-pahalanya sangat tinggi di sisi Allah s.w.t. Lagi pula boleh melindungi diri dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dalam kisah tadi, orang Muslim yang dituduh mencuri itu mendapat perlindungan daripada Allah s.w.t. melalui seekor unta yang menghakimkannya.


Kisah Dipotong Tangan Karena Sedekah




Dikisahkan bahawa semasa berlakunya kekurangan makanan dalam kalangan Bani Israel, maka lalulah seorang fakir menghampiri rumah seorang kaya dengan berkata, "Sedekahlah kamu kepadaku dengan sepotong roti dengan ikhlas kerana Allah s.w.t." Setelah fakir miskin itu berkata demikian maka keluarlah anak gadis orang kaya, lalu memberikan roti yang masih panas kepadanya. Sebaik sahaja gadis itu memberikan roti tersebut maka keluarlah bapa gadis tersebut yang bakhil itu terus memotong tangan kanan anak gadisnya sehingga putus. Semenjak dari peristiwa itu maka Allah s.w.t pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya sehingga dia menjadi seorang yang fakir miskin dan akhirnya dia meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina.

Anak gadis itu menjadi pengemis dan meminta-minta dari satu rumah ke rumah. Maka pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, maka keluarlah seorang ibu dari rumah tersebut. Ibu tersebut sangat kagum dengan kecantikannya dan mempelawa anak gadis itu masuk ke rumahnya. Ibu itu sangat tertarik dengan gadis tersebut dan dia berhajat untuk mengahwinkan anaknya dengan gadis tersebut. Maka setelah perkahwinan itu selesai, maka si ibu itu pun memberikan pakaian dan perhiasan bagi menggantikan pakaiannya.

Pada suatu malam apabila sudah dihidang makanan malam, maka si suami hendak makan bersamanya. Oleh kerana anak gadis itu kudung tangannya dan suaminya juga tidak tahu bahawa dia itu kudung, manakala ibunya juga telah merahsiakan tentang tangan gadis tersebut. Maka apabila suaminya menyuruh dia makan, lalu dia makan dengan tangan kiri. Apabila suaminya melihat keadaan isterinya itu dia pun berkata, "Aku mendapat tahu bahawa orang fakir tidak tahu dalam tatacara harian, oleh itu makanlah dengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri." 

Setelah si suami berkata demikian, maka isterinya itu tetap makan dengan tangan kiri, walaupun suaminya berulang kali memberitahunya. Dengan tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, "Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas kerana Ku, maka tidak ada halangan bagi-Ku memberikan kembali akan tangan kananmu itu." 

Setelah gadis itu mendengar suara tersebut, maka dia pun mengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan asalnya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan menggunakan tangan kanan. Hendaklah kita sentiasa menghormati tetamu kita, walaupun dia fakir miskin apabila dia telah datang ke rumah kita maka sesungguhnya dia adalah tetamu kita. Rasulullah s.a.w telah bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menghormati tetamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah s.w.t. Dan barangsiapa telah menjadi kemarahan tetamu, dia telah menjadi kemarahanku. Dan barangsiapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah s.w.t."

Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud, "Sesungguhnya tetamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin itu, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat."

Kisah Remaja Yang Meminta Surga







Tha'labah ialah salah seorang daripada para sahabat Nabi SAW. Seorang pemuda yang punya misi dan visi yang sangat agung, terang lagi jelas. Tiada suatu pun yang mampu membuatkan matlamat hidupnya goyah sehinggalah beliau menghembuskan nafas yang terakhir. 

Tha’labah merupakan pemuda yang begitu hebat di zaman Rasulullah SAW. Nama sebenarnya ialah Tha'labah bin Abdul Rahman, seorang remaja berusia 17 tahun. 

Setelah memeluk Islam, beliau selalu mengikuti Rasulullah SAW mengajar. Jika Rasulullah berhajatkan sesuatu, Rasulullah SAW akan khabarkan kepada Tha'labah dan Tha’labah akan menunaikannya. 

Suatu hari Rasulullah menyuruh Tha'labah mencari sesuatu. Ketika dalam pencarian barang yang Rasulullah hajati itu, Tha'labah telah melalui beberapa deretan buah rumah. 

Entah bagaimana salah sebuah rumah yang dilaluinya itu pintu belakang rumahnya tiba-tiba terbuka. Angin yang bertiup membuatkan pintu bilik air rumah tersebut juga turut sama terkuak lebar. Ketika itu Tha'labah dengan tidak sengaja terpandangkan ke arah bilik air tersebut lalu terlihatlah akan dia seorang perempuan sedang mandi. 
"A'uzubillah (Aku berlindung kepada Allah)! Ya Allah aku takut nanti malaikat Jibril memberitahu kepada Rasulullah SAW! Ya Allah, aku takut turunnya ayat quran yang menyenaraikan aku dalam golongan orang yang berbuat dosa! Ya Allah ..." 
Rintihan Tha'labah 
Dia merintih sehingga dia lupa akan barang yang dipesan oleh Rasulullah SAW. Dia melarikan diri dan terjumpa satu bukit di pinggir Madinah yang di puncaknya ada sebuah gua. Tha'labah masuk ke dalam gua tersebut dan asyik menangis.
Tha'labah menangis dan menangis, beliau kesal yang amat sangat dengan dosanya itu. Walhal segala apa yang berlaku itu bukanlah disengajakannya. 
Pada masa yang sama, Rasulullah SAW menantikan kepulangan Tha'labah. Sudah beberapa hari berlalu, namun Tha'labah tidak kunjung tiba. Lalu Rasulullah SAW mengarahkan Syaidina Umar r.a untuk mencari Tha'labah. 
Akhirnya Syaidina Umar al-Khatab berjumpa Tha'labah di tempat persembunyian di puncak bukit itu. 
Umar berkata "Tha'labah, Rasulullah mahu berjumpa kamu." 
"Kenapa? Sudah turunkah ayat al-Quran tentang dosaku? Sudah beritahukah Jibril kepada Rasulullah? Aku tidak mahu masuk neraka, aku tidak mahu masuk neraka," kata Tha'labah dalam ketakutan yang amat sangat. 
Oleh kerana Tha'labah sudah teramat lemah, lalu Syaidina Umar r.a memimpinnya pulang ke rumah. Apabila Rasulullah SAW menziarahi Tha'labah, Tha'labah sedang terlentang lalu Rasulullah SAW meriba kepala Tha'labah. 
Tetapi Tha'labah mengetepikan kepalanya. Rasulullah bertanya, "kenapa wahai Tha'labah?" 
"Wahai Rasulullah, kepala yang penuh dosa ini tidak layak untuk berada di ribamu," kata Tha'labah. 
"Apa yang kamu mahu Tha'labah?" 
"Ya Rasulullah, aku mahukan keampunan Allah" 
Cita-citanya hanya Syurga 
"Apa cita-cita kamu wahai Ta'labah?" 
"Cita-cita aku hanya syurga Allah. Tolonglah doakan moga Allah mengampunkan dosa-dosaku." 
Lalu Rasulullah SAW berkata, "wahai Tha'labah aku menjamin kepadamu apa yang kamu mahu dan cita-citamu. Inilah bukti taubatmu." 
Tidak lama selepas itu, Tha'labah menghembuskan nafasnya yang terakhir di riba Rasulullah SAW. 
Ketika mayat Tha'labah siap dikafan dan tiba masa untuk dikebumikan, Rasulullah SAW pun datang tetapi agak lewat. Para sahabat membuka jalan kepada Rasulullah untuk rapat ke kubur Tha'labah. Sungguh pun begitu, Rasulullah berjalan merapati kubur Tha'labah dalam keadaan perlahan dan seperti tersekat-sekat. 
Sahabat-sahabat bertanya, "wahai Rasulullah, kami telah membuka jalan, mengapa Rasulullah berjalan dengan tidak selesa?" 
Rasulullah menjawab, "kamu tidak dapat melihat betapa ramainya malaikat yang hadir menghantar Tha'labah ke kubur." 
Itulah kisah hidup seorang remaja hebat bernama Tha'labah. Betapa takutnya beliau dengan azab Allah SWT walaupun beliau tidak sengaja terpandangkan perempuan yang sedang mandi. Hingga menyebabkan beliau begitu malu bertemu Rasulullah, begitu mengharap keampunan Allah SWT, dan akhirnya menghembus nafas terakhir di ribaan insan mulia bernama Muhammad bin Abdullah, dan jasadnya diiringi malaikat ke kuburan.

Masuk Neraka Dan Surga Karena Lalat








Imam Ahmad meriwayatkan suatu hadis dari Tariq bin Ayihab r.a. bahawa Rasulullah S.A.W. pernah bersabda kepada para sahabat:
“Ada seorang lelaki memasuki syurga disebabkan lalat dan ada pula seorang lelaki memasuki neraka juga disebabkan lalat.”

Para sahabat bertanya, “ Bagaimana ianya boleh terjadi, ya Rasulullah?”

Baginda menjawab: “ Dua orang melalui salah satu kaum yang memiliki berhala. Dan kaum itu melarang sesiapa sahaja untuk meneruskan perjalanan sebelum ia mengorbankan sesuatu untuk berhala tersebut.”

Mereka berkata kepada salah seorang daripada keduanya, “Sembelihlah korban!”

Dia menjawab, “ Kami tidak mempunyai apa-apa untuk dikorbankan.”

Mereka berkata, “ Sembelihlah korban meskipun hanya seekor lalat.”

Maka mereka memberi keizinan kepadanya untuk meneruskan perjalanan. Itulah orang yang memasuki Neraka.

Kemudian mereka berkata kepada yang seorang lagi, “ Sembelihlah korban!”

Dia menjawab, “ Aku tidak mahu berkorban apa-apa pun untuk sesiapa saja selain Allah Azza Wa Jalla.”

“ Lalu mereka memenggal lehernya. Itulah orang yang memasuki Syurga.”

Kisah 3 Orang Yang Terkurung Dalam Gua









Dari Abu Abdurrahman, Abdullah bin Umar bin Khaththab berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Dulu sebelum kamu, ada tiga orang berjalan-jalan kemudian mereka mendapatkan sebuah gua yang dapat dimanfaatkan untuk berteduh, maka merekapun masuk ke dalamnya. Kemudian tiba-tiba ada batu dari atas bukit yang menggelinding dan menutupi pintu gua itu sehingga mereka tidak dapat keluar.
Salah seorang diantara mereka berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada yang dapat menyelamatkan kamu sekalian dari bencana ini kecuali bila kamu sekalian berdo’a kepada Allah ta’ala dengan menyebutkan amal-amal shalih yang pernah kalian perbuat.’
Salah seorang di antara mereka menimpali, ‘Wahai Allah, saya mempunyai ayah ibu yang sudah tua renta, saya biasa mendahulukan memberi minuman susu kepada keduanya sebelum saya memberikannya kepada keluarga dan budak saya. Pada suatu hari saya terlambat pulang dari mencari kayu dan saya menemui keduanya sudah tidur, saya terus memerah susu untuk persediaan minum keduanya.
Karena saya mendapati mereka berdua telah tidur maka saya pun enggan untuk membangunkan mereka. Kemudian saya berjanji tidak akan memberi minum susu itu baik kepada keluarga maupun kepada budak sebelum saya memberi minum kepada ayah bunda.
Saya menunggu ayah bunda, hingga terbit fajar barulah keduanya bangun sementara anak-anakku menangis, mereka mengelilingi kakiku. Setelah mereka bangun, kuberikan minuman susu kepada keduanya. Wahai Allah jika saya berbuat seperti itu karena mengharapkan wajahMu maka geserkanlah batu yang menutupi gua ini.’ Maka bergeserlah sedikit batu itu tetapi mereka belum bisa keluar dari gua tersebut.
Yang lain berkata, ‘Wahai Allah, sesungguhnya saya mempunyai saudara sepupu yang sangat saya cintai.’ Pada riwayat yang lain dikatakan, ‘Saya sangat mencintainya sebagaimana lazimnya orang laki-laki mencintai seorang perempuan, kemudian saya ingin berbuat zina dengannya tetapi ia selalu menolaknya. Selang beberapa tahun ia tertimpa kesulitan kemudian datang kepada saya dan saya berikan kepadanya 120 dinar, dengan syarat ia harus mau bersebadan dengannya, dan ia pun setuju.
Ketika saya sudah menguasainya, pada riwayat lain dikatakan, kemudian ketika saya berada di antara kedua kakinya dia berkata, ‘Takutlah kamu kepada Allah dan jangan kau robekkan selaput daraku kecuali dengan cara yang benar.’ Kemudian saya meninggalkannya, padahal dia adalah seseorang yang sangat saya cintai dan saya telah merelakan emas (dinar) yang saya berikan kepadanya. Wahai Allah, jika saya berbuat seperti itu karena mengaharapkan ridhaMu, geserkanlah batu yang menutup gua ini.’ Maka bergeserlah batu itu tetapi mereka belum bisa keluar dari gua itu.
Orang yang ketiga berkata, ‘Wahai Allah, saya mempekerjakan beberapa karyawan dan semuanya saya gaji dengan sempurna kecuali ada seorang yang pergi, meninggalkan saya dan tidak mau mengambil gajinya terlebih dahulu. Kemudian gaji itu saya kembangkan sehingga menjadi banyak.
Selang beberapa lama dia datang kepada saya dan berkata, ‘Wahai hamba Allah, berikanlah gaji saya yang dulu itu.’ Saya berkata, ‘Semua yang kamu lihat itu baik onta, sapi, kambing maupun budak yang menggembalakannya adalah gajimu.’ Ia berkata, ‘Wahai hamba Allah, janganlah engkau mempermainkan saya.’ Saya menjawab, ‘Saya tidak mempermainkan kamu.’ Kemudian diapun mengambil semuanya dengan tidak meninggalkan sisa sedikit pun. Wahai Allah jika saya berbuat itu karena mengharap ridhaMu, maka geserkanlah batu itu.’ Lalu batu itupun bergeser dan mereka bisa keluar dari dalam gua.

Sabtu, 07 Juni 2014

Anak Soleh Dan Kedua Orang Tuanya Babi








Sebuah kisah inspiratif dari seorang pemuda yang soleh pada zaman nabi Musa AS yang berbakti kepada kedua orang tuanya..,

Nabi Musa adalah satu-satunya Nabi yang bisa berbicara dengan Allah SWT setiap kali dia hendak bermunajat, Nabi Musa akan naik ke Bukit Tursina. Di atas bukit itulah dia akan berbicara dengan Allah. Nabi Musa sering bertanya dan Allah akan menjawab pada waktu itu juga. Inilah keistimewaan Nabi Musa yang tidak ada pada nabi-nabi lain. Suatu hari Nabi Musa bertanya kepada Allah. “Ya Allah, siapakah orang di surga nanti yang akan bersama denganku?”.

Allah pun menjawab dengan mengatakan nama orang itu, kampung serta tempat tinggalnya. Setelah mendapatkan jawaban, Nabi Musa turun dari Bukit Tursina dan terus berjalan mencari tempat itu. Setelah beberapa hari perjalanan, akhirnya Nabi Musa sampai ke tempat yang dimaksud.
Dengan pertolongan beberapa orang penduduk, beliau berhasil bertemu dengan orang tersebut. Setelah memberi salam beliau dipersilakan masuk dan duduk di ruang tamu.

Tuan rumah itu tidak melayani Nabi Musa. Dia masuk ke dalam kamar dan melakukan sesuatu di dalam. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa seekor babi betina yang besar. Babi itu dirawatnya dengan baik. Nabi Musa terkejut melihatnya. “Apa yang terjadi?, kata Nabi Musa berbisik dalam hatinya penuh keheranan.

Babi itu dibersihkan dan dimandikan dengan baik. Setelah itu babi itu dilap sampai kering serta dipeluk dan dicium kemudian diantar kembali ke dalam kamar. Tidak lama kemudian dia keluar lagi dengan membawa seekor babi jantan yang lebih besar. Babi itu juga dimandikan dan dibersihkan. Kemudian dilap hingga kering dan dipeluk serta dicium dengan penuh kasih sayang. Babi itu kemudian diantar kembali ke dalam kamar.

Selesai itu barulah dia melayani Nabi Musa. “Wahai saudara! Apa agamamu?”. “Aku agama Tauhid”, jawab pemuda itu yaitu agama Islam. “Terus, mengapa kamu memelihara babi? Kita tidak boleh berbuat itu.” Kata Nabi Musa.

“Wahai tuan hamba”, kata pemuda itu. “Sebenarnya kedua babi itu adalah kedua orang tuaku. Karena mereka telah melakukan dosa yang besar, Allah telah mengubah wajah mereka menjadi babi yang buruk rupa. Soal dosa mereka dengan Allah itu soal lain. Itu urusannya dengan Allah. Aku sebagai anaknya tetap melaksanakan kewajibanku sebagai anak. Setiap hari aku berbakti kepada kedua orang tuaku seperti yang tuan hamba lihat tadi. Walaupun wajah mereka sudah menjadi babi, aku tetap melaksanakan tugasku.”, sambungnya.

“Setiap hari aku berdoa kepada Allah agar mereka diampuni. Aku memohon supaya Allah mengembalikan wajah mereka menjadi manusia yang sebenarnya, tetapi Allah masih belum mengabulkannya.”, tambah pemuda itu lagi.

Maka seketika itu juga Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa a.s. ‘Wahai Musa, inilah orang yang akan bersamamu di Surga nanti, karena dia sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Meskipun orang tuanya sudah berwajah buruk menjadi babi, dia tetap berbakti. Oleh karena itu Kami naikkan maqamnya sebagai anak shaleh disisi Kami.”

Allah berfirman lagi yang artinya : “Karena dia berada di maqam anak yang shaleh disisi Kami, maka Kami angkat doanya. Tempat kedua orang tuanya yang Kami sediakan di dalam neraka telah Kami pindahkan ke dalam surga.”

Itu berkat anak yang shaleh. Doa anak yang shaleh dapat menebus dosa orang tuanya yang awal mulanya akan dimasukkan ke dalam neraka akhirnya dipindahkan ke surga. Ini adalah syarat berbakti kepada orang tuanya. Walaupun wajah ibu dan ayahnya seperti babi. Mudah-mudahan orang tua kita mendapat tempat yang baik di akhirat kelak.

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.