Rabu, 03 Desember 2014

Kisah Rindunya Seekor Ular








kecintaan dan getar hati Abu Bakar. Ketika Rasulullah harus hijrah ke Madinah. Beliau mengajak Sayidina Abu Bakar, orang yang sangat dekat dengan Beliau untuk menjadi pendamping dalam perjalanan menuju ke Madinah. Sayidinia Abu Bakar dengan penuh adab yang bersungguh, kata kuncinya dengan “Penuh Adab yang Bersungguh”, di ajak ke Madinah. Harusnya dari kediaman Beliau berjalannya adalah ke Utara, karena Madinah secara geografis terletak di Utara dari Mekah, tetapi Rasulullah berjalan menuju ke Tenggara

Sayyidina Abu Bakar tidak bertanya, Beliau ikut saja apa yang dibuat oleh Rasulullah, karena di hati Beliau ada “cinta” dan “percaya” dan sesuatu yang tidak lagi perlu tawar-menawar. Rasulullah Al Amin,tidak pernah keluar dari lidah Beliau sesuatu yang tidak patut tidak dipercaya. Pribadinya penuh pancaran kecintaan. Mencintai dan sangat pantas dicintai. Pribadinya begitu rupa menimbulkan kerinduan

Nabi Muhammad berjalan. Sayidina Abu Bakar mengikuti. Ketika akan sampai, 8 km dari arah Masjidil Haram, baru Sayidina Abu Bakar sadar.Mau istirahat ke Gua Tsur, karena sudah mendekati Gunung Tsur.Sebelum Nabi Muhammad memasuki gua, Abu Bakar dengan sigapnya mengecek dan menutup lubang-lubang yang ada di gua guna terhindar dari binatang buas.

 Di dalam gua, mereka sepakat untuk bergantian berjaga. Dalam tidurnya, Muhammad saw melabuhkan kepalanya di pangkuan sang sahabat. Di dalam gua yang dingin dan remang-remang,tiba-tiba seekor ular mendesis keluar dari salah satu lubang yang belum ditutup oleh Abu Bakar.Abu Bakar r.a menatapnya waspada, ingin sekali ia menarik kedua kakinya untuk menjauh dari hewan berbisa ini. Namun, keinginan itu dienyahkannya dari benak, tak ingin ia mengganggu tidur Rasulullah saw. Bagaimana mungkin, ia tega membangunkan kekasih Allah SWT itu.

 Abu Bakar r.a menutup lubang itu dengan salah satu kakinya.lalu ular itu menggigit pergelangan kakinya, tapi kakinya tetap saja tak bergerak sedikitpun Dalam hening, sekujur tubuh Abu Bakar r.a terasa panas, ketika bisa ular menjalar cepat di dalam darahnya. Abu Bakar r.a tak kuasa menahan isak tangis ketika rasa sakit itu tak tertahankan lagi. Tanpa sengaja, air matanya menetes mengenai pipi Rasulullah saw yang tengah berbaring.

Rasulullah saw terbangun dan berkata, “Wahai hamba Allah, apakah engkau menangis karena menyesal mengikuti perjalanan ini?” “Tentu saja tidak, saya ridha dan ikhlas mengikutimu kemana pun,” jawab Abu Bakar r.a. “Lalu mengapakah, engkau meluruhkan air mata?” bertanya Rasulullah saw dengan bersahaja. “Seekor ular, baru saja menggigit saya, wahai Rasulullah saw, dan bisanya menjalar begitu cepat ke dalam tubuhku.

Lalu Nabi Muhammad berbicara kepada ular itu ” Hai Tahu nggak Kamu? Jangankan daging, atau kulit Abu Bakar, rambut Abu Bakar pun haram Kamu makan?”
Dialog Rasulullah dengan Ular itu didengar pula oleh Abu Bakar as-Shidiq, berkat mukjizat Beliau.

 “Ya aku ngerti Kamu, bahkan sejak ribuan tahun yang lalu ketika Allah mengatakan ‘Barang siapa memandang kekasih-Ku, Muhammad, fi ainil mahabbah atau dengan mata kecintaan. Aku anggap cukup untuk menggelar dia ke surga,” kata ular.
  “Ya Rabb, beri aku kesempatan yang begitu cemerlang dan indah. “Aku (ular) ingin memandang wajah kekasih-Mu fi ainal mahabbah,” lanjut ular.

Apa kata Allah?

 “Silakan pergi ke Jabal Tsur, tunggu disana, kekasihKu akan datang pada waktunya,’ jawab Allah.


“Ribuan tahun aku menunggu disini. Aku digodok oleh kerinduan untuk jumpa Engkau, Muhammad. Tapi sekarang ditutup oleh kaki Abu Bakar, maka kugigitlah dia. Aku tidak ada urusan dengan Abu Bakar, aku ingin ketemu Engkau, Wahai Muhammad. “Jawab Ular
“Lihatlah ini. Lihatlah wajahku,” kata Rasulullah.

 Tanpa menunggu waktu, dengan penuh kasih sayang, Rasulullah saw meraih pergelangan kaki Abu Bakar r.a. Dengan mengagungkan nama Allah SWT pencipta semesta, Nabi Muhammad saw mengusap bekas gigitan itu dengan ludahnya. Maha suci Allah SWT, seketika rasa sakit itu hilang tak berbekas.
Gua Tsur kembali ditelan senyap. Kini giliran Abu Bakar r.a yang beristirahat dan Rasulullah saw berjaga. Dan, Abu Bakar r.a menggeleng kuat-kuat ketika Rasulullah saw menawarkan pangkuannya untuk beristirahat. Tak akan rela, dirinya membebani pangkuan penuh berkah itu.

Sabtu, 29 November 2014

Kisah Ulama Dan Kuli Pengangkut Air







SUATU hari, ada seorang kuli pengangkut air yang sehari-harinya senantiasa mengucapkan tahmid dan istighfar. Karena penasaran, Hasan Al-Basri, Sang Penghulu para ulama, melihat hal tersebut dan menanyakan kepada sang kuli pengangkut air  yang saat itu berkunjung ke rumahnya.
“Kalau boleh tahu sejak kapan engkau selalu mengucapkan dua kalimat tersebut?,” tanya Hasan Al-Basri.
“Sudah lama”, jawab sang kuli pengangkut air.
“Kenapa engkau selalu mengucapkan dua kalimat tersebut?,” tanya Hasan Al-Basri.
Sang kuli  menjawab, “Karena kita selalu berada dalam dua keadaan, kala kita mendapatkan nikmat, seperti nikmat Iman, nikmat Islam dan nikmat kesehatan, kita harus bersyukur kepada Allah namun kala kita berada dalam kondisi lalai, banyak melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat dan menimbulkan kemudharatan, kita harus meminta ampun kepada-Nya,” jawab sang kuli.
“Lalu apa faidahnya jika engkau mengucapkan dua kalimat tersebut?,” tanya Hasan Al-Basri lagi.
“Doa-doaku selalu dikabulkan. Tapi ada satu doaku yang belum Allah kabulkan,” katanya.
“Boleh aku tahu doa apa itu?”
“Allah belum mengabulkan doaku untuk bertemu dengan ulama yang sangat ku kagumi.”
“Siapakah ulama itu?”
“Hasan Al-Basri”
Hasan Al-Basri kemudian memeluk sang kuli  dan berkata, “Sekarang Allah telah mengabulkan doamu, akulah Hasan Al-Basri itu.”
Sang kuli pun terkejut dan tidak berhenti mengucap puji syukur karena Allah telah mengabulkan doanya

Jumat, 25 Juli 2014

Kisah 2 Saudara Penyembah Api








Pada zaman Malik bin Dinar ada dua orang bersaudara yang beragama Majusi. Kakaknya telah menyembah api selama 73 tahun, sedangkan adiknya telah menyembah api selama 35 tahun. Lalu adiknya berkata kepada kakaknya.
Adik: “Mari kita mencoba api yang kita sembah-sembah, apakah ia menghormati kita atau membakar kita sebagaimana ia membakar kepada orang yang tidak mau menyembahnya. Jika ternyata api itu menghormati kita maka kita menyembahnya, dan jika tidak maka tidak usah kita sembah.”
Kakak: “Baiklah!” Lalu keduanya menyalakan api.
Adik: “Apakah engkau dulu yang meletakkan tanganmu atau saya?”
Kakak: “ Engkau saja yang mencoba meletakkannya.”
Lalu adiknya meletakkan tangannya di atas api, maka terbakarlah jari-jarinya dan iapun mengeluh seraya berkata “Aduuuh!” sambil melepaskan tangannya dari api, dan mengatakan “Hai api, aku telah menyembahmu selama 35 tahun, tetapi kamu masih menyakiti aku.” Kemudian ia berkata kepada kakaknya.
Adik: “ Kakak kemarilah, mulai sekarang aku akan menyembah Tuhan Allah Yang Maha Esa. Andaikata aku berbuat dosa dan meninggalkan perintah-Nya selama 500 tahun umpamanya, maka Dia tetap berkenan melewatkan siksaannya dari kita, dan mau mengampuni dosa kita karena keta’atan satu jam dan memohon ampun sekali saja.”
Kakak: “ Jika demikian, marilah kita pergi mencari orang yang mau menunjukkan jalan yang benar dan mengajarkan agama Islam kepada kita.”
Maka pendapat keduanya sepakat untuk pergi menjumpai Malik bin Dinar agar beliau menjelaskan agama Islam. Keduanya terus berangkat mendatangi Malik bin Dinar, kebetulan keduanya dapat menjumpai beliau di pertengahan kota Bashrah yang sedang duduk dikerumuni orang banyak, beliau sedang mengajar dan menasehati mereka. Setelah keduanya melihat Malik bin Dinar, maka kakaknya berkata kepada adiknya.
Kakak: “ Terus terang saja aku tidak akan masuk islam. Sebab umurku telah terlampau banyak untuk menyembah api. Jadi kalau aku masuk islam dan kembali kepada agama Islam dan agama Muhammad, maka keluargaku dan tetanggaku pasti akan menegurku. Sedangkan aku lebih mencintai api daripada teguran mereka.”
Adik: ‘Jangan engkau perbuat, sebab teguran mereka benar-benar akan sirna sedangkan api neraka itu selamanya tidak akan sirna.”
Ternyata kakaknya sudah tidak mau memperhatikan saran adiknya.
Adiknya lalu berkata kepada kakaknya : “Silakan engkau tetap dalam kelakuanmu, engkau memang anak orang celaka dan memang orang celaka dan kerusakan dunia akhirat.” Ternyata kakaknya pulang kembali dan tidak mau masuk islam. Akhirnya keduanya berpisah. Adiknya beserta anak-anak dan istrinya lalu datang di majelis orang banyak yang sedang memperhatikan nasehat Malik bin Dinar. Mereka ikut duduk menunggu selesainya Malik bin Dinar mengajar. Seusai beliau mengajar, lalu orang muda tadi berdiri di hadapan Malik bin Dinar sambil menceritakan keadaannya selama menyembah api dan meminta agar beliau memberikan petunjuk-petunjuk agama islam kepadanya beserta anak dan istrinya. Malik bin Dinar memberikan petunjuk-petunjuk agama islam kepadanya. Akhirnya mereka memeluk agama islam. Para manusia yang hadir di situ sama menangis semuanya karena merasa senang dan terharu. Ketika ia akan pulang maka Malik bin Dinar berkata: “Engkau tetap di sini dulu akan saya mintakan derma dari sahabat-sahabatku untuk mencukupi kebutuhanmu sekeluarga.” Maka ia menjawab: “ Aku tidak akan menjual agama dengan harta dunia.” Ia terus pergi ke tempat yang sepi. Kebetulan di situ ada rumah yang baru sekali dibangun, lalu ia tinggal di dalamnya. Pada pagi harinya istrinya berkata pada suaminya.: “Pergilah ke pasar dan carilah pekerjaan. Nanti jika sudah mendapatkan upah untuk membeli sesuatu yang akan kita makan.” Ia lalu pergi ke pasar tetapi tidak ada seorangpun yang memberikan buruhan dan upah kepadanya. Maka iapun berkata pada dirinya, kalau begini aku akan bekerja pada Allah Ta’ala. Ia lalu masuk masjid yang sudah tidak pernah dipergunakan berjamaah, ia terus shalat di dalamnya sampai malam. Kemudian ia pulang ke rumahnya dengan tangan kosong tidak membawa apa-apa. Istrinya bertanya: “ Apakah hari ini engkau tidak memperoleh apa-apa?” Ia menjawab: “Hai istri, hari ini aku bekerja pada seorang raja, tetapi dia belum memberikan sesuatu kepadaku, semoga besok padi dia akan memberi kepadaku.” Jadi semalam mereka kelaparan. Pagi harinya ia pergi lagi ke pasar. Tetapi juga tidak mendapat pekerjaan. Ia terus pergi ke masjid lagi dan melakukan shalat sampai malam karena Allah Ta’ala, kemudian ia pulang ke rumahnya juga dengan tangan kosong tidak membawa apa-apa. Istrinya bertanya kepadanya: “Apakah hari ini engkau juga tidak mendapatkan apa-apa?” Ia menjawab: “ Hari ini aku bekerja kepada seorang raja seperti yang aku kerjakan kemarin, semoga dia akan memberikan upah besuk pagi, yaitu hari jumat.” Jadi anak dan istrinya tetap kelaparan. Setelah pagi yaitu hari jumat ia pergi ke pasar lagi juga tidak memperoleh pekerjaan. Maka ia terus ke masjid itu, lalu shalat dua rakaat, kemudian ia mengangkat tangannya ke langit sambil berdoa: “Wahai Tuhanku, junjunganku dan kekasihku! Engkau benar-benar telah memuliakan aku dengan agama islam dan memakaikan mahkota padaku dengan mahkota islam serta memberikan petunjuk kepadaku dengan mahkota petunjuk. Maka dengan kemuliaan agama yang engkau limpahkan kepadaku, dan demi kemuliaan hari yang penuh berkah lagi mulia dan yang agung pangkatnya di sisi-Mu yaitu hari jumat, aku memohon kepadaMu semoga Engkau berkenan melenyapkan kesibukan belanja keluargaku dari hatiku, dan semoga Engkau berkenan melimpahkan rizki kepadaku yang tidak tersangka-sangka datangnya. Demi Allah, sesungguhnya aku ini malu terhadap keluargaku dan tanggunganku (istri dan anak-anakku) dan aku khawatir terhadap berubahnya tingkah mereka itu karena baru saja memeluk islam.” Kemudian ia berdiri dan sibuk melakukan shalat dan ia shalat dua rakaat. Setelah tiba waktu pertengahan siang, seorang yang masih muda itu keluar untuk berjumatan, dimana anak-anaknya masih dalam keadaan sangat lapar. Setelah ia pergi, tiba-tiba rumahnya didatangai tamu seorang laki-laki seraya mengetuk pintu. Istrinya lalu keluar, ternyata yang mengetuk pintu itu adalah seorang pemuda yang bagus rupanya, tangannya menggenggam uang emas yang dibungkus dengan sapu tangan. Tamu itu lalu berkata pada wanita: Ambillah bungkusan ini dan katakan kepada suamimu bahwa ini adalah upah kerjanya selama dua hari. Dan hendaklah ia menambah pekerjaannya nanti upah juga akan saya tambah, terutama tambahan pekerjaan pada hari jumat ini. Karena sesungguhnya amal sedikit pada hari jumat ini menurut Raja Yang Maha Kuasa dianggap banyak. Wanita itu lalu mengambil bungkusannya, setelah dibuka ternyata berisi uang 1000 (seribu) dinar dan ia hanya mengambil satu dinar, lalu ia bawa kepada tukang real yang beragama Nasrani. Tukang real itu lalu menimbang uangnya, setiap satu mitsqal ternyata bobotnya bertambah dua mitsqal. Setelah ia melihat capnya, ternyata bukan dinar dunia. Jadi tukang real itu tahu bahwa uang dinar itu merupakan hadiah dari akhirat. Maka ia bertanya kepada wanita itu: “ Dari mana engkau mendapatkan dinar ini?” Lalu wanita tadi menceritakan semua ihwal suaminya mulai awal sampai akhir. Setelah ia mendengarkan keterangan wanita tadi, lalu ia berkata kepadanya: “Tunjukkanlah kepadaku tentang islam.” Setelah dijelaskan ia masuk islam dan memberikan uang sebesar 1000 (seribu) dirham kepada wanita seraya berkata: “ Uang 1000 (seribu) dirham ini engkau belanjakan unuk keluargamu, dan jika sudah habis beritahukanlah kepadaku.” Maka setelah lelaki muda suami wanita iu selesai shalat lalu ia pulang dengan tangan kosong, dan ia membuka sapu tangannya dipenuhi dengan debu sambil berkata dalam hatinya: “ kalau nanti istriku bertanya engkau membawa apa, akan kujawab membawa tepung.” Setelah ia sampai di rumahnya, ia melihat lambaran yang sudah disediakan dan berbau makanan. Ia lalu meletakkan sapu tangan didekat pintu agar istrinya tidak tahu. Kemudian ia berkata kepada istrinya tentang kejadian apa yang dilihat di rumah. Maka istrinya menceritakannya secara lengkap. Suaminya terus bersujud syukur kepada Allah Ta’ala. Istrinya bertanya: “Apa yang engkau bawa dalam sapu tangan ini?” Jawabnya: “Tidak perlu anda tanyakan kepadaku.” Istrinya lalu mengambil sapu tangan dan membukanya, maka tiba-tiba debu tadi telah berubah menjadi tepung dengan izin Allah Ta’ala. Maka lelaki muda itu terus bersujud syukur kepada Allah, dan terus tekun beribadah kepada Allah Ta’ala hingga mati.
Al Faqih berkata: Angkatlah kedua tanganmu ke langit dan berdo’alah dengan kemuliaan hari jumat:
Ighfirlanaa dhunuubanaa waksyif’annaa kurbatanaa
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami dan bukakanlah kesempitan kami.”
Orang muda itu ketika berdoa kepada Allah dan memohon syafa’at kepadaNya dengan hak hari jumat, maka hajat kebutuhannya dikabulkan dan diberi rizki oleh Allah dengan tidak tersangka-sngka datangnya. Maka demikian pula kami, apabila kami berdoa pada hari jumat semoga Allah memenuhi kebutuhan kami, karena Dialah Maha Belas Kasihan dan Penyayang dan Tuhan Yang Maha Derma.

Selasa, 08 Juli 2014

Kisah Jibril Menyumpalkan Tanah Ke Mulut Firaun







Al Qur’an telah menyampaikan kepada kita secara panjang lebar tentang Fir’aun, tentang kesombongan dan kelalaiannya, tentang sepak terjang dan perilakunya dalam menghadapi kebenaran. Al Qur’an juga menyampaikan kepada kita tentang turunnya adzab Alloh kepadanya dan bala tentaranya. Manakala turunnya adzab Alloh kepadanya dan bala tentaranya. Manakala Alloh menenggelamkannya lalu membinasakannya, Jibril hadir untuk menyaksikan. Jibril telah memberitahu Rosululloh SAW bahwa pada saat Fir’aun tenggelam dia berkata, “Aku percaya bahwa tidak ada tuhan selain Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil.” Jibril menyumpal mulutnya dengan lumpur laut, sehingga dia tidak bisa berucap kalimat tauhid, karena takut dia meraih rahmat Alloh dan taubatnya diterima.
Apa yang dilakukan oleh Jibril tidak lain karena kebenciannya yang sangat besar terhadap thaghut yang tenggelam dalam kekufuran dan kerusakan ini. Dia memerangi Islam dan memfitnah orang-orang beriman.
Mungkin ada yang berkata, “Apa ruginya Jibril kalau Alloh memberi rahmat kepada Fir’aun dan mengampuninya?” jawabnya adalah bahwa seorang hamba sampai pada keadaan membenci orang-orang zalim dimana dia berdoa kepada Alloh agar taubat mereka tidak diterima dan tidak dimasukkan ke dalam rahmat-Nya. Ini terjadi pada Musa. Dia berdo’a atas Fir’aun dan bala tentaranya agar Alloh mengunci mata hati mereka, sehingga mereka tidak beriman sampai mereka melihat adzab yang pedih. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah member kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (QS. Yunus:88)

Minggu, 06 Juli 2014

Kisah Iblis Menemui Ajal








Abu Laits Samarkandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Afnah bin Qays berkata: Saya pergi ke Madinah ingin bertemu dengan Omar bin Al Khattab RA, tiba-tiba saya bertemu dengan Ka'bul Ahbaar yang menceritakan dalam suatu majlis, "Ketika Adam AS sedang menghadapi saat kewafatan, baginda berkata: "Ya Rabbi, musuhku pasti akan mengejek padaku jika ia melihat aku telah mati, padahal ia diberi hingga hari kiamat".
Maka di jawab Allah SWT: "Hai Adam, kamu langsung menuju ke syurga, sedang si celaka (iblis) ditunda hingga hari kiamat supaya merasakan sakit maut, sebanyak makhluk yang pertama hingga yang terakhir". Lalu nabi Adam AS pun bertanya kepada malaikat Izrail: "Sebutkan kepadaku bagaimana rasa pedihnya maut". Sesudah diterangkan oleh malaikat Izrail, nabi Adam AS pun berkata: "Tuhanku, cukup!! cukup!!"
Maka gemuruhlah suara para hadirin berkata: "Hai Abul Ishaq, ceritakan pada kami, bagaimanakah ia merasakan maut, pada mulanya Ka'abul Ahbaar menolak, tetapi kerana didesak, maka ia berkata: "Jika dunia sudah akhir dan hampir ditiup sangkakala, sedang orang ramai di pasar sedang sibuk bertengkar dan berdagang, tiba-tiba terdengarlah suarayang sangat keras di langit, sehingga separuh penduduk bumi pengsan kerananya selama tiga hari.
Bagi mereka yang tidak pengsan bingung bagaikan kambing ketakutan. Dalam keadaan hirik pikuk sedemikian, maka terdengarlah lagi satu suara gemuruh bagaikan suara halilintar yang sangat keras bunyinya, maka tidak seorangpun melainkan mati kerananya dan kesemua manusia, jin, binatang, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain makhluk mati, maka tiba giliran iblis laknatullah pula untuk merasainya.
Maka Allah SWT pun memerintahkan malaikat Izrail: "Aku telah menjadikan padamu pembantu sebanyak orang yang pertama hingga yang terakhir dan Aku telah memberikan kekuatan penduduk langit dan bumi dan kini Aku pakaikan kepadamu pakaian murka dan kemarahan, maka turunlah dengan membawa murka dan kemarahanKu kepada si celaka dan terkutuk iblis. Maka rasakan kepadanyakepedihan maut yang telah dirasakan oleh orang yang terdahulu hingga terakhir dari jin dan manusia, berlipat-lipat ganda, dan hendaknya kamu membawa tujuh puluh ribu malaikat yang kesemuanya penuh rasa murka dan kecemasan, dan tiap malaikat Zabaniyah membawa rantai dari neraka Ladha, dan cabutlah dengan tujuh puluh ribu bantolan dari neraka Ladha, dan beritakan pada malaikat Malik supaya membuka pintu-pintu neraka".


Maka turunlah malaikat Izrail dengan bentuk yang sangat mengerikan, sehingga andai kata seluruh penduduk langit dan bumi dapat melihat bentuk yang mengerikan itu niscaya akan cair kesemuanya kerana tersangat ngeri akan keadaan bentuknya, maka apabila sampai kepada iblis laknatullah dan dibentaknya sekali sahaja, langsung ia pengsan dan berdengkur dan andaikan dengkur itu dapat didengari oleh penduduk timurhingga barat, niscaya pengsanlah kesemuanya.
Setelah sedar iblis laknatullah, lalu malaikat Izrail pun membentak iblis laknatullah sekali lagi: "Berhentilah hai penjahat!!!, kini aku rasakan padamu kepedihan maut sebagaimana dirasakan oleh banyaknya hitungan orang yang telah engkau sesatkan dalam beberapa abad yang engkau hidup, dan hari inilah hari yang ditentukan oleh Tuhan bagimu, maka ke manakah engkau akan lari!!"
Maka larilah iblis laknatullah lari ketakutan ke hujung timur, tiba-tiba malaikat Izrail muncul di hadapannya. Lalu iblis laknatullah pun menyelam ke dalam laut, namun malaikat Izrail tetap muncul di hadapannya, lantas ia dilemparkan oleh laut, maka ia berlari keliling bumi, namun tetap tidak ada tempat untuknya berlindung. Kemudian iblis laknatullah berdiri di tengah dunia di kubur nabi Adam AS sambil berkata: "keranamu aku telah menjadi celaka, duhai sekiranya aku tidak dijadikan". Lalu ia bertanya pada malaikat Izrail: "Minuman apakah yang akan kau berikan padaku dan dengan siksa apakah yang akan kau timpakan kepadaku?"
Malaikat Izrail pun menjawab: "Dengan minuman dari dari neraka Ladha dan serupa dengan siksa ahli neraka dan berlipat-lipat ganda", maka bergulingan iblis laknatullah di tanah sambil menjerit sekeras suaranya, kemudian berlari ketakutan dari barat ke timur dan patah balik dari timur ke barat dan sampai ke tempat mula-mula ia diturunkan ke muka bumi ini.
Maka malaikat Zabaniyah AS pun menghadang iblis laknatullah dengan bantolan-bantolan dari neraka Ladha. Bumi ini bagaikan bara api, sedang iblis laknatullah dikerumuni oleh malaikat Zabaniyah dan menikamnya dengan bantolan-bantolan dari neraka itu.
Tatkala iblis laknatullah mula merasai sakratul maut maka dipanggil nabi Adam AS dan Siti Hawa untuk melihat keadaan iblis laknatullah itu, maka bangkitlah keduanya untuk menyaksikannya. Sesudah melihat, maka keduanya berdoa: "Ya Tuhan kami, sungguh engkau telah menyempurnakan nikmatMu pada kami".
Wallahu'alam.

Jumat, 04 Juli 2014

Kisah Kurma Dan Labu








Di suatu musim panas Nashruddin Hoja pergi ke suatu desa dengan mengendarai keledainya. Karena lelah ia berhenti dan bernaung di bawah sebatang pohon korma dan mengikatkan keledainya pada batang pohon korma yang lain. Di keteduhan pohon korma itu Nashruddin duduk-duduk santai,  dan sambil beristirahat ia  mengeringkan keringatnya yang bercucuran akibat cuaca yang cukup panas. Dan dalam pada itulah ia melihat rerimbunan pohon labu yang tumbuh subur di sekitar batang-batang korma tersebut. Dengan hati yang takjub Nashruddin merenung keadaan dua macam tetumbuhan yang berbeda tersebut. Nashruddin berkata dalam hatinya: “Subhanallah, wahai Tuhanku mengapa Engkau menciptakan batang pohon labu yang buahnya besar-besar ini hanya  seukuran benang yang kasar, sedangkan korma yang kecil-kecil Engkau berikan batang yang besarnya kadang-kadang lebih dari sepelukkanku.”

Baru saja Nashruddin membathin dengan hatinya, tiba-tiba beberapa butir korma yang sudah tua jatuh menimpa kepalanya. Nashruddin terkejut lalu melepas surbannya dan meraba kepalanya yang setengah botak. Kemudian buru-buru ia beristigfar dan berkata: “Ya Allah, sungguh aku bertaubat kepadamu dan tidak akan turut campur lagi dalam uruusan-Mu menciptakan alam semesta ini. Segala yang engkau ciptakan tentulah mengandung hikmah dan rahasia yang besar, dan itu hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang mengalaminya. Andai saja buah-buah korma itu sebesar labu yang Engkau ciptakan, maka pastilah kepalaku remuk dan akupun mati dalam kebodohan.”  Kemudian Nashruddin buru-buru melanjutkan perjalanannya.

Kisah Tetangga Pengganggu







Suatu ketika Syaikh Malik bin Dinar menyewa rumah dari seorang Yahudi. Setelah Malik pindah ke rumah sewanya, si Yahudi memindahkan kamar mandi dan wc-nya ke sebelah dinding tempat tinggal Malik bin Dinar, padahal dinding pemisah antara keduanya sudah rapuh dan banyak yang berlubang. Keadaan itu membuat air bekas mandi dan air najis dari rumah Yahudi itu membasahi ruang rumah  Malik bin Dinar, bahkan membasahi mihrab tempat sholatnya Malik. Si Yahudi memang sengaja melakukan hal itu, agar Malik terganggu sehingga sebelum habis masanya Malik sudah pindah dari rumah yang ia sewakan kepada Malik. Akan tetapi Malik sedikitpun tidak marah, bahkan dengan senang hati setiap hari dan setiap saat ia bersihkan semua kotoran yang masuk ke ruangan rumahnya tersebut. Dan tak pernah sepatah katapun ia ucapkan kepada si Yahudi tentang perkara itu.


Lama-kelamaan si Yahudi itu yang merasa kesal dengan kesabaran Malik bin Dinar, hingga suatu hari ia datang menemui Malik dan berkata: “Hai Malik, apakah yang membuatmu sabar sedemikian rupa terhadap gangguan-gangguan yang kuberikan kepadamu.”

Sambil tersenyum Malik menjawab: “Karena engkau tetanggaku, sedangkan junjungan kami, Baginda Muhammad Rasulullah SAW telah bersabda, bahwa Malaikat Jibril selalu datang dan tak putus-putusnya berwasiat kepada beliau tentang halnya berbaik-baik dengan tetangga, sampai-sampai beliau pernah berpikir bahwa tetangga itu berhak memperoleh warisan. Dan selaku umat beliau, tentu saja saya harus menunaikan apa yang telah beliau amanahkan.”

Mendengar itu si Yahudi terdiam, ia lalu meminta maaf kepada Malik bin Dinar dan langsung menyatakan dirinya masuk Islam. Dan dengan bimbingan Malik bin Dinar, si Yahudi pun menjadi seorang muslim yang baik dan ta’at. Wallahua’lam.

Petani Dan Gandumnya








Alkisah, ada seorang petani yang berniat menjual sekarung gandum ke pasar. Ketika karung tersebut dimuatkan ke atas untanya, karung itu selalu terjatuh.  Setelah berpikir keras, lalu di-isinya sebuah karung yang lain dengan pasir untuk penyeimbang sekarung gandum yang akan dijualnya. Petani itu merasa bahagia lantaran telah menemukan sesuatu sebagai jalan keluarnya. Dengan sekarung gandum dan sekarung pasir itulah ia berangkat ke pasar.
Ditengah perjalanan ia bertemu dengan seseorang yang tampak miskin, bertubuh kurus, berpakaian lusuh dan tidak pula bersepatu. Kemudian secara bersamaan mereka duduk untuk beristirahat. Dalam percakapannya dengan orang tersebut si petani mengetahui, bahwa sesungguhnya orang itu adalah orang yang pintar dan bijak. Orang itu banyak mengetahui persoalan-persoalan yang ada. Ia juga mengenal tokoh-tokoh kenamaan dinegeri itu. Memiliki gagasan-gagasan besar dan brilliant. Si petani sangat kagum padanya. Orang miskin  itu kemudian bertanya kepada si petani tentang barang bawaannya dan tentu saja petani itu menjawab apa adanya. Kemudian orang itu berkata kepada si petani: “Mengapa tak kau bagi saja gandum itu menjadi dua karung ?. Bukankah dengan cara demikian kau tak perlu membawa pasir dengan sia-sia ?.”
Mendengar saran itu, si petani semakin kagum dengan orang tersebut, sebab ia tak pernah berpikir sejauh itu. Akan tetapi sejenak petani itu sadar akan keadaan yang sesungguhnya dari orang miskin itu , petani itu bertanya: “Apakah dengan kepintaran dan pengetahuan yang kau miliki itu engkau punya pekerjaan tetap ?” Orang itu menggeleng dan menjelaskan, bahwa kepintarannya itu telah memberinya sakit kepala dan khayalan-khayalan hampa.
Demi mendengar penuturan itu kekaguman si petani berubah menjadi kekesalan. Ia berkata kepada orang tersebut: “Pergilah menjauh dariku, karena betapapun ketololanku, aku telah mendapatkan hidup dan kehidupan darinya. Sedangkan engkau, apa yang telah kau perbuat dengan kepintaranmu ?”

Kisah Binatang Yang Mengunjungi Nabi Adam








Ketika Nabi Adam a.s diturunkan Allah SWT ke bumi, maka beliau di kunjungi oleh kumpulan hewan-hewan yang buas di bumi. Hewan-hewan tersebut datang secara bergiliran dan memberi salam penghormatan kepada Nabi Adam a.s, dan setelah beliau menjawab salam para binatang itu, Nabi Adam a.s juga mendo’akan hewan-hewan tersebut dengan kepantasan yang berhak diterima oleh para hewan tersebut.
Setelah usai hewan-hewan yang  buas datang berkunjung, maka datanglah sekelompok kijang. Dan sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Adam a.s kepada hewan sebelumnya, maka beliau juga mendo’akan kijang-kijang tesebut sambil mengusap-usap punggung si kijang. Dan dengan izin Allah yang mengabulkan  do’a Nabi Adam tersebut keluarlah bau harum seperti aromanya misik dari badan kijang-kijag tersebut.
Keesokannya ketika beberapa jenis binatang lainnya  berjumpa dengan si kijang, mereka bertanya: “Wahai para kijang, mengapa punggung kalian mengeluarkan aroma misik ?.”  Kijang menjawab: “Kami telah mengunjungi Nabi Adam a.s, beliau mendo’akan kami sambil mengusap-usap punggung kami. Ternyata setelah itu keluarlah aroma misik ini.”  
Mendengar penuturan itu, maka para binatang tersebut lalu mengunjungi Nabi Adam a.s, dan mereka meminta agar Nabi Adam mendo’akan mereka seperti yang telah beliau lakukan kepada kijang-kijang tersebut. Namun setelah dido’akan dan diusap punggungnya, apa yang mereka harapkan ternyata tidak terkabul. Tak ada aroma misik yang mereka inginkan. Lalu mereka bergegas menjumpai si kijang dan berkata: “Kami telah bertemu dengan Nabi Adam dan beliau telah mendo’akan dan mengusap punggung kami, tetapi ternyata kami tak mendapatkan aroma misik tersebut.” Lalu kijang berkata: “Sesungguhnya kami berkunjung kepada Nabi Adam adalah karena ingin bersilaturahmi sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT, sedangkan kalian berkunjung hanya karena ingin mendapatkan aroma misik. Oleh sebab itulah mungkin Allah tidak berkenan mengabulkan keinginan kalian.”

Kamis, 03 Juli 2014

Kisah Ditiupnya Sangkakala









Malaikat Isrofil mempunyai empat sayap, satu sayap di Masyrik, satu sayap di Maghrib, satu sayap menutupinya, dan satu sayap yang digunakan menutupi sesuatu olehnya. Kepala dan wajahnya sangat pucat lantaran takut pada Allah Swt, selalu menyungkurkan kepalanya dengan memandang Arsy, salah satu tiang Arsy pada pundak Isrofil, dan tidaklah dia kuat menanggung Arsy kecuali dengan takdir Allah Swt. Karena sesungguhnya dia itu kecil lantaran takutnya pada Allah Swt, seakan bagai burung sejoli. Apabila Allah hendak menentukan sesuatu pada Lauh maka dibukalah penutup pada wajahnya dan dia perhatikan apa yang ditakdirkan Allah Swt dari ketentuan dan perkara. Dan tidak ada bagi malaikat yang tempatnya dekat Arsy kecuali Isrofil dengan jarak antara tujuh hijab. Jarak antara hijab yang satu dengan yang lain sekitar perjalanan 500 tahun. Jarak antara Jibril dan Isrofil terdiri dari 70 hijab.
Telah diletakkan sangkakala pada pahanya sebelah kanan, sedang kepala sangkakala itu pada mulutnya. Dia selalu memperhatikan perintah Allah Swt, kapan datangnya, jika telah tiba ditiuplah sangkakala itu dan apabila telah cukup usia dunia maka mendekatlah sangkakala itu pada wajah Isrofil, lalu Ia kumpulkan sayap-sayapnya yang empat itu dan ditiuplah sangkakala itu.
Abu Hurairah bertanya kepada Nabi Saw,"Apakah sangkakala itu Ya Rasulullah?"
Baginda Rasulullah Saw bersabda,"Sangkakala itu seperti tanduk yang sangat besar dari cahaya, Demi zat Allah yang mengutus saya dengan sebenarnya sebagai Nabi, besar dari tiap-tiap lubang bulatannya sebesar langit dan bumi."
Allah Swt menjadikan sangkakala yang mempunyai empat cabang, satu cabang di Maghrib, satu cabang di Masyrik, satu cabang dibawah bumi ketujuh yang paling bawah, dan satu cabang diatas langit ketujuh yang paling atas. Dan di dalam sangkakala tersebut terdapat pintu-pintu sejumlah ruh-ruh dan tersapat pula tujuh puluh rumah. Satu rumah terdapat ruh-ruh para Nabi, satu rumah terdapat ruh-ruh para malaikat, satu rumah terdapat ruh-ruh para jin, satu rumah terdapat ruh-ruh hewan-hewan melata seperti semut dan lain-lain sampai genap tujuh puluh rumah dengan tujuh puluh jenis makhluk. 
Sangkakala akan ditiup Tiga kali yaitu tiupan kejutan yang menakutkan, tiupan kematian, dan tiupan kebangkitan. Allah Swt menyuruh Malaikat Isrofil dengan tiupan pertama, maka terkejutlah dan takutlah orang-orang di langit dan di bumi.
Hudzaifah bertanya kepada Rasulullah Saw,"Wahai Rasulullah, bagaimana keadaan makhluk ketika sangkakala ditiup?"
Rasulullah Saw bersabda,"Wahai Hudzaifah, demi zat yang diriku dalam kekuasaan-Nya. Disaat sangkakala ditiup tibalah hari kiamat, seseorang telah mengangkat sesuap nasi untuk dimakan tetapi tidak dimakannya, dan pakaian berada dimukanya tetapi tidak dikenakannya, sedangkan gelas terdapat dimulutnya tetapi tidak diminumnya."


Ketika sangkakala ditup sampailah getarannya pada semua penghuni langit dan bumi, maka berjalanlah dan bergeraklah langit, bergoncanglah bumi bagaikan perahu diatas air, setan-setan jadi kebingungan, bintang-bintang berjatuhan pada mereka, matahari terbelah dan langit pecah diatas kepala mereka. Tiap-tiap wanita yang sedang menyusui lupa kepada anak yang sedang disusuinya, tiap-tiap wanita yang mengandung, maka keguguranlah kandungannya, dan semua anak-anak menjadi tua (dewasa), maka mereka ditempatkan sesuai dengan kehendak Allah Swt, dan manusia pada waktu itu dalam keadaan lupa. Keadaan yang demikian ini terjadi hingga 40 hari. Firman Allah Swt,"Sesungguhnya goncangan pada hari kiamat adalah kejadian yang besar."  
Kemudian Allah menyuruh Malaikat Isrofil supaya meniupkan tiupan kematian. Maka Ia melakukan tiupan itu, maka matilah semua mahkluk yang di langit dan di bumi kecuali yang dikehendaki Allah yaitu, Malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, dan delapan Malaikat penyangga Arasy 
Maka Allah memerintahkan malaikat Izrail untuk mencabut nyawa mereka semua, dan dia pun melaksanakannya. lalu Allah memerintah malaikat maut untuk mencabut nyawanya sendiri, dan dia pun melakukannya. Sehingga tidak ada satu makhluk pun yang tertinggal, dan bumi rusak selama 40 tahun.
Maka Allah berfirman,"Hai dunia yang hina dina, dimanakah para raja? Dimanakah anak-anak raja? Dimanakah para penguasa yang sombong? Dan dimanakah orang-orang yang menerima pemberianku tetapi mereka menyembah selain Aku? Milik siapakah kerajaan pada hari ini?"
Tidak ada satu makhluk pun yang menjawab, maka Dia (Allah) yang menjawab untuk dirinya sendiri melalui firmannya,"Kepunyaan Allah Yang Maha Perkasa."
Kemudian Allah mengirimkan angin Fakim, yang pernah dikirim kepada kaum 'Ad, yang kekuatannya hanya kira-kira sebesar lubang jarum. Maka tidak ada sesuatu pun di atas bumi yang tertinggal, semuanya hancur lebur dibuatnya, sampai menjadi ratalah semua permukaan bumi. Sebagaimana firman Allah,"Tidak akan engkau temui di bumi bagian yang rendah dan tinggi." 
Lalu Allah menyuruh langit agar menghujankan air, maka langit pun menurunkan hujan, sehingga air itu sampai di atas segala sesuatu setinggi 12 dzira' kaki.
Dengan demikian tumbuhlah makhluk seperti pohon kubis, sehingga menjadi sempurnalah kembali jasad mereka dan menjadi seperti semula (menjadi manusia kembali). Kemudian Allah menghidupkan para malaikat penyangga Arasy, Israfil, Mikail, Izrail, dan malaikat Jibril, yang semuanya hidup kembali dengan izin Allah Swt.
Lalu terjadilah tiupan ketiga, yaitu tiupan kebangkitan... 

Kisah Kubah Dasar Laut








Pada suatu hari Nabi Allah Sulaiman telah menerima wahyu daripada Allah supaya pergi ke tepi pantai untuk menyaksikan suatu benda yang ajaib yang akan ditunjukkan kepada Nabi Sulaiman. Setelah bersiap sedia, Nabi Sulaiman berangkat ke tepi pantai yang di nyatakan di dalam wahyu. Baginda di iringi oleh kaum jin, manusia dan binatang.

Setibanya di pantai, Nabi Sulaiman terus mengintai-ngintai untuk mencari sesuatu seperti yang dikatakan oleh Allah. Setelah lama mencari ,baginda belum lagi menjumpai apa-apa. Kata salah seorang daripada mereka “Mungkin salah tempat”. Tetapi baginda menjawab “Tidak, di sinilah tempatnya”. Nabi Sulaiman mengarahkan Jin Ifrit supaya menyelam ke dalam laut untuk meninjau apa-apa yang pelik atau ajaib. Jin Ifrit menyelam agak lama juga barulah ia kembali kepada Nabi Sulaiman dan memaklumkan bahwa dia tidak menjumpai apa-apa benda yang ajaib. Tanya Nabi Sulaiman “Apakah kamu menyelam sehingga dasar laut” Jawab Jin Ifrit “Tidak”. Nabi Sulaiman pun mengarahkan Jin Ifrit yang kedua supaya menyelam sehingga ke dasar laut. Setelah puas menyelam dan mencari benda-benda yang di katakan oleh Nabi Sulaiman, Jin Ifrit yang kedua juga tidak menjumpai apa-apa yang ajaib dan ia melaporkan kepada Nabi Sulaiman.
Perdana Menterinya yang bernama Asif bin Barkhiya telah berbisik ke telinga Nabi Sulaiman dan memohon kebenaran untuk menolongnya. Setelah mendapat izin Nabi Sulaiman, dia membaca sesuatu dan terus menyelam ke dalam laut. Tidak lama kemudian Asif menjumpai sebuah kubah yang sangat cantik. Kubah tersebut mempunyai empat penjuru, setiap penjuru mempunyai pintu. Pintu pertama diperbuat daripada mutiara, pintu kedua diperbuat daripada zamrud berwarna merah, pintu ketiga diperbuat daripada jauhar dan pintu keempat diperbuat daripada zabarjad. Pintu-pintu tersebut terbuka luas, tetapi yang peliknya air tidak masuk ke dalam kubah tersebut walaupun pintunya terbuka luas.  Dengan kuasa yang diberikan oleh Allah, Asif dapat membawa kubah tersebut naik ke darat dan diletakkan di hadapan Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman melihat kubah tersebut dengan penuh takjub di atas kebesaran Allah. Baginda berangkat untuk melihat kubah tersebut, setelah menjenguk ke dalam di dapati ada seorang pemuda berada di dalamnya. Pemuda tersebut masih belum sedar walaupun kubahnya telah diangkat ke darat kerana asyik bermunajat kepada Allah. Nabi Sulaiman memberi salam kepada pemuda tersebut. Pemuda tersebut menyambut salam dengan perasaan terkejutnya apabila melihat orang ramai sedang berada di situ. Nabi Sulaiman memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu bahawa beliau adalah Nabi Allah Sulaiman. Pemuda itu bertanya “Dari manakan mereka ini dan bagaimana mereka datang?”. Pemuda itu merasa hairan dan setelah menjenguk keluar dia mendapati bahawa kubahnya telah berada di darat. Nabi Sulaiman memberitahu pemuda itu bahawa mereka datang karana diperintahkan oleh Allah untuk melihat keajaiban yang dikurniakan Allah kepadanya.
Setelah mendapat izin dari pemuda itu Nabi Sulaiman meninjau ke dalamnya untuk melihat benda yang ajaib yang dihiasi di dalamnya. Keindahan yang terdapat di dalam kubah itu sungguh menakjubkan. Nabi Sulaiman bertanya kepada pemuda tersebut bagaimana dia boleh berada di dalam kubah ini yang terletak di dasar laut. Pemuda tersebut menceritakan bahawa dia telah berkhidmat kepada kedua ibu bapanya selama 70 tahun. Bapanya seorang yang lumpuh manakala ibunya pula seorang yang buta. Suatu hari ketika ibunya hendak meninggal dunia, ibunya memanggilnya dan memaklumkan bahawa ibunya telah rela di atas khidmat yang diberikan olehnya. Ibunya berdoa kepada Allah supaya anaknya dipanjangkan umur dan sentiasa taat kepada Allah. Setelah ibunya meninggal dunia, tidak lama kemudian bapanya pula meninggal dunia. Sebelum bapanya meninggal dunia, bapanya juga telah memanggilnya dan memaklumkan bahawa dia juga telah rela di atas khidmat yang diberikan olehnya. Bapanya telah berdoa sebelum meninggal dunia supaya anaknya di letakkan di suatu tempat yang tidak dapat diganggu oleh syaitan.
Doa kedua dua orang tuanya telah dimakbulkan oleh Allah. Pada suatu hari ketika pemuda tersebut bersiar-siar di tepi pantai ia terlihat sebuah kubah yang sedang terapung-apung di tepi pantai. Ketika pemuda tadi menghampiri kubah tersebut .
Ada suara menyeru supaya pemuda itu masuk ke dalam kubah tersebut. Sebaik sahaja ia masuk kubah dan meninjau di dalamnya tiba-tiba ia bergerak dengan pantas dan tenggelam ke dasar laut. Tidak lama kemudian muncul satu lembaga seraya memperkenalkan bahawa dia adalah malaikat yang di utuskan Allah. Malaikat itu memaklumkan bahawa kubah itu adalah kurniaan Allah kerana khidmatnya kepada orang tuannya dan beliau boleh tinggal di dalamnya selama mana dia suka, segala makan dan minum akan dihidangkan pada bila-bila masa ia memerlukannya. Malaikat itu memaklumkan bahawa dia diperintahkan Allah untuk membawa kubah tersebut ke dasar laut. Semenjak dari itu pemuda tersebut terus bermunajat kepada Allah sehingga hari ini.
Nabi Sulaiman bertanya kepada pemuda itu “Berapa lamakah kamu berada di dalam kubah ini” Pemuda itu menjawab “Saya tidak menghitungnya tetapi mulai memasukinya semasa pemerintahan Nabi Allah Ibrahim a.s lagi”. Nabi Sulaiman menghitung “. Ini bermakna kamu telah berada di dalam kubah ini selama dua ribu empat ratus tahun”. Nabi Sulaiman berkata “Rupa mu tidak berubah malah sentiasa muda walaupun sudah dua ribu empat ratus tahun lamanya”. Nabi Sulaiman bertanya pemuda itu apakah dia mahu pulang bersamanya”. Jawab pemuda tadi “Nikmat apa lagi yang harus aku pinta selain daripada nikmat yang dikurniakan oleh Allah kepada ku ini”. Nabi Sulaiman bertanya”Adakah kamu ingin pulang ke tempat asal mu” Jawab pemuda itu “Ya, silalah hantar aku ke tempat asalku”. Nasi Sulaiman pun memerintahkan Perdana Menterinya membawa kubah tersebut ke tempat asalnya.
Setelah kubah tersebut diletakkan ke tempat asal, Nabi Sulaiman berkata kepada kaumnya “Kamu semua telah melihat keajaiban yang dikurniakan oleh Allah. Lihatlah betapa besar balasan yang Allah berikan kepada orang yang taat kepada orang tuanya dan betapa seksanya orang yang menderhaka kepada kedua ibu bapanya”. Nabi Sulaiman pun berangkat pulang ke tempatnya dan bersyukur kepada Allah Taala kerana telah memberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan perkara yang ajaib.

Selasa, 24 Juni 2014

Cinta Seorang Pengembala








Pada zaman dahulu, hidup seorang gembala yang bersemangat bebas. la tidak punya uang dan tidak punya keinginan untuk memilikinya. Yang ia miliki hanyalah hati yang lembut dan penuh keikhlasan; hati yang berdetak dengan kecintaan kepada Tuhan.

Sepanjang hari, ia menggembalakan ternaknya melewati lembah dan ladang melagukan jeritan hatinya kepada Tuhan yang dicintainya, "Duhai Pangeran tercinta, di manakah Engkau, supaya aku dapat persembahkan seluruh hidupku kepada-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menghambakan diriku pada-Mu? Wahai Tuhan, untuk-Mu aku hidup dan bernapas. Karena berkat-Mu aku hidup. Aku ingin mengorbankan domba-Ku ke hadapan kemuliaan-Mu."

Suatu hari, Nabi Musa melewati padang gembalaan tersebut. la memperhatikan sang Gembala yang sedang duduk di tengah ternaknya dengan kepala yang mendongak ke langit. Sang gembala menyapa Tuhan, "Ah, di manakah Engkau, supaya aku dapat menjahit baju-Mu, memperbaiki kasur-Mu, dan mempersiapkan ranjang-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat menyisir rambut-Mu dan mencium kaki-Mu? Di manakah Engkau, supaya aku dapat mengilapkan sepatu-Mu dan membawakan air susu untuk minuman-Mu?"

Musa mendekati gembala itu dan bertanya, "Dengan siapa kamu berbicara?"

Gembala menjawab, "Dengan Dia yang telah menciptakan kita. Dengan Dia yang menjadi Tuhan yang menguasai siang dan malam, Bumi dan langit."

Nabi Musa murka mendengar jawaban gembala itu, "Betapa beraninya kamu bicara kepada Tuhan seperti itu! Apa yang kamu ucapkan adalah kekafiran. Kamu harus menyumbat mulutmu dengan kapas supaya kamu dapat mengendalikan lidahmu. Atau paling tidak, orang yang mendengarmu tidak menjadi marah dan tersinggung dengan kata-katamu yang telah meracuni seluruh angkasa ini. Kau harus berhenti bicara seperti itu sekarang juga karena nanti Tuhan akan menghukum seluruh penduduk bumi ini akibat dosa-dosamu!"

Sang Gembala segera bangkit setelah mengetahui bahwa yang mengajaknya bicara adalah seorang nabi. Ia bergetar ketakutan.

Dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya, ia mendengarkan Nabi Musa yang terus berkata, "Apakah Tuhan adalah seorang manusia biasa sehingga Ia harus memakai sepatu dan alas kaki? Apakah Tuhan seorang anak kecil yang memerlukan susu supaya Ia tumbuh besar? Tentu saja tidak. Tuhan Maha sempurna di dalam diri-Nya. Tuhan tidak memerlukan siapa pun. Dengan berbicara kepada Tuhan seperti yang telah engkau lakukan, engkau bukan saja telah merendahkan dirimu, tetapi kau juga merendahkan seluruh ciptaan Tuhan. Kau tidak lain dari seorang penghujat agama. Ayo, pergi dan minta maaf, kalau kau masih memiliki otak yang sehat!"

Gembala yang sederhana itu tidak mengerti bahwa apa yang dia sampaikan kepada Tuhan adalah kata-kata yang kasar. Dia juga takmengerti mengapa nabi yang mulia telah memanggilnya sebagai seorang musuh, tetapi ia tahu betul bahwa seorang nabi pastilah lebih mengetahui daripada siapa pun. Ia hampir tak dapat menahan tangisannya.

Ia berkata kepada Musa, "Kau telah menyalakan api di dalam jiwaku. Sejak ini, aku berjanji akan menutup mulutku untuk selamanya." Dengan keluhan yang panjang, ia berangkat meninggalkan ternaknya menuju padang pasir.

Dengan perasaan bahagia karena telah meluruskan jiwa yang tersesat, Musa melanjutkan perjalanannya menuju kota. Tiba-tiba, Allah Yang Mahakuasa menegurnya, "Mengapa engkau berdiri di antara Kami dengan kekasih Kami yang setia? Mengapa engkau pisahkan pecinta dari yang dicintai-nya? Kami telah mengutus engkau supaya engkau dapat menggabungkan kekasih dengan kekasihnya, bukan memisahkan ikatan di antaranya."

Musa mendengarkan kata-kata langit itu dengan penuh kerendahan dan rasa takut.

Tuhan berfirman, "Kami tidak menciptakan dunia supaya Kami memperoleh keuntungan darinya. Seluruh makhluk diciptakan untuk kepentingan makhluk itu sendiri. Kami tidak memerlukan pujian atau sanjungan. Kami tidak memerlukan ibadah atau pengabdian. Orang-orang yang beribadah itulah yang mengambil keuntungan dari ibadah yang mereka lakukan. Ingatlah, bahwa di dalam cinta, kata-kata hanyalah bungkus luar yang tidak memiliki makna apa-apa. Kami tidak memperhatikan keindahan kata-kata atau komposisi kalimat. Yang Kami perhatikan adalah lubuk hati yang paling dalam dari orang itu. Dengan cara itulah Kami mengetahui ketulusan makhluk Kami walaupun kata-kata mereka bukan kata-kata yang indah. Buat mereka yang dibakar dengan api cinta, kata-kata tidak mempunyai makna."

Suara dari langit selanjutnya berkata, "Mereka yang ter-ikat dengan basa-basi bukanlah mereka yang terikat dengan cinta dan umatyang beragama bukanlah umatyang mengikuti cinta karena cinta tidak mempunyai agama selain kekasihnya sendiri." Tuhan kemudian mengajarinya rahasia cinta.

Setelah memperoleh pelajaran itu, Nabi Musa mengerti kesalahannya. Sang Nabi pun merasa menderita penyesalan yang luar biasa. Dengan segera, ia berlari mencari gembala itu untuk meminta maaf. Berhari-hari, ia berkelana di padang rumput dan gurun pasir, menanyakan orang-orang apakah mereka mengetahui pengggembala yang dicarinya.

Setiap orang yang ditanyainya menunjuk arah yang berbeda. Hampir, ia kehilangan harapan, tetapi akhirnya Allah Swt. mempertemukannya dengan gembala itu. Ia tengah duduk di dekat mata air. Pakaiannya compang-camping, rambutnya kusut masai. Ia berada di tengah tafakur yang dalam sehingga ia tidak memperhatikan Musa yang telah menunggunya cukup lama.

Akhirnya, gembala itu mengangkat kepalanya dan melihat Nabi Musa.

Musa berkata, "Aku punya pesan penting untukmu. Tuhan telah berfirman kepadaku bahwa tidak diperlukan kata-kata yang indah bila kita ingin berbicara kepada-Nya. Kamu bebas berbicara kepada-Nya dengan cara apa pun yang kamu sukai, dengan kata-kata apa pun yang kamu pilih. Apa yang aku duga sebagai kekafiranmu ternyata adalah ungkapan dari keimanan dan kecintaan yang menyelamatkan dunia."

Sang Gembala hanya menjawab sederhana, "Aku sudah melewati tahap kata-kata dan kalimat. Hatiku sekarang dipenuhi dengan kehadiran-Nya. Aku takdapat menjelaskan keadaanku padamu dan kata-kata pun tak dapat melukiskan pengalaman ruhani yang ada dalam hatiku." Kemudian, ia bangkit dan meninggalkan Nabi Musa.

Utusan Allah ini menatap sang Gembala sampai ia tak terlihat lagi. Setelah itu, ia kembali berjalan ke kota terdekat, merenungkan pelajaran berharga yang didapatnya dari seorang gembala sederhana yang tidak berpendidikan.

Kisah Singa Dan Orang Shalat









Pada suatu hari, sebuah kafilah atau sekumpulan orang sedang safar(berpergian) ataupun mengembara. Hingga malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat di lembah yang di kelilingi hutan belantara.

Ketika mereka hendak tidur datanglah Raja hutan menghampiri kafilah itu yakni, seekor singa buas penguasa hutan belantara. Dengan tergesa-gesa dan ketakutan setengah mati, mereka memanjat pohon di dekatnya. Mereka barhasil memanjat pohon dan selamat. Namun, ada salah satu orang yang shalat qiyamul lail. Bagaimana dengan dia? Disaat ia shalat, singa itu mendekat ia tetap melanjutkan shalatnya, berdiri diam dengan bacaan yang panjang. Singa itu mengitarinya ia tetap diam hingga singa itu meninggalkan dirinya tanpa luka, tanpa bising aungannya pula.

Setelah orang itu menyelesaikan shalatnya. Para kafilah yang menyelamatkan diri dengan naik ke atas pohon tadi turun dan mengerumuni orang yang shalat. Dengan lancangnya mereka berkata, "kamu, gila.." kira-kira begitu katanya. Katanya lagi, "Singa menghampirimu, tapi kau malah tidak bergerak.". Dengan santun dan kerendahan hati orang itu menjawab, "Demi Allah, aku malu bahwa aku berdiri di hadapan Allah swt., sedangkan aku takut dengan hal lainnya." "Aku malu berdiri di hadapan Allah, tapi aku malah takut dengan salah satu ciptaan-Nya."

Operasi Saat Shalat








Suatu ketika, sebuah peperangan berhasil dimenangkan oleh kaum muslimin. Tetapi, kemenangan tersebut mengorbankan nyawa (syahid) yang tidak sedikit dan sebagian lagi terluka parah, termasuk Ali bin Abi Thalib Ra. Ia terluka pada betisnya, tertancap sebuah anak panah. Seorang sahabat dengan dibantu yang lainnya berusaha menarik anak panah itu, namun setelah berulang kali dicoba, usaha mereka tetap gagal.
Ali terlihat menahan sakit yang luar biasa. Bahkan, ia sempat jatuh pingsan. Tampaknya ujung anak panah tersebut menancap cukup dalam. Melihat hal itu, semuanya kebingungan, dan tidak tahu yang harus dilakukan agar anak panah itu bisa dicabut. Jika dibiarkan, hal itu akan menimbulkan penyakit yang berbahaya dan bisa berakibat kematian. Lalu, apakah harus memotong kaki Ali supaya selamat?
Pada kondisi kritis inilah, Ali mengambil inisiatif dengan mengerjakan shalat sunnah dua rakaat. Ketika sedang shalat itulah, para sahabat diminta untuk mencabut anak panah yang menancap di betisnya. Awalnya, sebagian sahabat kurang menyetujuinya. Menurut mereka, hal itu tidak mungkin bisa berhasil, dalam keadaan normal saja, anak panah itu tidak dapat dicabut. Tapi, Ali tetap pada pendiriannya, karena menurutnya shalat adalah kunci utama terkabulnya segala permohonan, termasuk mendapat kemudahan mencabut anak panah pada betisnya.
Sesudah mengerjakan shalat, Ali bertanya kepada para sahabat, “Mengapa sewaktu shalat tadi anak panahnya tidak dicabut?”
Para sahabat tidak mengucapkan apa-apa, Salah seorang sahabat hanya menunjukan anak panah yang masih berlumuran darah. Ali pun melihat betisnya, anak panah itu sudah tidal ada. Lukanya pun telah dibalut. Berarti, sewaktu Ali shalat, para sahabat telah mencabut anak panah di betisnya, dan ia tidak merasakan sakit sedikit pun. Subhanallah!

Minggu, 22 Juni 2014

Kisah Setengah Buah Apel








Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya. Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya.
 
Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya". Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam". Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"
 
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata," Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan ?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"
 
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"
 
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"
 
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul �alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta�ala".
 
Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,"Assalamu�alaikum..." Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.
 
"Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk di samping istrinya , dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta . Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".
 
Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?"
Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?"
 
Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta�ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta�ala".
 
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah , dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap". Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia

Kisah Taubatnya Penggali Kubur









Alkisah, pada suatu hari Umar r.a. mendapatkan Rasulullah sambil menangis, maka lalu bertanya Rasulullah S.A.W. “ Wahai Umar, apakah yang membuat engkau sehingga menangis?” Jawab Umar, “ Ya Rasulullah,  ada seorang di muka pintu ini yang telah membakar hatiku.” Kata Rasulullah, “ Ya Umar, bawalah dia masuk. “ Lalu Umar membawa pemuda itu masuk sambil menangis.

Tanya Rasulullah, “ Apakah yang telah engkau lakukan sehingga engkau menangis?” Jawab pemuda itu, “ Wahai Rasulullah, aku telah melakukan dosa yang besar! Aku sangat takut kepada Allah S.W.T. yang sangat murka kepadaku.”  Tanya Rasulullah lagi, “ Adakah kamu membunuh jiwa yang kamu tiada hak untuk membunuhnya?” Jawab pemuda itu, “ Tidak, ya Rasulullah.”

Sabda Rasulullah,” Maka Allah S.W.T. akan mengampunkan dosa kamu walaupun sebesar tujuh petala langit dan bumi dan bukit-bukit. Kata pemuda itu, “ Wahai Rasul Allah, aku telah melakukan dosa yang lebih besar dari langit, bumi dan bukit-bukitnya.”


Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu itu lebih besar dari Al-Kursi?” Jawab pemuda itu, “ Dosaku lebih besar.”

Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu lebih besar dari Arsy?  Jawab pemuda itu, “ Dosaku lebih besar.” Rasulullah S.A.W. bertanya lagi, “ Apakah dosamu lebih besar dari dimaafkan oleh Allah?” Maka jawab pemuda itu, Maafnya lebih besar.”  Lalu Rasulullah S.A.W. bersabda, “ Sesungguhnya tidak ada siapa yang dapat mengampunkan dosa besar kecuali Allah yang Maha Besar, yang besar keampunannya.”

Maka Rasulullah berkata, “ Katakanlah wahai pemuda, dosa apakah yang telah engkau lakukan?”  Jawab pemuda itu, “ Aku malu hendak memberitahumu, ya Rasulullah.”

Rasulullah bertanya dengan kuat, “ Beritahu aku apakah dosamu itu?” Jawab pemuda itu, “ Begini ya Rasulullah, kerjaku adalah sebagai pengali kubur. Aku telah melakukan kerja mengali kubur selama tujuh tahun. Pada suatu hari, aku menggali kubur seorang gadis dari Kaum Ansar. Setelah aku menanggalkan kain kafannya, maka aku tinggalkan dia.”

“ Tidak jauh aku meninggalkannya, maka naiklah nafsuku. Oleh kerana tidak dapat menahan nafsu, aku kembali kepada mayat tersebut lalu akupun menyetubuhinya. Setelah aku memuaskan nafsu, maka aku tinggalkan dia. Belum jauh aku beredar dari situ, tiba-tiba gadis itu bangun dan berkata, “ Celaka betul kamu, wahai pemuda! Tidakkah kamu berasa malu pada Tuhan yang akan membalas pada hari pembalasan kelak! Bila tiba masanya setiap orang yang zalim akan dituntut oleh yang teraniaya ! Kau biarkan aku telanjang dan kau hadapkan aku kepada Allah S.W.T. dalam keadaan junub!”

Apabila Rasulullah selesai mendengar ketetangan dari pemuda tersebut, maka dengan segera Rasulullah bangun sambil berkata, “ Hai orang yang fasik!, memanglah layak kamu masuk neraka dan keluarlah kamu dari sini.” Maka keluarlah pemuda itu.


Selama 40 Hari pemuda itu memohon ampun kepada Allah dan pada malam yang ke 44, dia memandang ke langit sambil berdoa, “ Ya Allah, Tuhan kepada Rasulullah, Nabi Adam dan ibu Hawa, jika Engkau telah mengampunkan aku maka beritahulah Rasulullah S.A.W. dan para sahabatnya.

Jika tidak, maka kirimkan kepadaku api dari langit dan bakarlah aku di dunia ini dan selamatkan aku dari siksa akhirat.”

Tidak berapa lama selepas peristiwa itu, turunlah Malaikat Jibrail mendapatkan Rasulullah. Selepas memberi salam Jibrail berkata, “ Wahai Muhammad, Tuhanmu memberi salam kepadamu. “ Jawab Rasulullah S.A.W. , “ Ialah Assalam dan daripadanya salam dan kepadanya segala keselamatan.”

Kata Jibril, “ Allah S.W.T. bertanya, apakah kamu yang menjadikan makhluk?” Jawab Rasulullah S.A.W., “ Allahlah yang menjadikan segala makhluk.”

Tanya Jibril lagi, “ Adakah kamu yang memberi rezeki kepada makhluk?” Jawab Rasulullah S.A.W., “ Allahlah yang memberi rezeki kepada aku dan makhluk-makhluk yang lain.”

Kata Jibril lagi, Apakah kamu memberi taubat kepada mereka?” Jawab Rasulullah S.A.W. , “ Dia Allah yang menerima taubat dariku dan mereka.”

Maka Jibril berkata lagi, “ Allah berfirman, maafkanlah hambaku itu kerana Allah telah memaafkannya.”

Maka segera baginda memanggil pemuda itu dan menerangkan kepadanya bahawa Allah telah menerima taubatnya dan memaafkannya.

Kisah Doa Anak Kepada Ayahnya









Pada suatu hari Abi Qalabah r.a. melihat dalam mimpinya seolah-olah ada kubur pecah dan keluar mayat-mayat dari dalam kubur itu. Kesemua mereka duduk di tepi kubur dan setiap mereka terdapat nur di wajah masing-masing.

Di antara mereka, dia terlihat seorang lelaki dari tetangganya yang tidak mempunyai nur di wajahnya, lalu dia berkata kapadanya, “ Aku tidak melihat nur di mukamu.

Maka berkata mayat, “ Sesungguhnya bagi mereka anak-anak dan teman-teman mereka memberi petunjuk dan sedekah. Dan nur ini adalah dari apa yang dia telah beri petunjuk kepadanya dan aku tidak mempunyai anak yang soleh. Dia tidak mendoakan untukku dan tidak bersedekah untukku. Oleh sebab itu, dalam hal ini  tidak ada nur bagiku dan aku rasa malu terhadap tetangga-tetanggaku.”

Apabila Abi Qalabah sedar dari mimpinya, maka diapun memanggil anak orang itu dan menceritakan hal yang dilihatnya.

Maka berkata anak orang yang mati itu, “ Aku bertaubat di hadapanmu dan aku tidak akan mengulangi apa yang ada pada diriku untuk selama-lamanya.” Maka sejak hari itu anaknya sentiasa berbuat taat, berdoa dan bersedekah untuk ayahnya.

Setelah sekian lama masa berlalu, suatu ketika Abi Qalabah melihat kejadian yang lain dalam mimpinya. Dia melihat nur di muka orang itu lebih terang dari nur temannya.

Dia berkata, “ Wahai Abi Qalabah, semoga Allah membalas kamu dengan kebaikan. Engkau telah amankan aku dari malu terhadap tetanggaku.”

Kisah Unta Yang Menjadi Hakim








Pada zaman Rasulullah s.a.w., ada seorang Yahudi yang menuduh orang Muslim mencuri untanya. Maka dia datangkan empat orang saksi palsu dari golongan munafik. Rasulullah s.a.w. lalu memutuskan hukum unta itu milik orang Yahudi dan memotong tangan Muslim itu sehingga orang Muslim itu kebingungan. Maka ia pun mengangkatkan kepalanya menengadah ke langit seraya berkata, "Tuhanku, Engkau Maha Mengetahui bahawa sesungguhnya aku tidak mencuri unta itu."
Selanjutnya orang Muslim itu berkata kepada Rasulullah s.a.w., "Wahai Rasulullah, sungguh keputusanmu itu adalah benar, akan tetapi mintalah keterangan dari unta ini."

Kemudian Rasulullah s.a.w. bertanya kepada unta itu, "Hai unta, milik siapakah engkau ini ?" Unta itu menjawab dengan kata-kata yang fasih dan terang, "Wahai Rasulullah, aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya para saksi itu adalah dusta." Akhirnya Rasulullah s.a.w. berkata kepada orang Muslim itu, "Hai orang Muslim, beritahukan kepadaku, apakah yang engkau perbuat, sehingga Allah Taala menjadikan unta ini dapat bercakap perkara yang benar." Jawab orang Muslim itu, "Wahai Rasulullah, aku tidak tidur di waktu malam sehingga lebih dahulu aku membaca selawat ke atas engkau sepuluh kali."

Rasulullah s.a.w bersabda, "Engkau telah selamat dari hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari seksaan di akhirat nantinya dengan sebab berkatnya engkau membaca selawat untukku." 
Memang membaca selawat itu sangat digalakkan oleh agama sebab pahala-pahalanya sangat tinggi di sisi Allah s.w.t. Lagi pula boleh melindungi diri dari segala macam bencana yang menimpa, baik di dunia dan di akhirat nanti. Sebagaimana dalam kisah tadi, orang Muslim yang dituduh mencuri itu mendapat perlindungan daripada Allah s.w.t. melalui seekor unta yang menghakimkannya.


Kisah Dipotong Tangan Karena Sedekah




Dikisahkan bahawa semasa berlakunya kekurangan makanan dalam kalangan Bani Israel, maka lalulah seorang fakir menghampiri rumah seorang kaya dengan berkata, "Sedekahlah kamu kepadaku dengan sepotong roti dengan ikhlas kerana Allah s.w.t." Setelah fakir miskin itu berkata demikian maka keluarlah anak gadis orang kaya, lalu memberikan roti yang masih panas kepadanya. Sebaik sahaja gadis itu memberikan roti tersebut maka keluarlah bapa gadis tersebut yang bakhil itu terus memotong tangan kanan anak gadisnya sehingga putus. Semenjak dari peristiwa itu maka Allah s.w.t pun mengubah kehidupan orang kaya itu dengan menarik kembali harta kekayaannya sehingga dia menjadi seorang yang fakir miskin dan akhirnya dia meninggal dunia dalam keadaan yang paling hina.

Anak gadis itu menjadi pengemis dan meminta-minta dari satu rumah ke rumah. Maka pada suatu hari anak gadis itu menghampiri rumah seorang kaya sambil meminta sedekah, maka keluarlah seorang ibu dari rumah tersebut. Ibu tersebut sangat kagum dengan kecantikannya dan mempelawa anak gadis itu masuk ke rumahnya. Ibu itu sangat tertarik dengan gadis tersebut dan dia berhajat untuk mengahwinkan anaknya dengan gadis tersebut. Maka setelah perkahwinan itu selesai, maka si ibu itu pun memberikan pakaian dan perhiasan bagi menggantikan pakaiannya.

Pada suatu malam apabila sudah dihidang makanan malam, maka si suami hendak makan bersamanya. Oleh kerana anak gadis itu kudung tangannya dan suaminya juga tidak tahu bahawa dia itu kudung, manakala ibunya juga telah merahsiakan tentang tangan gadis tersebut. Maka apabila suaminya menyuruh dia makan, lalu dia makan dengan tangan kiri. Apabila suaminya melihat keadaan isterinya itu dia pun berkata, "Aku mendapat tahu bahawa orang fakir tidak tahu dalam tatacara harian, oleh itu makanlah dengan tangan kanan dan bukan dengan tangan kiri." 

Setelah si suami berkata demikian, maka isterinya itu tetap makan dengan tangan kiri, walaupun suaminya berulang kali memberitahunya. Dengan tiba-tiba terdengar suara dari sebelah pintu, "Keluarkanlah tangan kananmu itu wahai hamba Allah, sesungguhnya kamu telah mendermakan sepotong roti dengan ikhlas kerana Ku, maka tidak ada halangan bagi-Ku memberikan kembali akan tangan kananmu itu." 

Setelah gadis itu mendengar suara tersebut, maka dia pun mengeluarkan tangan kanannya, dan dia mendapati tangan kanannya berada dalam keadaan asalnya, dan dia pun makan bersama suaminya dengan menggunakan tangan kanan. Hendaklah kita sentiasa menghormati tetamu kita, walaupun dia fakir miskin apabila dia telah datang ke rumah kita maka sesungguhnya dia adalah tetamu kita. Rasulullah s.a.w telah bersabda yang bermaksud, "Barangsiapa menghormati tetamu, maka sesungguhnya dia telah menghormatiku, dan barangsiapa menghormatiku, maka sesungguhnya dia telah memuliakan Allah s.w.t. Dan barangsiapa telah menjadi kemarahan tetamu, dia telah menjadi kemarahanku. Dan barangsiapa menjadikan kemarahanku, sesungguhnya dia telah menjadikan murka Allah s.w.t."

Sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud, "Sesungguhnya tetamu itu apabila dia datang ke rumah seseorang mukmin itu, maka dia masuk bersama dengan seribu berkah dan seribu rahmat."

Kisah Remaja Yang Meminta Surga







Tha'labah ialah salah seorang daripada para sahabat Nabi SAW. Seorang pemuda yang punya misi dan visi yang sangat agung, terang lagi jelas. Tiada suatu pun yang mampu membuatkan matlamat hidupnya goyah sehinggalah beliau menghembuskan nafas yang terakhir. 

Tha’labah merupakan pemuda yang begitu hebat di zaman Rasulullah SAW. Nama sebenarnya ialah Tha'labah bin Abdul Rahman, seorang remaja berusia 17 tahun. 

Setelah memeluk Islam, beliau selalu mengikuti Rasulullah SAW mengajar. Jika Rasulullah berhajatkan sesuatu, Rasulullah SAW akan khabarkan kepada Tha'labah dan Tha’labah akan menunaikannya. 

Suatu hari Rasulullah menyuruh Tha'labah mencari sesuatu. Ketika dalam pencarian barang yang Rasulullah hajati itu, Tha'labah telah melalui beberapa deretan buah rumah. 

Entah bagaimana salah sebuah rumah yang dilaluinya itu pintu belakang rumahnya tiba-tiba terbuka. Angin yang bertiup membuatkan pintu bilik air rumah tersebut juga turut sama terkuak lebar. Ketika itu Tha'labah dengan tidak sengaja terpandangkan ke arah bilik air tersebut lalu terlihatlah akan dia seorang perempuan sedang mandi. 
"A'uzubillah (Aku berlindung kepada Allah)! Ya Allah aku takut nanti malaikat Jibril memberitahu kepada Rasulullah SAW! Ya Allah, aku takut turunnya ayat quran yang menyenaraikan aku dalam golongan orang yang berbuat dosa! Ya Allah ..." 
Rintihan Tha'labah 
Dia merintih sehingga dia lupa akan barang yang dipesan oleh Rasulullah SAW. Dia melarikan diri dan terjumpa satu bukit di pinggir Madinah yang di puncaknya ada sebuah gua. Tha'labah masuk ke dalam gua tersebut dan asyik menangis.
Tha'labah menangis dan menangis, beliau kesal yang amat sangat dengan dosanya itu. Walhal segala apa yang berlaku itu bukanlah disengajakannya. 
Pada masa yang sama, Rasulullah SAW menantikan kepulangan Tha'labah. Sudah beberapa hari berlalu, namun Tha'labah tidak kunjung tiba. Lalu Rasulullah SAW mengarahkan Syaidina Umar r.a untuk mencari Tha'labah. 
Akhirnya Syaidina Umar al-Khatab berjumpa Tha'labah di tempat persembunyian di puncak bukit itu. 
Umar berkata "Tha'labah, Rasulullah mahu berjumpa kamu." 
"Kenapa? Sudah turunkah ayat al-Quran tentang dosaku? Sudah beritahukah Jibril kepada Rasulullah? Aku tidak mahu masuk neraka, aku tidak mahu masuk neraka," kata Tha'labah dalam ketakutan yang amat sangat. 
Oleh kerana Tha'labah sudah teramat lemah, lalu Syaidina Umar r.a memimpinnya pulang ke rumah. Apabila Rasulullah SAW menziarahi Tha'labah, Tha'labah sedang terlentang lalu Rasulullah SAW meriba kepala Tha'labah. 
Tetapi Tha'labah mengetepikan kepalanya. Rasulullah bertanya, "kenapa wahai Tha'labah?" 
"Wahai Rasulullah, kepala yang penuh dosa ini tidak layak untuk berada di ribamu," kata Tha'labah. 
"Apa yang kamu mahu Tha'labah?" 
"Ya Rasulullah, aku mahukan keampunan Allah" 
Cita-citanya hanya Syurga 
"Apa cita-cita kamu wahai Ta'labah?" 
"Cita-cita aku hanya syurga Allah. Tolonglah doakan moga Allah mengampunkan dosa-dosaku." 
Lalu Rasulullah SAW berkata, "wahai Tha'labah aku menjamin kepadamu apa yang kamu mahu dan cita-citamu. Inilah bukti taubatmu." 
Tidak lama selepas itu, Tha'labah menghembuskan nafasnya yang terakhir di riba Rasulullah SAW. 
Ketika mayat Tha'labah siap dikafan dan tiba masa untuk dikebumikan, Rasulullah SAW pun datang tetapi agak lewat. Para sahabat membuka jalan kepada Rasulullah untuk rapat ke kubur Tha'labah. Sungguh pun begitu, Rasulullah berjalan merapati kubur Tha'labah dalam keadaan perlahan dan seperti tersekat-sekat. 
Sahabat-sahabat bertanya, "wahai Rasulullah, kami telah membuka jalan, mengapa Rasulullah berjalan dengan tidak selesa?" 
Rasulullah menjawab, "kamu tidak dapat melihat betapa ramainya malaikat yang hadir menghantar Tha'labah ke kubur." 
Itulah kisah hidup seorang remaja hebat bernama Tha'labah. Betapa takutnya beliau dengan azab Allah SWT walaupun beliau tidak sengaja terpandangkan perempuan yang sedang mandi. Hingga menyebabkan beliau begitu malu bertemu Rasulullah, begitu mengharap keampunan Allah SWT, dan akhirnya menghembus nafas terakhir di ribaan insan mulia bernama Muhammad bin Abdullah, dan jasadnya diiringi malaikat ke kuburan.

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.