Suatu hari, Seorang anak gembala melihat dari kejauhan dua orang laki-laki melangkah ke arahnya. Keduanya terlihat sangat letih dan kehausan. Bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Ketika keduanya mendekat dengan anak gembala itu, mereka memberi salam dan berkata,”Hai anak! Berilah kami susu dombamu sekadar untuk menghilangkan haus!”
“Maaf Pak, saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba
ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai penggembala,” jawabnya. Kedua
laki-laki tersebut tidak membantah jawabannya, bahkan di wajah keduanya jelas
kelihatan mereka menyukai jawaban tersebut. Seorang diantara kedua berkata,
“Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!” anak itu mengambil
seekor anak domba, lalu di bawanya ke dekat mereka. Orang itu memegang
domba tersebut dan mereba-raba susunya dengan membaca “basmalah”. Si anak
gembala bingung dan berkata kepada dirinya sendiri sendiri, “Mana mungkin anak
domba dapat diperas air susunya!”
Tetapi sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak dan
setelah itu air susunya memancar berlimpah-limpah. Laki-laki yang seorang lagi
mengambil sebuah batu cekung lalu diisinya dengan susu dan diminumnya berdua
dengan kawannya. Kemudian anak itu diberi juga dan mereka bertiga minum
bersama-sama. Anak itu hampir saja tidak percaya pada apa yang dilihatnya dan
dialaminya.
“Sungguh ajaib!” kata anak gembala itu penuh takjub. Setelah mereka
minum sepuas-puasnya, orang yang penuh berkah itu berkata, “Berhenti!” saat itu
juga air susu domba berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti
semula. Anak gembala tadi berkata kepada orang yang penuh berkah, “Ajarkanlah
kepada saya bacaan yang tuan baca tadi!"
“Kamu anak pintar!” jawab orang itu. Orang yang penuh berkah itu tak lain
adalah Rasulullah saw. Sedangkan kawannya adalah Abu Bakar Shidiq r.a.
Sejak peristiwa itu, Abdullah bin Mas’ud si anak gembala itu
tertarik pada Rasulullah dan sahabatnya. Dia merasa tertarik kepada keduanya.
Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu. Walaupun dia seorang anak gembala
yang sehari-harinya jauh dari keramaian masyarakat, tetapi dia cerdas, jujur,
bertanggung jawab, bersungguh-sungguh dan teliti.
Tidak berapa lama setelah itu,
Abdullah bin Mas’id masuk Islam. Dia mendatangi Rasulullah dan memohon kepada
beliau agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah pun menerimanya. Sejak
hari itu, Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih
pekerjaan dari penggembala domba menjadi pelayan utusan Allah. Abdullah bin Mas’ud
senantiasa mendampingi bagaikan bayang-bayang dengan bendanya. Dia selalu
menyertai beliau ke mana saja beliau pergi, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dia membangunkan
Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk mandi
beliau, mangambilkan terompah apabila beliau hendak pergi dan membenahinya
apabila beliau pulang.
Dia juga yang membawakan tongkat dan sikat gigi (siwak)
Rasulullah serta menutupkan pintu kamar apabila beliau hendak tidur. Bahkan
Rasulullah mengizinkan Abdullah memasuki kamar beliau jika memang beliau
memerlukannya. Beliau mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa
khawatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Mas’ud dijuluki
orang dengan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang rahasia Rasulullah).
Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga
Rasulullah. Karena itu tidak heran kalau dia menjadi orang yang sempurna,
terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang
dicontohkan Rasulullah kepadanya. Sampai-sampai orang mengatakan, karakter dan
akhlak Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah. Di samping
itu dia belajar di madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi
sahabat yang sangat baik membaca Al-Qur’an,. Dan sangat alim tentang syari’at
Islam.
Ketika khalifah Umar bin khatab r.a. berada di Arafah, tiba-tiba seorang
laki-laki datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya Amirul Mu’minin, saya
datang dari kufah sengaja untuk menghadap Anda. Disana ada seorang yang hafal
al-Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pandapat Anda tentang orang itu?”
umar marah mendengar pertanyaan itu dan dia belum pernah semarah itu, sehingga
dia menarik napas panjang panjang seraya bertanya, “Siapa dia?”
“Abdullah bin Mas’ud,” jawab orang itu. Kemarahan Umar
mendadak reda. Seketika itu juga mukanya kembali cerah. “Demi Allah, setahu
saya tidak ada lagi orang yang lebih alim dari padanya dalam urusan itu. Akan
saya ceritakan kepada Anda. Suatu kisah mengenainya. Pada suatu malam Rasulullah
berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan tersebut. Selesai
berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Bakar pergi pula mengikuti
beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang yang pada awalnya tidak kami kenali
sedang shalat di Masjid.
Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu.
Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami, “Siapa yang ingin membaca
al-Qur’an dengan baik seperti yang di turunkan Allah, bacalah seperti bacaan
Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas’ud)!” kemudian Abdullah bin Mas’ud duduk dan
berdo’a. Rasulullah mengaminkan doanya. “Saya berkata dalam hati,” kata umar
selanjutnya, “Demi Allah, besok pagi saya akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud
memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan doanya.
Ketika saya
mendatangi besok pagi, ternyata Abu Bakar telah lebih dulu menyampaikan kabar
gembira itu pada Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya
dalam soal kebaikan.” Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya
mengenai Kitabullah (AL-Qur’an) sebagai berikut, “Demi Allah yang tiada Tuhan
selain Dia, tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an melainkan aku tahu dimana
dan dalam situasi bagaimana di turunkan. Seandainya ada orang yang lebih tau
daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”
Abdullah bin Mas’ud
tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita umar bin Khathab. Di bawah ini
memperkuat ucapannya. Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khatab sedang
dalam perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kabilah. Malam sangat gelap
bagaikan beratap kemah, menutupi pandangan setiap pengendara.
Abdullah bin
Mas’ud berada dalam kabilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan seorang
ajudan supaya menanyai kabilah tersebut.
“Hai kabilah, darimana kalian?” teriaknya ajudan
“Min fajjil ‘amiq (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah.
“Hendak
ke mana kalian?” kata ajudan kembali bertanya
“Ke Baitul Atiq (rumah tua=Baitullah),” jawab Abdullah.
“Diantara mereka pasti ada orang yang sangat alim.” Kata Umar. Kemudian
diperintahkannya pula menanyakan.
“Ayat Al-Qur’an manakah yang paling ampuh?” Tanya ajudan
Abdullah menjawab: “Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup kekal lagi
terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) yang tidak mengantuk dan tidak pula
tidur...(QS. Al-Baqarah:225)”
“Tanyakan pula kepada mereka, ayat al-Qur’an manakah yang
lebih kuat hukumnya?” kata Umar memerintahkan kepada ajudan .
Abdullah menjawab: “Sesungguhnya
Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kabajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran. (QS. An-Nahl:9).”
“Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang
mencakup semuanya?” kata Umar memerintahkan kepada ajudan
Abdullah menjawab: “Barangsiapa mengajarkan kebaikan
walaupun seberat biji dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang
siapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat
balasannya pula (QS Al-Zalzalah:8)
Kata Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kabilah kalian Abdullah
bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”
0 komentar:
Posting Komentar