Senin, 31 Maret 2014

Nabi Muhamad Saw Menyusuri Langit









Bersama Jibril, Rasulullah saw mikraj menemui Allah SWT melalui tangga emas yang dihiasi mutiara dan permata yang berasal dari sorga. Perjalanan akan melalui langit yang tujuh lapis. Namun pada setiap anak tangga, mereka berdua telah menjumpai pemandangan-pemandangan yang menakjubkan bagi Rasulullah saw. Pada anak tangga pertama, Rasulullah saw melihat tujuh ribu barisan malaikat yang seluruhnya mengenakan mahkota emas seraya mengucapkan: ‘Subhanallah Wabihamdihi’.
Di anak tangga yang kedua dilihatnya pula barisan malaikat bermahkotakan emas, namun ada perbedaannya dengan malaikat-malaikat tadi, yaitu di dahinya tertulis ‘Subhanallahi Wabihamdihi, Subhanallahi Malikul Quddusi’.
Selanjutnya di anak tangga yang ketiga, mereka menjumpai malaikat yang berjumlah 300.000 berpakaian penuh ragamnya dan bermahkotakan emas pula. Dari mulutnya terpancar cahaya. Nabi Muhammad saw bertanya kepada Jibril mengenai mereka.
Dijawab oleh Jibril ‘alaihissalam, "Siapa saja umatmu yang membaca seperti yang dibaca oleh para malaikat itu yang berbunyi ‘Astaghfirullaah’, apabila mereka menguap, maka begitu pula cahaya yang akan keluar dari mulutnya”.
Pada anak tangga yang keempat, dijumpai malaikat-malaikat yang begitu banyak jumlahnya, yang hanya Allah saja mengetahui berapa banyak jumlahnya. Mereka senantiasa mengucapkan ‘La Ilaha lila Huwal Mubin’. Bacaaan itu, menurut malaikat Jibril, berfaedah menjadikan orang yang membacanya diampuni dosa-dosanya.
Di anak tangga kelima, mereka melihat para malaikat yang raut wajahnya bagaikan bulan purnama. Masing masing mengucapkan ‘Asyhadu An Laa llaha lllallaah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullaah’. Dan juga senantiasa mengucapkan tahmid (Alhamdulillah). Di sini, Rasulullah saw juga melihat dua cahaya yang berdampingan bagaikan dian yang tak kunjung padam. Gemerlapnya begitu dahsyat.
Rasul saw pun menanyakan mengenai hal itu, "Wahai Jibril, cahaya apakah gerangan yang kulihat itu. Dua berdampingan."
Jibril a.s. menjawab, "Wahai Muhammad, itulah tempatnya nyawa. Pada bagian sebelah timur, itulah yang disebut Baitul Mukmuran, yaitu tempat bersemayamnya nyawa yang tidak digunakan di dunia, adapun nyawa yang sudah digunakan, itulah yang dinamakan Jabatul Hannanu, yaitu tempat nyawa-nyawa yang sudah digunakan di dunia Kemudian tinggal tergantung di ‘Arsy."
Dalam sekejap mata seperti juga yang terjadi pada perjalanan sebelumnya mereka berdua telah sampai di anak tangga keenam. Lalu pada yang ketujuh. Anak tangga ini berjumlah tidak kurang dari 50 buah hingga langit ketujuh.
Kini, sampailah Rasulullah saw di langit yang pertama. Setelah meminta ijin terlebih dahulu kepada malaikat penjaganya, mereka berdua masuk ke langit ini. Para malaikat menghaturkan sujud penghormatan bagi makhluk mulia, Nabi Muhammad saw. Di sini, Jibril mengajak Rasulullah saw berjalan-jalan melihat keadaan sekitar. Di tempat ini, terlihat bintang-bintang yang gemerlapan di angkasa luas. Kemudian Jibril mengumandangkan adzan untuk melaksanakan shalat. Dengan diimami oleh Rasul saw, para malaikat bermakmum shalat sunat dua rakaat. Di langit pertama ini juga dilihat bulan oleh Rasulullah saw.
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke langit kedua. Di langit ini, para malaikat mengucapkan shalawat ketika mengetahui kedatangan makhluk utama, Nabi Muhammad saw. Di langit kedua ini juga dilaksanakan shalat sunat.
Pada lapisan langit yang ketiga, Rasul SAW menjumpai seorang lelaki yang tengah duduk di atas kursi cahaya dengan dikelilingi oleh para malaikat yang bermahkotakan emas.
Nabi SAW pun mengucapkan salam kepada lelaki itu. Namun, ia tidak langsung menjawabnya, melainkan bertanya terlebih dahulu kepada Jibril, "Siapa yang memberiku salam?"
Jibril menjawab, "Tidakkah kamu mengetahui Muhammad, orang pilihan Allah Ta’ala serta diberi keselamatan."
Orang itu adalah Nabi Adam. Beliau sangat gembira mengetahui siapa yang memberi salam tadi. Segera Rasul saw dihampiri dan diciumnya. Rasulullah SAW belum mengetahui siapa orang yang tengah dihadapinya, dan ditanyakanlah kepada Jibril.
Nabi Adam a s. itu akan menangis ketika duduk kemudian menengok ke sebelah kiri, karena menyaksikan anak cucunya yang berada di dalam neraka. Dan akan tertawa, apabila melihat ke sebelah kanan, karena dilihatnya anak cucunya berada di sorga. Di tempat ini, Rasul SAW juga melaksanakan shalat sunat bersama para malaikat dan Nabi Adam a.s.
Kini perjalanan dilanjutkan kembali menuju langit keempat. Di langit ini mereka menjumpai seekor ayam berbulu putih. Mulut, mata, dan kakinya berwarna kuning. Di lidahnya dihiasi dengan permata yang berasal dari sorga. Di matanya dihiasi intan. Potoknya berwarna emas murni.
"Ayam apa gerangan itu, wahai Jibril," tanya Nabi saw.
Jibril menjawab, "Itulah ayamnya ‘Arsy. Kalau berkokok di sepertiga terakhir malam, akan mengikuti pula ayam-ayam yang ada di bumi. Kokoknya mengatakan, Wahai segenap yang tidur, bangunlah kalian semua. Lalu sampaikan puji-pujian kepada Allah Ta’ala, agar kamu semuanya diberi rahmat Allah Ta’ala di akhirat’."
“Adapun bunyi kokoknya di siang hari ialah, ‘Sadarlah kalian seluruhnya atas keesaan Allah Ta’ala’ Mudah-mudahan kamu semua tidak dimasukkan-Nya ke dalam neraka."
Di tempat lain, mereka menjumpai malaikat yang tengah duduk di atas kursi yang bercahaya api, dalam keadaan yang sangat marah seraya memegang sabuk yang berasal dari api neraka. Pada setiap sabuknya ada delapan puluh orang yang mendapat hukuman. Apabila sabuk itu disimpan di atas bumi, akan hancurlah bumi ini.
Nabi Muhammad saw menyampaikan salam kepada malaikat tersebut. Namun, ia tidak menanggapinya. Maka Allah Ta’ala pun mengingatkannya, "Wahai malaikat si penjaga neraka. Kenapa engkau tidak sudi menyahuti salam orang yang Kurahmati. Sesungguhnya Aku tidak menciptakan engkau bersama dengan neraka dan sorga beserta seluruh isinya, kalau bukan karena Muhammad. Maka dialah yang kuinginkan mendapat kebesaran dan kemuliaannya."
Bergetarlah malaikat penjaga neraka menerima teguran dari Allah Ta’ala tersebut. Berkata Malaikat Jibril a.s., "Wahai Malaikat, tidakkah engkau mengenal orang yang dirahmati Allah Ta’ala di dua dunia."
Malaikat Penjaga Neraka itu berkata, "Wahai Muhammad, mohon kiranya dengan sangat engkau memaafkanku. Sebab saya ditakdirkan oleh Allah Ta’ala berwajah pemarah yang kutunggu ialah umatmu yang tidak mengikuti kelakuanmu. Akan Kuambil seluruh perlakuan buruknya yang sudah dilakukannya di dunia." Kemudian Nabi saw meminta untuk dibukakanya pintu neraka.
Malaikat Penjaga Neraka itu berkata, "Wahai Muhammad, tidak akan kubiarkan pintu neraka dibuka sebelum dunia kiamat."
Namun tiba-tiba terdengar suara yang berbunyi, "Bukakanlah pintu neraka, sebab tidaklah kuciptakan dunia itu bersama isinya kalau bukan karena Muhammad."
Akhirnya pintu neraka itu pun dibukakan untuk Nabi Muhammad saw. Seandainya neraka bocor sebesar lubang jarum saja, maka akan gelaplah langit dan bumi.
Rasul saw dan Jibril a.s. masuk ke dalamnya. Pertama yang dijumpainya adalah seorang laki-laki yang tengah disiksa dengan cara direbus di dalam dulang api neraka lalu dikait dengan besi. Lidahnya terjulur hingga ke tanah. Ketika Rasul saw menanyakan kepada Jibril perihal orang itu, maka dijawabnya, "Itulah umatmu yang menganiaya sesamanya, dan ia tidak bertobat sampai meninggalnya."
Kemudian dilihat ada sebuah rumah di dalam neraka. Di dalamnya terdapat tujuh puluh orang yang tengah disiksa. Ada lagi seorang laki-laki yang tengah dirantai kakinya. Rantainya membara karena terbuat dan api neraka. Kedua matanya ditusuk dengan besi. Mulutnya dituangi dengan timah panas yang meleleh. Tulang-belulangnya terkelupas terbakar api dan seraya terpangganglah ia di atas api neraka. Nabi saw bertanya, "Siapa gerangan yang disiksa sedemikian itu?"
Jawab Jibril bahwa itu adalah umat Nabi saw yang selalu bertikai dan saling konflik di antara mereka.
Terlihat pula sekelompok orang yang tengah disiksa dengan cara kepalanya berada di bawah, wajahnya terbalik menghadap ke belakang. Mukanya diserupakan dengan wajah babi. Sementara kedua tangannya terpotong. Tiba-tiba ia terlontar ke dalam api neraka yang tengah menyala-nyala. Jelas Jibril bahwa itu adalah umat Nabi saw yang sering mangambil hak milik sesama, serta busuk hatinya terhadap sesamanya juga.
Di tempat lain, Nabi SAW menyaksikan seorang penghuni neraka yang meraung-raung yang suaranya terdengar hingga ke langit ke tujuh, la adalah orang muda yang mati tidak bertobat.
Ada juga orang yang disiksa mulutnya dikait dengan besi yang lidahnya menjulur ke tanah, la adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya hingga matinya.
Disaksikan pula seorang wanita yang berada di tengah api neraka. Wajahnya menghadap ke belakang. Lidahnya dituangi dengan cairan timah yang yang sedang mendidih. Mulutnya ditusuk dengan besi yang membara. "Itulah umatmu yang berkunjung ke tetangganya (pergi ke luar) tanpa mengenakan kerudung (jilbab)," jelas Jibril.
Dilihatnya juga seorang wanita yang tengah berada di atas, sedangkan kemaluannya ditusuk dengan besi dan menembus hingga ke mulutnya. Sementara itu kedua tangannya memegang erat bara api. la disiksa demikian karena sering pergi ke luar rumah tanpa seizin suaminya.
Peninjauan di dalam neraka dirasa sudah cukup. Mereka berdua pun keluar. Selanjutnya didirikanlah shalat sunat bersama para malaikat.
Kini mereka pergi menuju ke langit kelima. Di langit ini mereka menjumpai seorang laki-laki berada di tempat yang terbuat dari besi bersama para malaikat yang bermahkotakan emas "Siapakah itu wahai Jibril," tanya Nabi saw.
"Itulah Nabi Isa alaihiasalam," ujar Jibril a.s.
Nabi saw pun menghampiri untuk menyalaminya. Namun, Nabi Isa belum menanggapinya, dan bertanya kepada Jibril mengenai siapa orang yang menghampirinya itu. Ketika mengetahui siapa yang tengah berada di hadapannya, Nabi Isa segera mencium Nabi Muhammad saw. Lalu mereka melaksanakan shalat sunat.
Kini, perjalanan mikraj sudah berada di langit keenam. Di sini mereka menjumpai seorang laki-laki yang duduk di atas kursi cahaya. Dikelilingi oleh para malaikat. Ia adalah Nabi Musa ‘alaihiasalaam.
Nabi Musa menanyakan orang yang ada di hadapannya tersebut "Itulah orang yang dirahmati oleh Allah Ta’ala. la hendak naik ke langit menjumpai Tuhannya," ucap Jibril.
Dihampirilah Nabi Muhammad saw oleh Nabi Musa a s. seraya berpesan bahwa apabila telah kembali dari ‘Arsy, hendaklah singgah terlebih dahulu di tempatnya. Agar diketahui mengenai apa-apa yang disaksikan dan diberikan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul saw.
Kemudian Jibril mengumandangkan adzan tanda akan didirikannya shalat bersama Nabi Musa dan para malaikat.
Perjalanan pun dilanjutkan kembali. Menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan daerah-daerah yang penuh cahaya terang benderang. Melewati pula daerah-daerah yang gelap. Tiap macamnya dipisahkan oleh jarak 500 tahun perjalanan, la melewati tabir-tabir keindahan, kesempurnaan, rahasia keagungan. Di balik itu, terdapat 70.000 kelompok malaikat yang tengah bersujud. Mereka akan sujud dan tidak meninggalkan tempat, hingga hari akhir kelak.
Nabi Muhammad saw dan Malaikat Jibril kini berada di langit ketujuh Mereka menjumpai sebuah pohon yang sangat besar. Selembar daunnya saja masih lebih lebar dari planet bumi ini. Rasul saw meminta buah pohon tersebut kepada Malaikat penjaganya, namun ia menolaknya karena takut kepada Allah yang menugaskan menjaga pohon tersebut.
Jibril menegur Malaikat penjaga itu, "Wahai Malaikat, kenapa engkau enggan memberikan buah pohon Katubi itu. Tidakkah engkau mengenal orang yang dirahmati Allah Ta’ala ini."
Jibril pun mengambil buah pohon tersebut. Ternyata, di dalam buah itu terdapat.seorang anak bidadari. Seorang wanita yang mengenakan pakaian yang beragam coraknya. Bidadari itu akan dianugerahkan juga oleh Allah Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad saw yang mengikuti akhlak beliau.
Setelah diperintahkan oleh Rasul saw, bidadari itu pun masuk kembali ke buahnya. Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanannya kembali. Di suatu tempat, dijumpai banyak malaikat yang berada di sekitar sebuah pohon.
"Pohon apakah itu, wahai Jibril," tanya Nabi saw.
"Itulah yang dinamakan pohon Sidratul Muntaha," kata Jibril.
Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada sorga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (Q.S. 53:13-16)
Pada daun-daunnya ditulis mengenai umur setiap yang bernyawa. Nabi saw menghampiri seorang malaikat yang menjaga pohon tersebut, dan memberinya salam. Namun malaikat tersebut tidak menyahutnya. Jibril segera menegur malaikat tersebut. Mengetahui mengenai keberadaan Nabi saw malaikat itu pun segera a menjawab salamnya.
"Wahai Malaikat, apakah engkau yang menjaga (pohon) Sidratul Muntaha?" tanya Nabi saw.
"Sayalah Malaikat Maut," ujar sang Malaikat.
"Betapa banyak orang yang meninggal dunia dalam sehari semalam. Engkaukah yang mengambil nyawa mereka seluruhnya," tanya Nabi saw.
"Wahai Muhammad, itulah sebabnya ada sebanyak 700.000 pimpinan laskar malaikat pencabut nyawa. Sedangkan tiap-tiap pimpinan itu membawahi 700.000 malaikat. Saya hanya tinggal memperhatikan dedaunan itu. Jika tulisannya tanggal, Aku perintahkan malaikat pergi menjemput nyawanya si fulan di negeri anu," kata Malaikat Maut. "Jika saya ingin melihat seluruh isi dunia, hanya bagaikan sebuah cangkir yang kulihat di hadapanku. Tidak satu pun isi dunia yang luput dari penglihatanku."
Mereka berdua menjumpai pula sekelompok malaikat. Malaikat-malaikat tersebut disapa oleh Nabi saw, namun mereka tidak menjawabnya. Kemudian Allah menegur mereka. Teguran itu menghentakkan hati para malaikat tersebut. Pintanya kepada Nabi Muhammad saw. "Mohon dengan sangat, sudikah engkau memaafkan diriku. Sebab saya sudah ditakdirkan untuk tidak berkata-kata sebelum dunia kiamat."
Ada lagi kelompok malaikat yang berjumlah tujuh ribu orang. Setelah diperhatikan oleh Nabi saw, mereka terdiri atas empat jenis wajah. Ada yang berwajah mirip kerbau, ayam, manusia, dan macan.
Malaikat berwajah mirip kerbau adalah kelompok malaikat yang bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap ternak yang dimakan dagingnya. Kelompok malaikat yang berwajah mirip manusia bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap manusia. Malaikat yang berwajah mirip ayam bertugas untuk menyebarkan rezeki bagi setiap hewan unggas. Sedangkan malaikat yang berwajah mirip macan menyebarkan rezeki bagi semua binatang buas.
Di tempat lain, Nabi saw melihat malaikat yang kepalanya berjumlah tujuh ribu. Setiap kepala memiliki tujuh ribu rupa. Setiap rupa memiliki tujuh ribu mulut Setiap mulutnya memiliki tujuh ribu lidah. Di dalam satu lidahnya memiliki tujuh ribu bahasa yang dikuasainya, seluruhnya senantiasa memuji Allah Ta’ala. Malaikat ini selalu mendoakan keselamatan bagi orang yang berangkat menunaikan shalat, orang yang tengah menuntut ilmu, dan mereka yang berpuasa di bulan Ramadhan.
Kini perjalanan sudah sampai pada tujuannya. Bumi dan langit menjadi terlihat satu, dan hampir tidak dapat dilihat. Berada di depan hadirat Allah Ta’ala. Jibril membawakan usungan dari sorga untuk membawa Nabi saw. Tidak memiliki tiang dan tidak ada gantungannya. Dindingnya terpasang sutera. Beralaskan ambal. Kemudian Rasul saw menaikinya untuk pergi ke ‘Arsy tempat bersemayamnya Allah SWT.
Beliau harus melewati delapan puluh dinding cahaya. Ada pula beraneka ragam cahaya lainnya yang dapat disaksikan. Yang membuat Rasulullah saw terkesima. Tujuan pun telah sampai. Di sini tidak ada timur dan barat; tidak diketahui pula utara dan selatan. Merendah dirilah Sang Nabi SAW di hadapan Allah SWT.
Firman Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad SAW, "Wahai Muhammad, Aku sudah berada di hadapanmu. Tidak ada sesuatu yang mengantarai kita. Sama halnya dekatnya padi pada batangnya”.
Rasa takut mulai menyelimuti diri Rasul SAW, karena dirinya kini telah ada di hadapan Raja Segala Raja Alam Semesta. Beliau memuji Allah, "Attaahiyaatul Mubaarakaatuh Asshalawaatu Lillaah."
Allah Ta’ala berfirman, "Assalaamu ‘Alaika Ayyuhannabiyyu Warahmatullaahi Wa Barakaatuh”.
"Wa alaa Ibaadillaahis-Shaalihiina. AsyhaduAn Laa llaaha Ilallaah," ujar Nabi saw.
"WaAsyhadu Anna Muhammadan Rasuusullaahi. Kuberikan kepadamu shalat delapan puluh waktu sehari semalam. Bersama Qul Huwallaahu Ahad, QulA’uudzu, kedua-duanya, bawakanlah kepada umatmu”.
"Kujadikan alam beserta isinya hanya karena engkau, wahai Muhammad. Banyak sekali nabi yang Kuciptakan. Engkaulah yang paling Kukasihi. Engkau pulalah pengganti-Ku. Adapun Jibril, hanya Kujadikan utusan. Sedangkan engkau, wahai Muhammad, Engkaulah yang mewujudkan kemuliaan-Ku serta Kebesaran-Ku," firman Allah Ta’ala.
Pertemuan Tuhan dengan Makhluk-Nya itu pun berakhir. Beliau keluar dari lingkungan ‘Arsy. Usungan tadi membawa kembali dengan sendirinya kehadapan Jibril.
Nabi Muhammad saw mempersiapkan kembali perjalanannya untuk pulang ke bumi.
Dalam perjalanan pulang itu, Nabi saw menjumpai sebuah kota. Beliau mencoba melihat-lihat keadaan di dalamnya. Di sana dilihat ada sebuah rumah yang dindingnya terbuat dari emas dengan berhiaskan permata yang beraneka ragam. Tiangnya terbuat dari mutiara, dan Rasul saw mencoba melihat rumah tersebut dari atasnya. Ada sebuah gelas yang unik. Gelas itu tidak ada penyangganya, sedangkan di dalamnya terdapat seorang perempuan yang cantik jelita. Badannya bercahaya lebih terang daripada sinar matahari, apalagi bulan.
Setelah dijelaskan oleh sang perempuan itu, diketahuilah bahwa ia adalah bidadari yang dipersiapkan untuk para syuhada.
Dari tempat ini, Nabi Muhammad saw beranjak ke suatu tempat yang di dalamnya terdapat sebuah rumah besar. Dindingnya terbuat dari cermin yang beralaskan batu permata merah. Dan bubungannya terbuat dari permata zamrud. Kemudian ditemuinya pula empat buah sungai. Sungai madu,sungai susu, sungai tuak, dan sungai air bening. Di pinggir-pinggir sepanjang sungai tersebut berhamburan permata. Tidak lama kemudian ada seorang malaikat yang mengambil secangkir dari setiap air sungai itu. Kemudian dibawakan ke hadapan Rasulullah saw untuk dipilih sebagai minumannya.
Rasulullah saw pun memilih secangkir susu. Lalu diminumnya hingga tersisa setengah cangkir. Kemudian didengarlah ada suara yang mengatakan, "Wahai Muhammad, seandainya engkau meminum susu itu sampai habis, maka seluruh umatmu (akan menjadi) penghuni sorga."
Segera setelah mendengar suara itu, Rasulullah saw akan meminumnya kembali. Namun kata malaikat tadi, "Wahai Muhammad, sungguh sudah tidak diridhai Allah Ta’ala."
Suara tak berwujud itu terdengar lagi, "Sekiranya tuak itu yang engkau minum, maka umatmu berada dalam genggaman setan Wahai Muhammad, sekiranya madu itu yang engkau minum lebih dulu, maka umatmu akan lebih besar perhatiannya kepada dunia daripada akhiratnya."
Dari tempat itu, mereka berdua berjalan lagi dan menjumpai lagi komplek perumahan yang sangat banyak jumlahnya. Dinding-dindingnya terbuat dari cermin Di dalam setiap rumah itu terdapat empat puluh kamar. Setiap kamarnya ada empat puluh anak bidadari yang tengah menari-nari. Menurut Jibril, itu semua diperuntukkan bagi umat Nabi Muhammad SAW yang memiliki iman yang tebal. Yang senantiasa memuliakan alim ulama. Serta berakhlak mulia terhadap sesama muslim dan manusia lain.
Selanjutnya Nabi SAW dan Jibril menyaksikan jenis tumbuh-tumbuhan yang memiliki empat puluh rupa. Setiap rupanya berbuah empat puluh butir. Setiap buahnya memiliki empat puluh rasa.
Rasul saw penasaran mencoba menanyakannya kepada Jibril, "Rumah apa namanya itu, sedemikian banyak tanamannya."
"Itulah nantinya yang bakal dijanjikan untuk menjamu mereka vang mencintai agamanya. Serta senantiasa melaksanakan shaum di bulan Ramadhan. Serta murah hatinya terhadap sesama makhluk ciptaan Allah," jawab Jibril.
"Ceritakanlah kepada kaummu, sepanjang yang engkau lihat."
"Niscaya tidak akan percaya orang-orang Arab itu," ujar Rasul saw.
Menyahutlah Jibril, "Walaupun orang-orang Arab tidak akan mempercayaimu, dan biarkanlah pula kaum Nasrani itu mendustakanmu.”
Akhirnya mereka berdua turun ke langit berikutnya. Di tengah perjalanan, mereka bertemu kembali dengan Nabi Musa a.s Beliau bertanya, "Apa saja yang diberikan Tuhan kepadamu”.
Nabi saw menjawab “Shalat delapan puluh kali sehari semalam, bersama Quran sebanyak tiga puluh Juz dan (termasuk) Al Fatihah."
"Hai Muhammad, umatmu tidak akan mampu menunaikan shalat delapan puluh kali sehari semalam," sahut Nabi Musa as.. "Mintalah yang ringan dalam shalat."
Mendengar saran dari Nabi Musa itu, Rasul saw menyetujuinya dan kembali lagi ke hadirat Allah untuk mengajukan permohonan keringanan, Allah SWT berkenan untuk mengurangi jumlah rakaat shalat menjadi lima puluh rakaat.
Dalam perjalanan turun kembali, mereka berdua bertemu lagi dengan Nabi Musa a.s., dan ia menanyakan mengenai hasilnya. Setelah diberitahu, Nabi Musa as. menyarankan lagi kepada Rasul saw, agar diberi keringan lagi, karena umatnya masih akan tetap belum sanggup. Rasul saw lagi-lagi menerima usulan tersebut. Dan naiklah kembali ke ‘Arsy.
Di ‘Arsy, Allah SWT kembali menerima tuntutan keringanan jumlah rakaat shalat yang diajukan oleh Nabi saw. Saat itu rakaat shalat menjadi 45 rakaat. Namun ada tambahan perintah, yaitu puasa di bulan Ramadhan, puasa sunat enam hari di bulan Syawal, dan beribadah haji.
Setelah itu, Rasul saw kembali turun hendak meneruskan perjalanannya ke bumi. Namun, ketika berjumpa dengan Nabi Musa a.s., dan mengetahui jumlah rakaat yang telah diterima oleh Rasulullah saw, beliau menyarankan lagi agar minta keringanan kembali. Akan tetapi Nabi saw merasa malu untuk kembali meminta keringanan.
Kemudian terdengar suara, "Wahai hamba-Ku, sudah layaklah ditunaikan oleh umatmu shalat lima waktu dalam sehari semalam."
Dalam perjalanan pulang, mereka bertemu lagi dengan Nabi Adam a.s. dan Nabi Isa a.s. Para Nabi itu meminta kepada Nabi Muhammad saw agar menceritakan apa-apa yang telah dialaminya itu.

Dipotongnya Rambut Nabi SAW







Ketika Nabi Muhammad saw sedang membaca Al Qur’an pada malam Senin di rumahnya, datanglah Malaikat Jibril menemuinya.
Jibril segera berbicara kepada Rasulullah saw, "Aku membawa perintah dari Tuhan Yang Mahasuci, bahwa rambut Anda harus dipotong, dan jangan khawatir."
Nabi saw berkata, "Hai Jibril, siapakah yang akan menghadapiku nanti. Dan siapa yang mencukurnya. Dari mana pakaiannya yang akan kupakai nanti."
Malaikat Jibril menyampaikan pertanyaan tersebut kepada Allah SWT. Katanya, "Ya Tuhanku, aku datang akan mengabarkan bahwa kekasihmu benar-benar telah rela atas perintah keharusan dipotong rambut. Tetapi sekarang ini, ya Tuhan, ada permohonannya, bahwa siapa yang mendapat ijin menyaksikan ketika kekasihmu dipotong. Siapa yang memotongnya, dan juga dari mana Allah akan memberi pakaiannya."
Allah berfirman kepada Jibril bahwa yang akan memotongnya adalah Jibril, yang berdiri di hadapannya adalah cahaya Sang Pencipta langit dan bumi sedangkan pakaiannya diambil dari sorga, selembar daun pohon Tuba yang berwarna hijau dengan cahayanya yang bening. Anugerah Allah kepada Nabi Muhammad saw melebihi atas semua nabi dan rasul.
Jibril segera mengambil kain dari selembar daun pohon Tuba yang suci. Yang bercahaya begitu terang bagaikan sinar sang surya. Yang akan diberikannya kepada Rasul saw sebagai penutup badannya saat bercukur. Difirmankan dari Allah SWT bahwa daun Tuba itu sebagai anugerah dari Allah atas kenabian Muhammad saw.
Setelah tiba di hadapan Rasulullah saw, beliau kembali menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan sebelumnya. Malaikat Jibril pun menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Jibril mulai memotong rambut Rasulullah saw pada hari senin tanggal 19 Ramadhan di hadapan para sahabatnya. Sesuatu yang menakjubkan bahwa helaian rambut beliau tidak ada yang jatuh ke tanah.
Nabi saw pun menanyakan hal itu, "Hikmah apa yang terkandung bahwa rambutku tidak ada yang jatuh satu helai pun ke atas tanah?"
Jibril menjawab, "Demi banyaknya rambut ini, jumlah rambutmu yang berada di kepalamu aku telah menghitungnya 126.666. Sementara itu, Bidadari-bidadari turun dari sorga untuk meminta rambutmu atas perintah Yang Agung."
Allah berfirman kepada para bidadari, "Kalian seluruh Bidadari, cepatlah turun ke dunia, Nabi-Ku sedang dipotong rambut. Kalian semua masing-masing mintalah rambut satu lembar. Hormatilah olehmu rambut Rasulullah. Ikatkan dengan baik rambut itu sebagai azimat agar diampuni dosamu,"
Bidadari-bidadari itu segera turun ke bumi untuk mengambil rambut Rasulullah saw. Kemudian mereka mengikatkannya ke jari kelingking kanannya masing-masing.

Minggu, 30 Maret 2014

Kisah Kaum Sodom







Kisah terdahulu hikmah para Nabi utusan Allah Subhanahu Wata’ala sepertinya sudah hampir menjadi dongeng pengantar tidur. Seiring perubahan zaman, manusia perlahan pasti menjauhi ajaran agama bahkan mengingkari akan janji Allah. Jangankan untuk masalah akhirat, bencana sunnatullah saja sudah menjadi guyonan. Lihat saja di media massa  bagaimana kaum gay dan homoseksual semakin berani untuk tampil entah dalam bentuk entertainment, maupun dalam bentuk demonstrasi persamaan hak untuk diterima di masyarakat bahkan menikah.
Kaum Luth seolah dibangkitkan masa sekarang. Bertambah akal pikir, mereka bahkan mampu mencari bahasan dalam kitab-kitab suci soal Tuhan yang mengasihi kaum homoseksual. Tuhan memang Maha Penyayang, kalimat ini menjadikan pelaku percintaan sesama jenis tak ragu untuk terus melanjutkan kegiatan itu.
Tak kalah heboh, negeri tetangga Malaysia menerapkan syariat Islam konservatif juga tertampar lantaran warganya yang juga pendeta keturunan Tionghoa nekat mengadakan resepsi pernikahan dia dengan pasangan gaynya seperti dilansir Surat kabar the Wall Street Journal (7/8/2012). Pendeta bernama Ngeo Boon Lin ini yakin Tuhan mengasihi siapa saja termasuk kaum pecinta sesama jenis. Dia bahkan memberikan setiap tamu sekotak coklat bertuliskan Tuhan mengasihi kaum gay.
Agama Yahudi malah memperbolehkan seorang gay menjadi Rabbi. Sekte paling konservatif Masorti lewat jajak suara tidak melarang kaum pecinta sesama jenis menjadi pemuka agama itu. Presiden Majelis Rabbi Konservatif Israel Mauricio Balter menyatakan dukungan atas keputusan para rahib kelompok Masorti. “Hal ini merupakan sebuah kemajuan dalam pengembangan hukum Yahudi, kita memang seharusnya menganggap gay dan lesbian setara manusia lainnya,” ujar Balter, seperti dilansir surat kabar Haaretz (20/4/2012).
Jika agama saja sudah memperbolehkan kaum gay berada di atas panggung keyakinan dengan menjadi pendeta, ustadz, dan rabbi, tak ada alasan hukum dunia melarang percintaan sesama jenis ini. Itu pula mendasari beberapa negara sudah mengijinkan mereka menikah secara sah di mata hukum dan agama.
Salah satunya, Kota Seattle, Negara bagian Washington, Amerika Serikat, menetapkan undang-undang penikahan sesama jenis. Keputusan ini langsung disambut gembira kaum gay ramai-ramai menikah. Tercatat 133 pasangan gay disahkan oleh hukum seperti dilansir kantor berita Reuters. Balai Kota Seattle menyambut gembira pengantin gay berparade di jalanan. Mereka melempari beras, gelembung balon, dan bunga ke arah mereka. “Ini artinya saya bisa menggunakan kata suami tanpa perlu menjelaskan atau ditanyai,” kata Corianton Hale, 34 tahun. Hale menikahi Keith Bacon, 44 tahun (19/4/2012).
Dua gay muslim asal Prancis yakni Ludovic Muhammad Zahid dan Qiyam al-Din menikah di Afrika Selatan sesuai syariah Islam, seperti dilansir Al Arabiya (9/4). Penghulunya Ustadz Jamal asal Mauritania juga kaum homoseksual. Ibu Kota Johanesburg memang telah mensahkan pernikahan sesama jenis. Naudzubillahi.. Bacalah kembali Kisah ini, dan mohonlah kepada Allah Ta’ala semoga kita dan anak keturunan kita tdk menjadi penerus Kaum SODOM ini. Aaaamiin.
Nabi Luth ‘alaihissalam berhijrah bersama pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menuju Mesir. Keduanya tinggal di sana beberapa lama, lalu kembali ke Palestina. Di tengah perjalanan menuju Palestina, Nabi Luth meminta izin kepada pamannya Nabi Ibrahim ‘alaihissalam untuk pergi menuju negeri Sadum (di dekat laut mati di Yordan) karena Allah telah memilihnya sebagai Nabi-Nya dan Rasul-Nya yang diutus kepada negeri tersebut, maka Nabi Ibrahim mengizinkannya dan Nabi Luth pun pergi ke Sadum serta menikah di sana.
Ketika itu, akhlak penduduknya sangat buruk sekali, mereka tidak menjaga dirinya dari perbuatan maksiat dan tidak malu berbuat kemungkaran, berkhianat kepada kawan, dan melakukan penyamunan. Di samping itu, mereka mengerjakan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya di alam semesta. Mereka mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwatnya dan meninggalkan wanita.
Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,
Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)
Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)
Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.
Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,
Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)
Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalammengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.
Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.
Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.
Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.
Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.
Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)
Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)
Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik itu.
Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.
Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.
Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.
Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman :
Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)
Dalam berbagai penelitian yang dilakukan, peristiwa atau lokasi kejadian diazabnya umat Luth AS ini adalah di Kota Sodom, di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Laut Mati atau di danau Luth yang terletak di perbatasan antara Israel dan Yordania.
Keberadaan umat Nabi Luth di sekitar laut mati ini diperkuat dengan ulasan National Geographic edisi Desember 1957. ”Gunung Sodom, tanah gersang dan tandus muncul secara tajam di atas Laut Mati. Belum pernah seorang pun menemukan Kota Sodom dan Gomorah yang dihancurkan, namum para akademisi percaya bahwa mereka berada di Lembah Siddim yang melintang dari tebing terjal ini. Kemungkinan air bah dari Laut Mati menelan mereka setelah gempa bumi.”
Setelah sekian lama tidak ada kabarnya tentang keberadaan umat Nabi Luth, pada tahun 1967 ahli purbakala lainnya, Paul Lapp dan Thomas Schaub, melakukan penggalian kembali di sekitar Laut Mati. Dan kemudian, penggalian diteruskan oleh Werner Keller, seorang ahli arkeologi asal Jerman di sekitar Laut Mati
.
Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya : QS. Al A’raaf: 80-84, QS. Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58, QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138,  QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.

Tukang Sisir Keluarga Fir'aun







Sahabat Muslim mungkin kisah ini sudah hampir musnah ditelan zaman atau telah dilupakan oleh kalangan ummat islam, anak-anak generasi muda muslim saat ini mungkin saya yakin mereka tidak pernah dengar kisah yang sangat memberikan inspirasi besar dalam kehidupan, bagaimana keteguhan dan keyakinannya menjadikan ia wanita yang mulia disisi Allah SWT. Siapa wanita mulia tersebut dialah Siti Masyitoh yang hidup pada zaman Fir’aun dan sekaligus menjadi pembantu mengurus anak-anaknya Fir’aun. Kisah ini saya dapatkan dari guru-guru saya pada saat duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah.Berikut Kisahnya

***

“Apa, di dalam kerajaanku sendiri ada pengikut Musa?” Teriak Fir’aun dengan amarah yang membara setelah mendengar cerita putrinya perihal keimanan Siti Masyitoh. Hal ini bermula ketika suatu hari Siti Masyitoh sedang menyisir rambut putri Fir’aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh, seketika Siti Masyitoh mengucap Astagfirullah. Sehingga terbongkarlah keimanan Siti Masyitoh yang selama ini disembunyikannya.

“Baru saja aku menerima laporan dari Hamman, menteriku, bahwa pengikut Musa terus bertambah setiap hari. Kini pelayanku sendiri ada yang berani memeluk agama yang dibawa Musa. Kurang ajar si Masyitoh itu,” umpat Fir’aun.
“Panggil Masyitoh kemari,” perintah Fir’aun pada pengawalnya. Masyitoh datang menghadap Fir’aun dengan tenang. Tidak ada secuil pun perasaan takut di hatinya. Ia yakin Allah senantiasa menyertainya.
“Masyitoh, apakah benar kamu telah memeluk agama yang dibawa Musa?”. Tanya Fir’aun pada Masyitoh dengan amarah yang semakin meledak.
“Benar,” jawab Masyitoh mantap.
“Kamu tahu akibatnya? Kamu sekeluarga akan saya bunuh,” bentak Fir’aun, telunjuknya mengarah pada Siti Masyitoh.
“Saya memutuskan untuk memeluk agama Allah, maka saya telah siap pula menanggung segala akibatnya.”
“Masyitoh, apa kamu sudah gila! Kamu tidak sayang dengan nyawamu, suamimu, dan anak-anakmu.”
“Lebih baik mati daripada hidup dalam kemusyrikan.”
Melihat sikap Masyitoh yang tetap teguh memegang keimanannya, Fir’aun memerintahkan kepada para pengawalnya agar menghadapkan semua keluarga Masyitoh kepadanya.
“Siapkan sebuah belanga besar, isi dengan air, dan masak hingga mendidih,” perintah Fir’aun lagi.
Ketika semua keluarga Siti Masyitoh telah berkumpul, Fir’aun memulai pengadilannya.
“Masyitoh, kamu lihat belanga besar di depanmu itu. Kamu dan keluargamu akan saya rebus. Saya berikan kesempatan sekali lagi, tinggalkan agama yang dibawa Musa dan kembalilah untuk menyembahku. Kalaulah kamu tidak sayang dengan nyawamu, paling tidak fikirkanlah keselamatan bayimu itu. Apakah kamu tidak kasihan padanya.”

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Fir’aun, Siti Masyitoh sempat bimbang. Tidak ada yang dikhawatirkannya dengan dirinya, suami, dan anak-anaknya yang lain, selain anak bungsunya yang masih bayi. Naluri keibuannnya muncul. Ditatapnya bayi mungil dalam gendongannya. “Yakinlah Masyitoh, Allah pasti menyertaimu.” Sisi batinnya yang lain mengucap.
Ketika itu, terjadilah suatu keajaiban. Bayi yang masih menyusu itu berbicara kepada ibunya, “Ibu, janganlah engkau bimbang. Yakinlah dengan janji Allah.” Melihat bayinya dapat berkata-kata dengan fasih, menjadi teguhlah iman Siti Masyitoh. Ia yakin hal ini merupakan tanda bahwa Allah tidak meninggalkannya.

Allah pun membuktikan janji-Nya pada hamba-hamba-Nya yang memegang teguh (istiqamah) keimanannya. Ketika Siti Masyitoh dan keluarganya dilemparkan satu persatu pada belanga itu, Allah telah terlebih dahulu mencabut nyawa mereka, sehingga tidak merasakan panasnya air dalam belanga itu.
Demikianlah kisah seorang wanita shalihah bernama Siti Masyitoh, yang tetap teguh memegang keimanannya walaupun dihadapkan pada bahaya yang akan merenggut nyawanya dan keluarganya.

Ketika Nabi Muhammad Saw. isra dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina, beliau mencium aroma wangi yang berasal dari sebuah kuburan. “Kuburan siapa itu, Jibril?” tanya baginda Nabi.
“Itu adalah kuburan seorang wanita shalihah yang bernama Siti Masyitoh,” jawab Jibril.

Kisah Qobil Dan Habil




Bismillah walhamdulillah. Dengan nama Allah serta segala puji hanya milik-Nya. sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, kekasih Allah dan kekasih semua hamba Allah yang merindukannya.
Pada kesempatan kali ini saya akan berbagi kisah tentang dua anak Adam yang lahir pertama kali di muka bumi ini yang tentunya terdapat sebuah pelajaran dan peristiwa yang ada dalam kisah ini, yaitu Kisah Qobil dan Habil.
Allah Swt. berfirman:
"Ceritakanlah hai Muhammad kepada mereka itu dengan sebenar-benarnya akan riwayat dua anak Adam, ketika keduanya berkurban kepada Allah, maka Allah menerima kurban dari salah satunya diantara keduanya, Allah tidak menerima dari lainnya, maka ia (Qabil) berkata: demi Allah saya akan membunuhmu. Maka Habil menjawab: Sesungguhnya Allah menerima kurban dari orang-orang yang takut kepada-Nya. demi Allah, kalau kamu memukul dengan tanganmu karena hendak membunuh saya, maka saya tidak akan membalas pukulanmu itu, karena saya takut kepada Allah, Tuhan semesta alam. Sesungguhnya saya menghendaki supaya kamu kembali dengan membawa dosa membunuh saya beserta dosamu sendiri, maka kamu adalah masuk golongan orang-orang yang masuk neraka, demikianlah balasan orang-orang yang aniaya. tetapi hawa nafsu Qobil selalu hendak membunuh saudaranya, habil pun dibunuh, maka ia (Qobil) adalah masuk golongan yang merugi." (QS. Al-Maidah:27-30)
Sejak Nabi Adam as dan siti Hawa diturunkan oleh Allah Swt. ke bumi yang sebelumnya mereka berdua tinggal di dalam surga, karena telah melanggar atau berbuat kesalahan, yaitu mereka berdua memakan buah khuldi yang telah dilarang oleh Allah Swt, disebabkan oleh bujuk rayuan Iblis laknatullah. Di bumi inilah mereka berdua memulai hidup baru setelah berpisah cukup lama dan akhirnya Nabi Adam dipertemukan kembali dengan Hawa oleh Allah disuatu tempat tanah yang sangat luas (lapang) yang kini tempat pertemuan itu dikenal dengan nama Padang Arafah yang digunakan sebagai tempat wukuf, salah satu bagian dari rukun haji.
Di tempat inilah kemudian Nabi Adam dan Siti Hawa memulai hidup baru dan berkembang biak atau melahirkan keturunah pertama sebagai manusia di muka bimi ini. Setiap kali Hawa melahirkan atau mempunyai anak selalu dikaruniai oleh Allah Swt. anak kembar, yaitu laki-laki dan perempuan dalam satu kelahiran. Karena waktu itu Allah swt. membolehkan perkawinan dengan saudara sekandung, tetapi tidak boleh dengan saudara satu kelahiran (saudara kembar). Karena masih dalam tahap pertama mengembangkan manusia, maka mengawini saudara kandung diperbolehkan pada waktu itu, tetapi sekarang haram hukumnya.
Dari banyak anak Nabi Adam yang dilahirkan kembar adalah Qobil dengan saudara perempuam kembarannya bernama Iqlima dan Habil dengan saudara perempuan kembarannya bernama labuda. Oleh karena itu Allah Swt. memerintahkan kepada nabi Adam as. untuk menikahkan anak kembarnya dengan cara perkawinan silang, yaitu Qobil dengan Labuda dan Habil dengan Iqlima. Atas peraturan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, maka mereka berdua wajib untuk mentaatinya. rupanya ketetapan hukum itu tidak disetujui oleh Qobil, karena ia menginginkan supaya ia dinikahkan dengan saudara kembarnya, yaitu iqlima karena lebih cantik daripada Labuda saudara kembarnya Habil. Menentang dan tidak setuju dengan ketetapan Allah itu, lalu Qobil mengadu kepada ayahnya dengan maksud agar ayahnya menyetujui ia menikah dengan iqlima. Tetapi karena peraturan hukum itu telah menjadi ketetapan Allah, maka ayahnya tidak berani melanggar ketetapan itu. keadaan berubah menjadi tegang, akan hal itu nabi Adam kemudian menasihati kedua anaknya itu, agar mereka berdua sama-sama menyerahkan kurban untuk Allah Swt. Siapa kurbannya yang diterima oleh Allah, maka ia itulah yang berhak menikah dengan Iqlima.
Kemudian Qobil dan Habil sama-sama membuat kurban untuk Allah, tetapi Qobil dalam membuat kurban benar-benar tidak ikhlas karena Allah, tetapi hanya semata-mata menuruti hawa nafsunya untuk menikahi Iqlima. Adapun Habil membuat kurban benar-benar ikhlas untuk Allah dalam melaksanakan perintah ayahnya. Pada akhirnya kurban Habil yang diterima, olek karena itu Habil berhak menikah dengan Iqlima yang memiliki wajah yang cantik itu. Qobil tidak menerima kenyataan itu dan kemudian karena telah dikuasai oleh hawa nafsunya dan timbul dalam hatinya sifat iri dan dengki kepada Habil, ia berniat hendak membunuh Habil.
Habil yang telah mengetahui rencana jahat saudaranya itu tetap tenang dan berserah diri kepada Allah Swt. dan berkata kepada Qobil, "Sesungguhnya kurban yang diterima Allah adalah kurbannya orang yang benar-benar takut kepada Allah, maka kalau saudara benar-benar hendak membunuh saya, sungguh saya tidak ada keinginan membunuhmu, karena saya takut kepada Allah.
Habil kemudian dibunuh oleh Qobil. Dengan demikian peristiwa pembunuhan ini adalah pembunuhan yang pertama kali terjadi yang dilakukan oleh manusia di muka bumi ini. Setelah Qobil membunuh saudaranya Habil, tiba-tiba ia menjadi orang yang kebingungan lantaran mau diapakan mayat saudaranya itu, karena pada waktu itu belum tahu cara menguburkan mayat. Kemudian Allah swt. memberi contoh dua ekor burung Gagak yang berkelahi dan salah satunya ada yang mati.Maka burung gagak yang masih hidup itu melakukan penggalian tanah membuat lobang untuk menguburkan burung gagak yang sudah mati itu.
"Kemudian Allah mengirim seekor burung gagak yang melobangi tanah dengan paruh dan kakinya, supaya diperlihatkannya kepada Qobil bagaimana semestinya ia menguburkan mayat saudaranya itu." (QS. Al-Maidah:31)
Kemudian Qobil berkata:
"Amat celaka nasibku, tak dapatkah saya berbuat seperti yang dilakukan oleh burung gagak itu."
Demikianlah kisah ini diceritakan kembali. Habil adalah manusia pertama meninggal dunia karena dibunuh di muka bumi ini. begitu juga dengan Qobil adalah manusia pertama yang melakukan pembunuhan tanpa hak. dengan demikian setiap ada pembunuhan yang dilakukan tanpa hak oleh manusia, maka Qobil mendapat bagian dari dosa pembunuhan itu, karena dialah orang yang pertama kali memberi contoh tentang pembunuhan.
Akhirnya segala kekurangan dalam cerita atau kisah Qobil dan Habil ini mohon maaf dan kepada Allah saya mohon ampun dan petunjuk agar dapat selalu berada di jalan yang diridhoi-Nya.
Semoga kisah ini bermanfaat dan dapat memberi pelajaran serta hikmah yang terkandung dalam kisah ini.

Kisah Anak Yang Minta Diajarkan Shalat






Syaikh Ibn Zhafar al-Maki (dalam bukunya Anba' Nujuba' al-abna) berkata, "Abu Yazid Thaifur bin Isa al-Basthami Radhiallahu 'anhu membaca ayat, "Wahai orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil. (Yaitu) separuhnya atau kurang sedikit dari itu". (Q.S Al-Muzzammil[73] : 1-3).

Ia bertanya pada ayahnya, "Wahai ayahku, kepada siapa Allah perintahkan firman ini?"
Sang ayah menjawab, "Anakku, perintah ini ditujukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam".
Si anak bertanya lagi, "Wahai ayahku, mengapa engkau tidak melakukan seperti yang dilakukan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam?"
Sang ayah menjawab, "Wahai anakku, qiyamullail dikhususkan dan diwajibkan kepada Rasulullah dan tidak diwajibkan kepada umatnya". Maka si anak terdiam.

Saat ia membaca firman Allah, "Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwa engkau berdiri (shalat) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersamamu…". (Q.S Al-Muzzammil[73] : 20).
Ia bertanya pada ayahnya, "Wahai ayahku, sesungguhnya saya pernah mendengar bahwa segolongan umat terdahulu mengerjakan shalat malam. Siapakah golongan yang dimaksud?"
Sang ayah menjawab, "Anakku, mereka adalah para sahabat".
Si anak tak henti bertanya, "Wahai ayahku, kebaikan apa yang kita peroleh dengan meninggalkan sesuatu yang dikerjakan Nabi dan sahabatnya?"
Sang ayah berkata, "Engkau benar wahai anakku".

Semenjak saat itu, sang ayah mengerjakan shalat malam. Suatu malam, Abu Yazid terjaga dari tidurnya. Ia melihat ayahnya sedang mengerjakan shalat malam, lalu ia berkata, "Wahai ayahku, ajari aku bagaimana cara bersuci supaya aku bisa shalat denganmu!"
Sang ayah mencela, "Wahai anakku engkau masih kecil".
Si anak tidak terima, "Wahai ayahku, bila nanti pada hari dimana manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, lalu aku berkata kepada Tuhanku, 'Aku dulu pernah bertanya kepada ayahku bagaimana cara bersuci supaya aku bisa shalat dengannya. Namun kemudian dia menolak menjawab pertanyaanku, malah ia berkata, "Tidurlah, engkau masih kecil!"' Bila aku mengatakan semua itu di hadapan Allah, maukah ayah seperti ini?"
Sang ayah menolak, "Tidak, sungguh demi Allah wahai anakku, aku tidak menginginkan hal itu".
Lalu sang ayah pun mengajarinya dan si anak itu shalat dengan ayahnya.

Wallahu a'lam

Kisah Nabi Yang Digergaji Orang Yahudi







Setelah Bani Israil ditinggal sangat lama dengan kematian Nabi Sulaiman, Allah kemudian mengutus Nabi Yesaya (Isaiah). Ketika beliau diutus, Bani Israil pun tengah dipimpin seorang raja yang saleh, Hizkia (Hezekiah). Itulah salah satu masa kedamaian bangsa Yahudi di Yerussalem.

Yesaya hadir memberikan nasihat kepada mereka. Ia juga menjadi penasihat bagi Hizkia, memberikan saran baik ataupun melarang hal buruk bagi kerajaan Yahudi. Sang nabiyullah pula yang mengambil keputusan segala urusan bagi Bani Israil.

Suatu hari, Raja Hizkia ditimpa sebuah penyakit. Kakinya terkena infeksi yang berat sangat. Kematian sudah ada dihadapannya. Sementara raja sakit, rombongan pasukan Raja Babilonia,  Sennacherib (Sinharib) dikabarkan tengah menuju Yerussalem. Mereka bermaksud menyerbu negeri pimpinan Hizkia dengan 60 ribu pasukan.

Raja Hizkia pun kebingungan. Ia khawatir rakyatnya tewas sia dan negerinya porak poranda. Namun ia tak dapat melakukan apa-apa dengan penyakit yang tengah dideritanya. Ia pun meminta nasihat kepada Yesaya, apa yang harus ia lakukan.

“Apakah Allah memberikan wahyu kepada Anda mengenai pasukan Sanherib?” Tanya raja, lemas.

“Allah belum memberikan wahyu apapun kepadaku tentang itu,” jawab Yesaya.

Setelah beberapa hari, Yesaya mendapat perintah dari Allah agar Hizkia bersedia turun tahta dan mengangkat raja baru sebagai penggantinya untuk menghadapi serangan Babilonia. Pasalnya, takdir ajal telah dekat dengan Hizkia. Dengan berat hati, Yesaya pun mengatakannya pada sang raja. Namun raja dengan lapang dada menerimanya.

Raja Hezkia kemudian segera menghadap kiblat kemudian menengadahkan tangan berdoa. Dengan hati yang tulus, sang raja memanjatkan doa, “Ya Tuhan dari segala Tuhan, Ya Raja dari segala raja…. Ya Tuhan yang penuh kebajikan dan penyanyang, Yang tidak tidur dan tidak mengantuk, Yang dapat mengalahkan segala sesuatu… Ingatlah hambaMu ini atas apa yang telah hamba perbuat bagi bangsa Israel. Dan Engkau tentu lebih mengetahuinya, Engkau mengetahui setiap perbuatan hamba dan segala rahasia hamba,” ujar Raja Hezkia, menangis, meminta belas kasih dari Allah Ta’ala.

Allah pun menjawab doa raja yang saleh itu. Kepada Yesaya Allah berfirman bahwa Dia sangat senang Hezkia memanjatlkan doa kepadaNya. Allah pun memperpanjang usia Hizkia hingga 15 tahun lagi. Mendapat wahyu itu, Yesaya pun segera member kabar kepada sang raja dengan gembira.

Mendengar kabar tersebut, Raja Hezkia pun segera menyungkur sujud dan memanjatkan syukur. “Ya Tuhan, Engkau memberikan kerajaan bagi siapa yang Engkau kehendaki. Engkau mengangkat kedudukan siapa saja yang Engkau kehendaki. Engkau mengetahui segala hal ghaib dan nyata. Engkau adalah Al Awwal dan Al Akhir, Engkau memberikan rahmat dan menjawab orang-orang yang kesulitan,” ujar Hezkia memuji Tuhan seluruh alam.

Usai sujud syukur, Yesia meminta sang raja untuk mengusap kaki yang infeksi dengan sari daun Ara. Dengan kehendak Allah, penyakit raja sembuh seketika. Tak hanya menyembuhkan oenyakit raja, Allah pun menolong Bani Israil dengan mengalahkan tentara Sanherib. Tiba-tiba di pagi hari, seluruh pasukan mati tergeletak, kecuali sang Raja Sanherib dan kelima tangan kanannya, termasuk Nebukadnezar.

Mereka dibelenggu selama 70 hari, kemudian dipulangkan ke Babilonia. Saat kembali, Raja Sanherib pun menanyakan hal aneh yang terjadi pada mereka. Para tukang sihir negeri itu pun mengatakan kepadanya, “Kami bercerita tentang Tuhan dan nabi mereka, tapi Anda tak pernah mendengarkan kami. Mereka adalah bangsa yang memiliki Tuhan,” ujar para tukang sihir. Sang raja Babilonia pun berkidik, ia kemudian merasa sangat takut akan Allah.

Sementara di Yerussalem, setelah perpanjangan usia yang diberikan Allah, Raja Hezkia pun menemui ajalnya. Pasca meninggalnya Hezkia, Yerussalem porak poranda. Kondisi Bani Israil sangat buruk. Yesaya yang masih hidup di tengah mereka pun tetap mendakwahkan tauhid dan menyeru Bani Israil agar tetap di jalan Allah. Ia mengingatkan Bani Israil untuk tetap mengingat Allah meski kondisi negara carut marut.

Namun salah satu sifat Yahudi adalah menentang para nabi. Meski Yesaya selalu menjadi wali bagi mereka, bangsa Israil itu justru marah kepadanya. Mereka geram dengan ceramah Yesaya. Mereka pun kemudian memusuhi nabiyullah dan berencana membunuhnya.

Hingga suatu hari, Yesaya tengah melewati sebuah pohon. Sementara Bani Israil mengejarnya untuk membunuhnya. Lalu tiba-tiba pohon yang dilewati sang utusan Allah itu terbuka. Yesaya pun masuk dan berlindung di dalam pohon. Namun Syaithan melihat Yesaya masuk ke dalam pohon. Syaithan pun kemudian membuah jubah sang nabi terjepit sehingga terlihat oleh Bani Israil. Melihatnya, Bani Israil pun segera mengambil gergaji kemudian menggergaji pohon itu. Yesaya pun wafat dibunuh oleh umatnya sendiri.

Kisah Nabi Yesaya tersebut tak tercantum dalam Al Qur’an, pun tak dikabarkan oleh Rasulullah. Dalam ajaran Islam, nama Yesaya juga tak termasuk dalam nama 25 nabi yang harus diketahui. Hanya saja, Ibnu Katsir memasukkan kisah Yesaya tersebut dalam kitabnya “Qashshashul Anbiya”.

Menurut Ibn Katsir, mmengutip dari riwayat Muhammad Ibn Ishaq, Nabi Yesaya merupakan nabi yang muncul sebelum era Nabi Zakaria dan Yahya. Beliau bahkan salah satu nabi yang bernubuat mengenai Nabi Isa dan Nabi Muhammad Rasulullah. Silahkan merujuk kembali kitab Ibn Katsir tersebut.

Kisah Kerajaan Nabi Sulaiman as




Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Nabi Sulaiman as adalah seorang yang suka berperang, beliau melakukan peperangan di laut dan di darat. Suatu ketika beliau mendengar bahwa di seberang lautan di sebuah jazirah ada seorang raja. Beliau pun berangkat menuju jazirah tersebut dengan berkendaraan angin yang diikuti oleh balatentara yang terdiri dari tentara jin dan manusia. Setelah sampai ke tempat tujuan yang dimaksud, beliau pun melancarkan serangan hingga sang raja tersebut terbunuh, dan berhasil menahan seluruh penghuni kerajaan. Beliau juga memboyong seorang gadis cantik yang kecantikan dan keindahannya belum pernah beliau saksikan sebelumnya, dialah putri raja yang terbunuh itu. Nabi Sulaiman as akhirnya memutuskan untuk mengambilnya sebagai seorang istri. Nabi Sulaiman as menemukan padanya sesuatu yang tidak ditemukannya pada seorang pun yang lain, demikian juga kadar kecintaan beliau terhadapnya melebihi kepada para istri lainnya.

Suatu hari saat Nabi Sulaiman as datang menemuinya, istrinya itu berkata, “Aku teringat akan ayahku, kerajaan dan peristiwa yang menimpanya, jika Anda berkenan sudilah kiranya memerintahkan sebagian setan untuk membuat patung ayahku di rumah ini, sehingga setiap pagi dan sore aku dapat menatapnya, dengan harapan hal tersebut dapat menghilangkan kesusahan dan hatiku menjadi tenang kembali!”

Mendengar permintaan sang istri ini, Nabi Sulaiman as lalu memerintahkan Sakhr Al-Marid agar membuat patung sosok ayah sang istri. Dan hasilnya sungguh di luar dugaan, bahkan tidak seorang pun menyangka bahwa patung itu tidak bernyawa, karena nyaris sempurna seperti ayah sang istri. Maka, diletakkanlah patung tersebut di sudut rumah. Sang istri lalu menghiasi patung itu dengan mengenakan pakaian padanya, sehingga patung itu sama seperti keadaan ayahnya semula.

Ketika Nabi Sulaiman as sedang keluar rumah, sang istri itu segera mendatangi patung tersebut bersama para dayang. Kemudian ditaburkannya wewangian, selanjutnya sang istri bersujud di hadapan patung ayahnya yang diikuti oleh dayang-dayangnya. Sementara itu, Nabi Sulaiman sendiri tidak mengetahui atas apa yang dilakukan sang istri hingga hal itu berlangsung sampai 40 hari.

Berita tentang apa yang dilakukan oleh sang istri beserta para dayang itu akhirnya terdengar juga oleh semua orang dan sampai juga kepada Ashif bin Barkhaya.

Ashif bin Barkhaya adalah sahabat karib Nabi Sulaiman as. Pada suatu hari Ashif bin Barkhaya datang menghadap Nabi Sulaiman as dan berkata, “Wahai Nabi Allah! Sungguh aku amat senang berada pada suatu tempat di mana pada tempat itu aku dapat mengingat kembali kisah para Nabi terdahulu dan aku dapat memujinya sesuai dengan pengetahuanku tentang mereka.”

Mendengar penuturan Ashif bin Barkhaya itu Nabi Sulaiman as lalu mengumpulkan orang-orang, dan Ashif pun berdiri untuk mengisahkan tentang para Nabi Allah terdahulu. Ashif memuji setiap nabi sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, juga menyebutkan keutamaan Allah yang diberikan kepada mereka. Akhirnya kisah-kisah yang disampaikannya itu sampai juga kepada kisah tentang pribadi Nabi Sulaiman as. Ashif pun menyebutkan keutamaannya dan anugerah Allah yang telah diberikan kepadanya semasa beliau muda, kemudian Ashif diam, tidak melanjutkan ceritanya. Nabi Sulaiman as pun marah, lalu masuk ke dalam kediaman beliau. Beliau pun memerintahkan agar memanggil Ashif. Setelah Ashif datang menghadap, beliau bersabda, “Wahai Ashif, kamu telah menyebutkan kisah para Nabi terdahulu dan kamu telah memujinya sesuai dengan pengetahuanmu tentang mereka pada setiap periodenya. Akan tetapi ketika kamu menyebutkan kisahku dan kamu juga telah memujiku dengan adanya kebajikan yang aku lakukan ketika aku belia, namun kamu tidak melanjutkan kisahku saat aku menginjak usia lanjut! Aku sebenarnya yang telah kulakukan ketika aku telah menginjak usia lanjut ini?”

“Engkau telah melakukan sesuatu yang baru, yakni di dalam rumahmu ini ada yang menyembah selain Allah di bawah pimpinan seorang wanita,” jawab Ashif bin Barkhaya.

“Di rumahku?” tanya Nabi Sulaiman as.
“Betul, di rumahmu!” Jawab Ashif meyakinkan.
“Inna lillaahi wa inna ilahi raaji’uun! Aku baru tahu sekarang. Aku yakin bahwa apa yang kamu katakan itu karena ada yang telah memberi tahu kepadamu,” jawab Nabi Sulaiman as.

Nabi Sulaiman as lalu pulang ke rumah beliau dan menghancurkan patung tersebut serta menghukum sang istri beserta semua dayangnya yang ikut menyembah patung. Beliau kemudian meminta agar diambilkan pakaian bersih untuk dikenakannya, lalu keluar menuju ke sebuah tanah lapang. Di sana beliau menghamparkan abu, lalu bersimpuh di atasnya menghadap kepada Tuhannya untuk memohon ampunan. Dengan merendahkan diri sambil menangis serta memohon ampun kepada Allah, ia berkata, “Wahai Tuhanku, cobaan apa yang sebenarnya telah Engkau timpakan kepada keluarga Nabi Daud as, dimana mereka telah menyembah selain Engkau? Di rumah keluarga mereka telah disembah selain Engkau!”

Nabi Sulaiman as tetap bertahan dengan apa yang dilakukannya itu hingga hari menjelang sore, setelah itu barulah beliau pulang ke rumah. Pada saat itu beliau mempunyai dayang bernama Aminah. Adalah Nabi Sulaiman as ketika beliau hendak buang air besar atau menunaikan hajat dengan salah seorang istri beliau, senantiasa melepas cincinnya dan menitipkan kepada Aminah. Beliau selalu memakai cincin tersebut dalam keadaan suci. Allah telah menjadikan (kekuatan) kerajaan beliau pada cincin tersebut.

Wahb berkata, “Suatu ketika Nabi Sulaiman hendak mengambil air wudhu, beliau lalu menyerahkan cincin tersebut kepada Aminah. Tiba-tiba datanglah Sakhr Al-Marid mendahului Nabi Sulaiman as masuk ke tempat wudhu, Nabi Sulaiman as sendiri masuk ke kamar kecil untuk buang air. Ketika beliau masih berada di kamar kecil, si setan (Sakhr Al Marid) keluar dengan merubah bentuknya seperti Nabi Sulaiman sambil mengkibas-kibaskan jenggotnya dan air wudhu dan sedikit pun tidak ada yang menduga bila dia bukanlah Nabi Sulaiman. Sulaiman palsu itu pun kemudian berkata, “Mana cincinku, wahai Aminah!”

Aminah pun memberikannya dan sama sekali tidak menduga bila orang yang meminta cincin itu bukanlah Nabi Sulaiman as. Setelah menerima cincicn tersebut, Sulaiman palsu kemudian mengenakannya di jarinya dan pergi berlalu menuju singgasana Nabi Sulaiman as. Di atas singgasana itu Sulaiman palsu dikelilingi oleh sekawanan burung, jin dan manusia.

Setelah selesai menunaikan hajat, Nabi Sulaiman as keluar dan berkata kepada Aminah, “Mana cincinku?”
“Siapakah engkau ini?” tanya Aminah.
“Aku adalah Sulaiman bin Daud,” jawab Nabi Sulaiman as.

Saat beliau berkata demikian, keadaan Nabi Sulaiman as sudah berubah dari keadaan semula dan hilang pula kewibawaannya.
Mendengar jawaban Aminah itu, sadarlah Nabi Sulaiman bahwa beliau telah melakukan kesalahan.

Al Hasan berkata, “Kemudian pergilah Nabi Sulaiman as meninggalkan istananya karena khawatir atas diri pribadinya dan hanya dengan mengenakan baju gamis dan selembar kain sarung tanpa alas kaki dan songkok. Akhirnya sampailah beliau ke sebuah pintu rumah di jalan raya pada saat beliau merasakan kepayahan karena lapar, haus dan sangat kepanasan. Beliau pun mengetuk pintu tersebut dan keluarlah seorang wanita seraya berkata, “Apa tujuan Anda datang kemari?”

“Aku ingin bertamu sebentar. Anda saksikan sendiri, aku sedang kepanasan. Kedua belah kakiku terbakar dan aku sangat kelaparan dan kehausan,” jawab Nabi Sulaiman as.

“Suamiku sedang tidak ada di rumah,” kata wanita itu. “Aku tidak bisa menerima tamu laki-laki asing. Oleh karenanya, silahkan Anda istirahat dulu di kebun, di sana tersedia air dan buah-buahan, Anda boleh memakan buah-buahan yang ada di dalamnya dan mandi di sana. Jika suami saya telah datang, akan saya mintakan ijin kepada Anda untuk menerimamu. Bila suami saya mengijinkannya, Anda boleh bertamu dan bila tidak, Anda telah mendapatkan rezeki dari Allah (karena telah memakan buah-buahan dan mandi) dan Anda boleh pergi.”

Nabi Sulaiman as pun pergi ke kebun dan mandi. Sesudah mandi, Nabi Sulaiman as merebahkan diri hingga beliau tertidur. Namun ada lalat yang mengganggunya. Tiba-tiba datanglah seekor ular hitam menggigit sebatang ranting pohon kayu wangi (raihanah) dari kebun tersebut. Dengan sebatang ranting itu, ular hitam tadi mengusir lalat-lalat tersebut dari Nabi Sulaiman as. Hal ini terus berlangsung hingga datanglah suami wanita itu, dan berceritalah sang istri kepada suaminya perihal adanya seorang tamu asing.

Mendengar cerita dari sang istri, suami wanita itu lalu datang menemui Nabi Sulaiman as. Setelah dia melihat ada seekor ular dan apa yang dilakukannya terhadap diri Nabi Sulaiman as dipanggilnya sang istri seraya berkata, “Kemarilah dan lihatlah keajaiban ini!”

Mendengar panggilan sang suami, si wanita pun datang dan melihat apa yang sedang terjadi, lalu keduanya menghampiri Nabi Sulaiman dan membangunkannya. Mereka pun berkata kepada beliau, “Wahai anak muda, ini adalah rumah kami, kami tidak akan melakukan sesuatu yang memberatkanmu. Inilah putriku akan kujodohkan kepadamu.” Putri mereka itu seorang wanita yang sangat cantik. Dan akhirnya Nabi Sulaiman pun menikah dengan putri mereka itu, serta tinggal bersama mereka selama tiga hari.

Setelah genap tiga hari Nabi Sulaiman as hidup bersama mereka, beliau kemudian berkata, “Aku harus pergi untuk mencari pekerjaan demi kepentingan diriku sendiri dan juga istriku.”

Setelah berkata demikian, maka Nabi Sulaiman as pun pergi untuk menemui orang-orang yang biasa berburu, kepada mereka beliau kemudian bertanya, “Apakah Anda sekalian masih membutuhkan tenaga seseorang yang dapat membantu Anda semua, sehingga dari hasil buruan Anda itu dapat memberikan sedikit upah kepadanya dan semoga Allah akan memberikan rezeki-Nya kepada Anda semuanya!”

“Kami sekarang sudah tidak berburu lagi dan kini pun kami tidak mempunyai sesuatu yang bisa kami berikan kepadamu,” jawab para pemburu itu.

Mendengar jawaban dari mereka, Nabi Sulaiman pun meninggalkan mereka dan menemui pemburu-pemburu lainnya untuk menyampaikan maksud yang sama. Mereka menjawab, “Tentu dengan senang hati, kami bisa membantumu dengan apa yang ada pada kami.”

Nabi Sulaiman as kemudian tingga bersama mereka dan setiap malam beliau datang menemui sang istri sambil membawa hasil buruan. Hingga akhirnya orang-orang mengingkari keputusan Sulaiman (palsu) dan tindakannya. Ketika si jahat (Sakhr Al-Marid) mengetahui bahwa semua orang telah mengenalinya, dia pun pergi meninggalkan istana dan membuang cincin tersebut ke laut.

Al Hasan berkata, “Sakhr Al Marid telah membawa cincin Nabi Sulaiman as selama 40 hari.”
Dikisahkan pula bahwa Sakhr Al Marid telah menduduki kursi singgasana Nabi Sulaiman as, dan dia dikelilingi oleh bangsa jin, manusia dan setan. Dia dapat menguasai segala sesuatu yang dulu menjadi kekuasaan Nabi Sulaiman as, kecuali hanya istri-istri Nabi Sulaiman yang tidak dapat dikuasainya. Ketika itu, Nabi Sulaiman as pergi mengembara dan mengetuk pintu dari rumah ke rumah, bahkan pernah berdiri di depan pintu rumah sepasang suami istri, seraya berkata kepada mereka, “Berilah aku makan, aku adalah Sulaiman bin Daud!” Akan tetapi sang pemilik rumah tidak memberinya, bahkan mereka mengusir beliau dan berkata, “Apa yang membuatmu hingga berani berdusta kepada Sulaiman? Sedangkan beliau kini sedang duduk di atas singgasananya.”

Nabi Sulaiman as terus berjalan hingga akhirnya sekujur tubuh beliau merasa letih dan payah, cobaan semakin hebat. Setelah genap 40 hari maka berkatalah Ashif, “Wahai orang-orang Bani Israil, apakah kalian dapat merasakan perbedaan kebijaksanaan yang diberlakukan oleh putra Daud?”
“Ya!” jawab mereka.

Ketika itu Ashif bermaksud hendak menemui si jahat, tetapi dia (Sakhr Al-Marid) telah terlebih dahulu melemparkan cincinnya ke dasar laut. Bersamaan dengan dilemparkannya cincin tersebut, datanglah seekor ikan dan segera menelannya. Ketika cincin tersebut tertelan dalam perut ikan itu, maka perutnya seakan-akan terbakar karena pancaran sinar cincin itu. Ikan itu kemudian berenang menuju ke bagian air yang agak dangkal, dan akhirnya masuk ke dalam jaring para pemburu yang menjadi rombongan Nabi Sulaiman as.

Hari menjelang sore, mereka pun membagi ikan hasil tangkapan mereka, Nabi Sulaiman mendapatkan bagian ikan (yang menelan cincin beliau). Sesampainya di rumah Nabi Sulaiman memerintahkan kepada istri beliau agar memasaknya. Saat membedah perut ikan itu, seketika rumah mereka bersinar terang karena cincin tersebut, dan segera dipanggilnya Nabi Sulaiman dan diperlihatkannya cincin itu kepada beliau.

Beliau pun kemudian meminta cincin itu untuk dikenakannya kembali, dan bersujudlah beliau kepada Allah SWT seraya berdoa, “Tuhanku, hanya untuk-Mu lah segala puji atas berlalunya ujian-Mu dan kebaikan-Mu dan kebaikan-Mu atas keluarga Daud. Tuhanku, Engkau telah memberikan beberapa nikmat kepada mereka (keluarga Daud) dan Engkau juga telah memberikan Al Kitab, kebijaksanaan dan kenabian. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Tuhanku! Engkau berbuat murah kepada yang besar dan mengasihi kepada yang kecil. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Nikmat-Mu telah tampak dan tidak akan samar lagi dan nikmat itu begitu banyak sehingga tidak terhitung. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Tuhanku! Aku mohon Engkau berkenan menyempurnakan nikmat-Mu kepadaku serta ampunilah dosaku yang telah lewat dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak mungkin dimiliki oleh seorang pun sesudahku nanti.”

Inilah yang dimaksud dengan firman Allah, “Sesungguhnya kami telah menguji Silaiman dan Kami jadikan (ia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit) kemudian dia bertobat.” (QS Shaad: 34)

Dan diriwayatkan pula dari Ikrimah, bahwasanya Nabi Sulaiman as ketika telah mendapat kembali kerajaannya, maka beliau pun memerintahkan agar membawa semua penghuni rumah itu dan mempersilahkan mereka semua duduk di tengah-tengah kerajaannya. Beliau tidak pernah mendapatkan wanita itu sebelum Allah mengembalikan kerajaan kepadanya kembali.

Kisah Nabi Yunus as Ditelan Ikan







Diriwayatkan dari Hasan, bahwasanya Nabi Yunus as pernah bersama seorang Nabi dari Nabi kaum Bani Israil. Allah SWT lalu memberikan wahyu kepada Nabi tersebut, “Utuslah Yunus kepada penduduk Ninawa agar dia memberikan peringatan akan siksa-Ku.” (Ninawa adalah sebuah desa yang mempunyai jalan tembus sampai ke negeri Irak).

Hasan berkata, “Yunus pun dengan terpaksa akhirnya berangkat juga. Beliau adalah seorang laki-laki yang keras dan suka dan sering marah.”

Hasan berkata pula, “Nabi Yunus as mendatangi mereka seraya memberikan peringatan dan menakut-nakutinya. Akan tetapi mereka selalu mendustakan dan menolak nasihat beliau, bahkan melempari Nabi Yunus as dan mengusirnya. Beliau akhirnya meninggalkan mereka.

Kemudian berkatalah seorang Nabi Bani Israil tadi, “Kembalilah kamu kepada kaummu!” Mendengar perintah itu, Nabi Yunus pun kembali lagi kepada kaumnya, namun mereka melempari batu dan mengusir beliau.

Nabi Bani Israil tadi berkata lagi, “Kembalilah kamu kepada kaummu!” Nabi Yunus as lalu kembali lagi dan mereka pun tetap mendustakannya dan bahkan mengancam akan menyiksanya seraya berkata, “Kamu ini pembohong!”

Ketika para penduduk Niwana telah mendustakannya, kafir kepada Allah dan mengingkari kitab-Nya, maka saat itu pula Nabi Yunus as berdoa kepada Allah, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah membangkang dan kafir, oleh karenanya turunkanlah siksa-Mu kepada mereka.”

Allah lalu memberikan wahyu kepada beliau “Aku akan segera menurunkan azab kepada kaummu.”

Hasan berkata, Nabi Yunus pun kemudian keluar dari mereka seraya menjanjikan akan datangnya azab Allah setelah tiga hari. Beliau juga mengajak keluar semua keluarga beliau untuk berangkat menuju sebuah gunung sambil melihat keadaan penduduk Niwana dan menanti datangnya azab.

Setelah tiga hari, maka datanglah azab Allah kepada mereka, dan Nabi Yunus as beserta keluarga beliau sempat menyaksikannya. Akhirnya kaum itu bertaubat kepada Allah dan Allah pun menghilangkan azab tersebut terhadap mereka.

Ketika beliau mengetahui akan hilangnya azab Allah, tiba-tiba datanglah iblis dan berkata, “Wahai Yunus, jika kau kembali lagi kepada kaummu, mereka akan mencurigai dan mendustakanmu lagi!”

Mendengar penuturan Iblis itu, Yunus as lalu pergi dengan membawa amarah kepada kaumnya. Nabi Yunus as terus berjalan hingga sampailah beliau di tepi Sungai Tigris. Beliau pun menumpang sebuah perahu. Saat perahu telah berjalan menyusuri sungai, di tengah-tengah perjalanan perahu sarat penumpang itu terhenti, karena Allah telah memerintahkannya, “Berhentilah kamu!” Saat berhenti, perahu itu pun oleng ke kanan dan ke kiri, lalu berkatalah sebagian dari para penumpangnya, “Kenapa perahu ini?” Yang lainnya menjawab “Kami tidak tahu!” Nabi Yunus lalu berkata, “Aku tahu!”

Mereka bertanya, “Kenapa dengan perahu ini?” Nabi Yunus berkata, “Di dalam perahu ini ada seseorang yang lari dari Tuhannya. Dengan demikian, perahu ini mustahil tenang kembali bila kalian tidak melemparkan orang itu ke dalam air (sungai).”

Mereka bertanya lagi, “Siapakah dia?” Nabi Yunus as menjawab, “Sayalah orangnya.” Mereka telah mengenal Nabi Yunus.

Maka mereka pun berkata, “Jika yang dimaksud adalah dirimu sendiri, maka kami tidak akan melemparkanmu. Demi Allah, kami justru tidak mengharap selamat dari perahu ini, kecuali dengan pertolongan-Mu!”

Nabi Yunus as pun berkata,”Sekarang buatlah undian, siapa nanti yang keluar undiannya, maka lemparkanlah dia ke dalam air!”

Akhirnya mereka pun membuat undian dan dari hasil undian mereka yang keluar adalah Nabi Yunus as. Akan tetapi mereka tidak mau melemparkan beliau ke dalam air.

Beliau berkata lagi, “Undilah untuk kedua kalinya!” Mereka lalu mengadakan undian untuk kedua kalinya dan ternyata yang keluar adalah nama Nabi Yunus kembali.
Mereka kemudian melaksanakan undian untuk ketiga kalinya. Nabi Yunus as lalu berkata, “Lemparkanlah aku ke dalam air!”

Pada riwayat lain, beliau berkata, “Wahai kaumku, ceburkanlah aku ke dalam air dan selamatkanlah diri kalian!” Setelah beliau berkata demikian, berdirilah kaum Nabi Yunus, lalu mereka memanggul beliau bagaikan orang yang memendam rasa kasih sayang kepada beliau. Nabi Yunus as lalu berkata, “Bawalah aku ke bagian depan perahu!”

Mendengar permintaan beliau ini mereka pun segera melaksanakannya. Setelah tiba di tempat yang dimaksud dan mereka hendak melemparkan beliau, tiba-tiba seekor ikan paus datang dengan membuka mulutnya. Mengetahui hal itu Nabi Yunus berkata, “Wahai kaumku, kembalikan aku ke bagian belakang perahu!”

Mendengar perkataan beliau, mereka pun melaksanakannya. Ketika mereka telah dekat dengan tempat yang dimaksud dan bersiap-siap melemparkan Nabi Yunus, tiba-tiba beliau telah dijemput oleh seekor ikan paus yang menganga mulutnya.

Setelah tahu apa yang ada dalam perut ikan paus dan betapa menakutkan binatang itu, beliau pun berkata, “Wahai kaumku, kembalikanlah aku ke tengah-tengah perahu!” Mereka pun melaksanakan permintaan beliau, dan setelah sampai di tengah-tengah perahu, ternyata Nabi Yunus as telah disambut oleh ikan paus tadi. Beliau kemudian berkata, “Kembalikanlah aku ke sisi yang lain!” Ikan paus itu lalu menyongsongnya kembali dengan mulut yang menganga siap menelan beliau. Nabi Yunus as berkata, “Lemparkanlah aku dan selamatkanlah diri kalian dan ingatlah bahwa tidak ada keselamatan kecuali dari Allah!”

Mereka akhirnya melemparkan Nabi Yunus as yang seketika itu pula tubuh beliau ditelan oleh ikan paus, sebelum mencapai air. Dan ikan paus itu pun kembali menyelam ke dalam air.

Hasan mengatakan, ikan paus itu kemudian berlalu dengan membawa Nabi Yunus as ke suatu tempat kediamannya di dalam lautan, lalu lebih jauh lagi menuju ke dasar laut. Setelah sampai di sana, ikan yang di dalam perutnya tinggal Nabi Yunus as itu berputar-putar mengelilingi lautan selama 40 hari, sehingga Nabi Yunus as dapat mendengar bebatuan dan semua jenis ikan membaca tasbih.

Nabi Yunus as kemudian ikut pula membaca tasbih, tahlil dan menyucikan Allah. Dalam doanya Yunus as berkata, “Tuhanku, di langitlah tempat semayam-Mu dan bumilah tempat kekuasaan dan keajaiban-Mu. Tuhanku, dari pegununganlah Engkau telah mencampakkan aku, di beberapa negerilah Engkau telah memperjalankan aku dan dalam tiga kegelapanlah Engkau telah menahan aku. Tuhanku, Engkau telah menahan aku dalam suatu penjara di mana sebelumnya belum ada seorang pun yang dipenjara seperti aku. Tuhanku, Engkau telah menyiksa aku dengan suatu siksaan dimana sebelumnya belum ada seorang pun yang disiksa seperti aku.”

Setelah 40 hari dan Allah pun menurunkan mendung.
“Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al Anbiya’:87)

Tangis Nabi Yunus as itu kemudian didengar dan suaranya dikenali oleh para malaikat, dan karena tangisan itu pula para malaikat ikut menangis demikian juga langit, bumi dan ikan-ikan ikut menangis.

Allah yang bersifat Maha Perkasa (Jabbaar) kemudian berfirman, “Wahai para malaikat-Ku, mengapa kalian semua menangis?”
Para malaikat itu pun menjawab, “Tuhan kami, karena ada suara yang kami kenali sayup-sayup dan mengharukan, terdengar dari suatu tempat yang aneh.”

Allah lalu berfirman, “Itulah hamba-Ku Yunus. Dia telah mendurhakai Aku, maka Aku menahannya dalam perut ikan paus yang ada di dalam lautan.”

Para malaikat lalu berkata, “Wahai Tuhanku, dia adalah hamba yang saleh, dimana amal shalehnya begitu banyak sekali naik ke atas langit di waktu siang dan malamnya.”

Ibnu Abbas berkata, Allah SWT pun berfirman ‘Memang benar.’
Ditambahkan oleh Ibnu Abbas, para malaikat langit dan bumi kemudian memberi syafaat kepadanya. Dan Allah mengutus malaikat Jibril as seraya berfirman, “Temuilah ikan paus yang telah menahan Yunus di perutnya dan katakan kepadanya bahwa Aku mempunyai suatu kepentingan dengan hamba-Ku itu. Perintahkanlah kepadanya agar ia segera berangkat kembali menuju ke tempat dimana ia menelan Yunus dahulu dan perintahkanlah pula agar ia mengeluarkan Yunus di sana!”

Malaikat Jibril as pun berangkat menemui ikan paus dan kemudian memberitahukan maksud kedatangannya. Setelah mendengar penuturan Jibril as, berangkatlah si ikan paus itu dengan membawa Nabi Yunus as, seraya berkata, “Wahai Tuhanku, aku merasa tenang di dalam lautan karena tasbihnya hamba-Mu, demikian pula semua hewan yang ada di lautan ini. Aku sekarang telah menjadi yang terbersih karenanya dan aku telah menjadikan perutku sebagai tempat shalat baginya untuk menyucikan Engkau, sehingga aku dan lautan yang ada di sekelilingku menjadi bersih juga. Sekarang apakah Engkau akan mengeluarkan dia dari perutku setelah sekian lama kami merasakan ketenangan bersamanya?”

Allah SWT berfirman, “Sekarang Aku telah mengampuni kesalahannya dan Aku telah mengasihinya. Karena itu, keluarkanlah dia!”

Dikatakan pula oleh Hasan, ikan paus itu lalu berenang ke suatu tempat di mana ia dahulu menelan Nabi Yunus as, yakni sebuah perairan tepatnya di tepian Sungai Tigris. Setelah sampai di tempat tujuan, malaikat Jibril lalu mendekatinya dan mendekatkan bibirnya ke mulut ikan paus seraya berkata, “Assalaamu’alaikum wahai Yunus, Tuhan Yang Maha Agung membacakan salam untukmu.”

Nabi Yunus as menjawab, “Selamat datang wahai suara yang selama ini aku khawatirkan tidak akan mendengarnya selama-lamanya. Selamat datang wahai suara yang selama ini kuharapkan selalu dekat dengan Tuhanku.”

Malaikat Jibril berkata kepada ikan paus, “Keluarkanlah Yunus dengan izin Allah Yang Maha Pengasih!”

Ikan paus tersebut kemudian mengeluarkan Nabi Yunus dari dalam perutnya sebagaimana anak burung yang baru ditetaskan tanpa memiliki bulu sedikit pun, dan Jibril pun kemudian mendekapnya.

Allah SWT kemudian menumbuhkan semacam pohon labu. Pohon itu sangat rindang sehingga dapat dipergunakan untuk berteduh. Cabang-cabang pohon itu diperintahkan-Nya agar dapat menyusui beliau sebagaimana halnya seorang balita.

Kepada Yunus as, Allah mengutus seekor kambing hutan betina yang deras air susunya dan kemudian kambing itu pun mendatangi beliau yang saat itu bagaikan anak burung yang masih kecil. Kambing hitam itu lalu menderum dan mengarahkan puting susunya ke mulut Nabi Yunus as. Beliau pun menyusunya sampai kenyang sebagaimana halnya anak kecil. Jika sudah kenyang beliau pun melepaskannya.

Kambing hutan betina itu berkali-kali datang kepada Nabi Yunus as hingga fisik beliau kembali pulih seperti sediakala, sebelum berada di perut ikan paus.

Beberapa orang melintasi Nabi Yunus dan memberikan pakaian kepada beliau. Suatu hari, ketika beliau sedang tidur, Allah memberikan wahyu kepada matahari agar membakar pohon milik Yunus as dan sang mentari pun menghanguskannya. Terik sang mentari pun menyengat tubuh Nabi Yunus as.

Nabi Yunus as pun berkata, “Tuhanku, Engkau telah menyelamatkan aku dari beberapa kegelapan. Engkau telah memberikan rezeki kepadaku sebatang pohon, di mana pohon itu dulu aku pergunakan untuk berteduh, tetapi sekarang Engkau telah membakarnya. Apakah Engkau telah mengharamkan kepadaku wahai Tuhanku?” Dan Nabi Yunus pun menangislah.

Malaikat Jibril as datang kepadanya seraya berkata, “Hai Yunus, sesungguhnya Allah telah berfirman, ‘Apakah engkau yang telah menanam pohon itu ataukah engkau yang menumbuhkannya?’
Nabi Yunus as menjawab, “Memang bukan aku.”

Jibril lalu berkata, “Engkau menangis ketika engkau mengetahui bahwa Allah telah memberikan pohon itu kepadamu, lalu bagaimana engkau tega mendoakan buruk 120.000 jiwa yang ingin engkau hancurkan?”

Ibnu Abbas berkata, kepada Yunus as, Jibril berkata, “Adakah engkau menangisi sebatang pohon yang telah ditumbuhkan Allah untukmu, dan engkau tidak menangisi seratus ribu jiwa bahkan lebih yang engkau kehendaki kehancuran mereka dalam suatu hari?” Pada saat itulah Nabi Yunus sadar akan dosanya. Beliau kemudian memohon ampun kepada Tuhannya dan Tuhan pun mengampuninya.

Diriwayatkan dari Az Zuhri, “Setelah kondisi fisik Nabi Yunus as kembali normal, beliau pun meninggalkan pohon tempatnya berteduh itu berjalan menyusuri jalan berliku hingga menghantarkan kepada seorang pengrajin guci.

Nabi Yunus bertanya, “Wahai hamba Allah, apakah pekerjaan Anda?”
Pengrajin guci itu menjawab, “Aku membuat guci dan menjualnya. Dari pekerjaan inilah aku mencari rezeki Allah.”

Allah kemudian memberikan wahyu kepada Nabi Yunus as agar mengatakan kepada sang pengrajin guci itu agar memecahkan guci buatannya. Karena mendapatkan firman Allah demikian itu, beliau pun mengatakannya. Si pengrajin guci pun marah seraya berkata, “Anda adalah orang yang jahat, Anda menyuruhku berbuat kerusakan, dan menyuruhku menghancurkan sendiri apa yang telah kubuat dan kuharapkan hasilnya!”

Kemudian Allah memberikan wahyu kepada Nabi Yunus as, “Lihatlah pengrajin guci ini, betapa dia amat marah ketika engkau menyuruhnya menghancurkan guci yang telah dibuatnya. Dan kamu sendiri telah meminta kepada-Ku agar menghancurkan kaummu! Apa yang menjadi keberatanmu memperbaiki kaummu yang berjumlah 120.000 itu?”

Allah SWT berfirman pula, “Maka, sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah – yakni termasuk orang-orang yang mendirikan shalat sebelum datangnya bencana (musibah) atas dirinya – niscaya ia akan tetap tinggal di dalam perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (QS Ash Shaffat:143-144)

Ibnu Abbas berkata, “Barangsiapa mau mengingat Allah dalam keadaan lapang, Allah pun akan selalu mengingatnya dalam keadaan kesempitan dan Allah akan mengabulkan doanya. Dan barangsiapa lupa kepada Allah dalam keadaan lapang dan hanya mengingat-Nya dalam keadaan susah semata, Allah pun tidak akan mengabulkan doanya.”

Allah SWT berfirman, “Dan (ingatlah kisah) Dzun Nuun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al Anbiya’:87)

Allah SWT berfirman pula, “Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS Al Anbiya’: 88)

Maksud firman Allah SWT ini, “Demikian itulah Aku berbuat kepada orang-orang yang saleh jika mereka terjerumus dalam suatu kesalahan. Mereka lalu bertaubat kepada-Ku dan Aku pun menerima taubat mereka.”

Ibnu Abbas berkata, Rasulullah saw pernah bersabda, “Saudaraku Yunus as pernah berdoa dengan doa ini dalam keadaan yang sangat gelap, lalu Allah memberikan keselamatan kepadanya. Oleh karenanya, tidak seorang mukmin pun yang sedang dirundung kesusahan mau berdoa dengan doa ini, kecuali Allah SWT akan menghilangkan kesusahannya. Sesungguhnya doa ini adalah janji Allah, tidak akan diingkari.”

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.