Sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasul, Rasulullah pernah ikut paman
beliau, Abu Thalib pergi berdagang ke Syam. Dalam perjalanan, mereka
berhenti sebentar untuk beristirahat berteduh dibawah sebuah pohon.
Tidak jauh dari tempat mereka beritirahat, ada sebuah biara yang didiami
oleh para pendeta Nasrani. Dari biara itu seorang pendeta bernama
Buhaira sedang memperhatikan mereka.
Pendeta itu bergegas keluar dan menuju ke arah mereka beristirahat. Lalu
bertanya tentang diri Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dan meminta izin
untuk bertemu dan memeriksa Rasulullah.
Diamati satu persatu tubuh Rasulullah, lalu memegang tangan Rasulullah
dan berkata: “Aku bersumpah kepadamu, dan demi Tuhan yang esa, agar
engkau menjawab pertanyaan-pertanyaanku ini dengan jujur!”.
Rasulullah menjawab: “Bertanyalah!”
Pendeta Buhaira bertanya: “Apakah yang paling kau suka perhatikan? ”
Rasulullah menjawab, “Langit dan bintang-bintangnya.”
“Apakah kau juga bermimpi? ”
“Ya, dan apa saja yang aku lihat dalam mimpi, aku lihat juga dalam keadaan berjaga.”
“Boleh aku melihat di antara kedua bahumu ? ”
“Ya, silakan!”
Buhaira mendekati Rasulullah dan menyingkap jubah yang dipakai beliau,
diantara kedua bahunya ia melihat cap kenabian (Khatamun Nubuwah)
sebesar buah apel, lalu berkata: “Sama!”.
Abu Thalib bertanya, “Apa maksudmu? Sama dengan apa? ”
Buhaira menarik lengan Abu Thalib dan membawanya jauh dari rombongan dan
bertanya: “Katakan kepadaku. Apa hubungan kamu dengan anak ini?”
Abu Thalib menjawab: “Dia anak ku!”.
Buhaira menggeleng-gelengkan kepalanya. “Tidak mungkin! Dalam perkiraanku, ayah anak ini telah meninggal dunia. ”
Abu Thalib terkejut dengan apa yang dikatakan Buhaira. “Benar! Dia
adalah anak saudaraku. Ayahnya adalah adikku. Ia meninggal dunia sebelum
dia dilahirkan, dan aku sangat mencintainya seperti mana aku mencintai
anak-anakku sendiri”
Buhaira berkata kepada Abu Thalib, “Anak ini akan menjalani kehidupan
yang gemilang dan luar biasa di kemudian hari. Aku khawatir, jika orang
lain mengetahui apa yang telah aku lihat dan mereka mengenalinya, mereka
akan membunuh anak ini. Sembunyikan dan lindungi dia. Dialah penghulu
dan utusan Rabb alam semesta, dia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi
alam”.
“Bagaimana kamu ketahui tentang hal ini?”
“Ketika rombongan kamu muncul dan berhenti berteduh, aku melihat pohon
bersujud kepadanya dan pohon ini tidak akan bersujud kecuali kepada
seorang Nabi. Dialah Nabi yang ditunggu-tunggu. Aku dapat mengetahuinya
melalui tanda-tanda yang dinyatakan dalam Kitab-kitab Taurat dan Injil.
Tanda kenabian yang terletak pada bagian bawah tulang rawan diantara
kedua bahunya yang mirip buah apel, menguatkan lagi kepercayaan aku
tentang perkara ini”
Setelah itu, Rasulullah pun dipanggil untuk menemui Buhaira. Ketika
Rasulullah berjalan, tiba-tiba saja awan menaungi beliau. Pohon yang
sebelumnya menaungi rombongan, tiba-tiba saja berpindah menaungi
Rasulullah. Semua rombongan termasuk Abu Thalib, takjub dengan apa yang
terjadi.
Ketika Rasulullah membawa dagangan Sayyidah Khadijah bersama Maysarah,
beliau kemudian bersandar di bawah pohon ini. Seorang pendeta yang
bernama Nestor (Nestorius) mendatangi rombongan beliau, kemudian
bertanya kepada Maysarah, Siapa orang yang berteduh di bawah pohon
tersebut. Maysarah menjawab bahwa dia adalah seorang laki-laki dari suku
Quraisy, keluarga pengurus ‘al-Haram’ (Kaabah). Lalu Nestorius pun
berkata kembali: “Tidak ada seorang pun yang datang berteduh di bawah
pohon tersebut, kecuali dia seorang nabi”.
Inilah as-syajarah al-mubarakah (pohon yang diberkati) dan
merupakan satu-satunya sahabat Rasulullah yang masih hidup sampai saat
ini (the only living sahabi). Ia tumbuh di tengah-tengah gurun pasir
tandus Buqa'awiyya, namun tetap tumbuh subur dan berbuah. Secara
geografis, pohon ini dekat dengan kota Bosra di Syria.
Semoga kelestarian Pohon Nabi ini tetap terjaga, dan semoga aman dari
tangan jahil orang orang yang mengatas namakan syirik kemudian dengan
kekuasaannya menebangnya.
beruntunglah pohon itu pernah jadi saksi hidup zaman rosululloh saw
BalasHapus