Sabtu, 31 Mei 2014

Kisah Umar Dan Burung








Setelah Sayyidina Umar bin Khattab wafat, para sahabat berjumpa khalifah kedua ini melalui mimpi. Mereka pun bertanya, ”Bagaimana Allah memperlakukanmu?”

Dalam al-Aqthaf ad-Daniyyah dikisahkan Umar menjawab bahwa Allah telah mengampuni kekeliruan-kekeliruannya dan membebaskan siksa dari dirinya. Para sahabat menyahut dengan pertanyaan susulan. ”Apa penyebabnya? Apakah karena kedermawanan, keadilan, atau kezuhudanmu?”

Umar menimbalinya dengan mengisahkan peristiwa di alam kubur. Sejenak usai ia dimakamkan, dua malaikat menghampirinya. Umar dalam perasaan takut luar biasa. Nalarnya hilang. Sebelum malaikat bertanya, tiba-tiba suara tanpa rupa terdengar.

”Tinggalkan hamba-Ku itu. Jangan bertanya apapun kepadanya (Umar). Jangan dibuat takut. Aku mengasihi dan membebaskan siksa darinya. Tatkala di dunia, ia pernah berbelaskasihan kepada seekor burung emprit.”

Benar. Kisah burung emprit bermula ketika Umar tengah berjalan menuju alun-alun kota dan berjumpa anak kecil. Hati Umar sedih. Bocah itu terlihat sedang memagang burung emprit sembari memperlakukannya selayak mainan.

Umar tergerak untuk segera membeli binatang malang itu. Sekarang burung emprit sepenuhnya menjadi milik Umar. Untuk menyelamatkannya dari perlakuan buruk si bocah, khalifah kedua ini pun mengikhlaskan burung emprit terbang ke ke udara dengan merdeka.

Hal ini membuktikan bahwa ajaran Rasulullah SAW telah menancap kuat di hati dan perilaku Umar. Meski sering tampil garang, sahabat Nabi berjuluk ”Singa Padang Pasir” itu tetap menunjukkan kelembutan hatinya.

Pesan lain yang bisa ditangkap bahwa cakupan cinta kasih bersifat tanpa batas. Kepada pohon, sungai, tanah, makanan, pakaian, buku, burung, anjing, dan seterusnya. Terlebih manusia. Ini selaras dengan hadits riwayat Abdullah bin Umar.

”Orang-orang yang berbelaskasih akan mendapatkan belas kasih dari Yang Maha Pengasih. Berbelaskasihlah kepada tiap makhluk di bumi, niscaya ’penduduk langit’ mengasihimu.”

Kisah Nabi Ibrahim Dan Empat Ekor Burung








Empat ekor burung dilatih oleh sang tuan. Acap kali dipanggil, mereka akan segera mendatangi "pelatih"nya itu meski berlokasi amat jauh. Burung-burung itu amat jinak dan menuruti setiap panggilannya.

Namun suatu hari, sang tuan menebas burung itu satu persatu. Tak hanya dibunuh, burung-burung cantik itu juga dicincang hingga tubuh mereka terpotong-potong menjadi banyak bagian. Si pemilik burung itu pun mencampur adukan potongan-potongan tubuh hewan peliharaannya.

Ia lalu menaiki bukit kemudian menaruh seperempat bagian cacahan daging. Kemudian menuju bukit lain dan melakukan hal sama. Demikian seterusnya hingga empat bukit.

Pria itu pun kemudian turun dari bukit dan berjalan menjauh. Seakan tak pernah mencincang hewan yang sudah dipelihara dan dilatih tersebut, ia pun kemudian memanggil mereka dengan seruan dan tepukan. Tak lama hewan-hewan yang sudah mati itu mendatanginya dengan kondisi utuh dan hidup. Menakjubkan! Padahal empat burung itu telah dibunuh bahkan dicacah. Potongan tubuh mereka pun bahkan dipisah-pisah jauh. Namun keempatnya hidup kembali.

Pemilik empat burung itu bukan lain sang nabiyullah, Nabi Ibrahim 'alaihis salam. Apa yang dikerjakan beliau pun bukan tanpa arti. Bermula ketika bapak agama samawi tersebut melihat bangkai hewan hingga tinggal tulang belulang. Ibrahim yang tengah mencari ketauhidan pun bertanya-tanya, bagaimana Allah menghidupkan kembali bangkai dan jazad yang telah mati.

 Nabi Ibrahim pun berseru meminta kepada Allah, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati," pinta beliau.

Allah pun berfirman, "Belum yakinkah kamu?"

Ibrahim pun menjawab, "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)," ujarnya. Allah pun kemudian memperintahkan apa yang dilakukan Ibrahim tersebut.

Allah berfirman: "Kalau demikian tujuanmu, ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. Letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera," firman Allah.

Nabi Ibrahim pun segera melaksanakan panduan Allah. Beliau melatih empat ekor burung hingga jinak. Kemudian melakukan seperti yang dikisahkan tadi. Saat memanggil burung-burung yang telah menjadi bangkai, nabi Ibrahim pun takjub bukan main. Hanya dengan "kun" (jadilah), Allah menghidupkan kembali empat burung yang telah tewas, dicacah bahkan dipisahkan bangkai tubuhnya. Maka yakinlah Nabi Ibrahim bahwa Allah Maha Kuasa, mudah bagi Allah menciptakan dan menghidupkan kembali.


Kisah Nabi Ibrahim dan empat burung yang membuktikan kuasa sang pencipta Allah tersebut pun dikabarkan dalam Al Qur'an Surah Ibrahim ayat 260. Di akhir ayat disebutkan, "Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". Kabar kisah dipotong-potongnya empat burung kemudian disatukan oleh Allah untuk dihidupkan kembali merupakan kisah tafsiran menurut Ibnu Katsir dan Ath-Thabari.

Ibnu Katsir dalam "Stories of the prophets" menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim merupakan hamba Allah yang bertauhid. Beliau juga banyak melakukan perjalanan kepada Allah yang menghantarkannya pada keyakinan atas keesaan Allah. Kisah diatas pun terjadi saat Nabi Ibrahim ingin tahu mengenai kehidupan setelah kematian. Demikianlah kemudian Nabi Ibrahim meminta petunjuk Allah untuk memberinya pengetahuan. Maka diperintahkanlah tentang empat burung tersebut.

Drai kisah tersebut nampak jelas bahwa Allah Maha segala sesuatu, apa yang diperitahkannya hanya "Kun, fayakun", Jadi, maka terjadilah. Allah maha membangkitkan sebagaimana dalam salah satu sifatNya dari Asmaul Husna, Al Baa`its yakni Yang Maha Membangkitkan. Dalam Al Qur'an banyak disebutkan sifat Allah yang agung tersebut. Dalam Al Qur'an juga disebutkan kemampuan Allah membangkitkan seperti halnya tanaman yang disuburkan setelah mati.

"....Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur," surah Al Hajj 5-7.

Dengan meyakini sifat Allah tersebut, tentu muncul keyakinan atas kebangkitan manusia dari alam kubur. Allah akan membangkitkan setiap manusia yang mati untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di dunia.

"Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?." Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya)," Surah Yasin ayat 52.

Sabtu, 24 Mei 2014

Paku Dosa









Pada jaman dahulu, ada seorang lelaki  yang mempunyai seorang anak bernama Mat. Mat tumbuh besar menjadi seorang manusia  yang lalai terhadap agama. Meskipun telah sering diperintahkan oleh ayahnya untuk bersembahyang, puasa dan lain-lain, dia tetap meninggalkannya. Sebaliknya amal kejahatan  menjadi kebiasaannya.  berjudi, minum minuman keras, dan seribu satu macam jenis kemaksiatan selalu ia lakukan.

Suatu hari Ayahya memanggil dan berkata, "Mat, kamu ini sangat sering berbuat kemungkaran. Mulai hari ini Ayah akan mendirikan satu tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali engkau melakukan satu kejahatan, Ayah akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali engkau berbuat satu kebajikan, sebatang paku akan Ayah cabut keluar dari tiang ini."

Ayahnya berbuat sebagaimana yang ia janjikan, dan setiap hari dia akan memukul beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai berpuluh paku dalam satu hari. Jarang sekali dia mencabut keluar paku dari tiang.

Hari silih berganti, beberapa purnama berlalu, dari musim penghujan berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar.Tiang yang berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan paku-paku. Ada yang sudah berkarat kerana hujan dan panas. Setelah Mamat melihat keadaan tiang yang tersusuk dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata, timbullah rasa malu dari hatinya. Maka dia pun bercita-cita untuk memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat akan sembahyang, katanya. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknya mamat sembahyang lagi ditambah dengan sunat-sunatnya. Lebih banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang ditinggal, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata: "Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan Ayah cabutkan keluar sekarang. Tidakkah kamu gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, tapi dia mulai menangis teresak-esak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "aku menyangka tentunya engkau gembira karena semua paku-paku tadi telah tiada." Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah tiada,tapi aku bersedih karena parut - parut lubang dari paku itu tetap kekal ditiang, bersama dengan karatnya."

Kisah Luqman








Di Iskandariyah terdapat sebuah masjid yang di dalamnya terdapat dua kuburan orang sangat mulia yang saling berhadapan. Yang satu seorang Nabi yang bernama Nabi Daniel, dan yang satu lagi seorang budak belian shaleh bernama Luqmanul Hakim. Lalu siapa Luqman itu?
Luqmanul Hakim menurut riwayat yang lebih kuat, bukan seorang nabi. Ia seorang manusia shaleh semata. Bahkan dalam banyak riwayat shahih dikatakan, ia seorang budak belian, berkulit hitam, berparas pas-pasan, hidung pesek, kulit hitam legam. Namun demikian, namanya diabadikan oleh Allah menjadi nama salah satu surat dalam al-Qur’an, surat Luqman. Penyebutan ini tentu bukan tanpa maksud. Luqman diabadikan namanya oleh Allah, karena memang orang shaleh yang patut diteladani. Bahwa Allah tidak menilai seseorang dari gagah tidaknya, juga tidak dari statusnya, jabatannya, warna kulitnya dan lainnya. Akan tetapi Allah menilai dari ketakwaaan dan kesalehannnya.
Luqman merupakan sosok budak hina, hitam, akan tetapi Allah abadikan karena ketakwaan dan kesalehannya.
Setidaknya, ada dua manusia yang bukan nabi, tapi namanya diabadikan dalam al-Qur’an menjadi nama surat. Keduanya itu adalah Luqman dan Maryam.
Lalu siapa sebenarnya Luqman ini? Berikut paparan singkat penulis.
Hemat penulis, tidak satu pun sejarawan yang menyebutkan bahwa Luqman berdarah Arab. Sebagian sejarawan menyebut Luqman berdarah Ibrani, sebagian lain menyebut berdarah Habasyi, dan yang lainnya menyebut berdarah Nubi, salah satu suku di Mesir yang berkulit hitam (aswan sekarang).
Dalam Tarikh nya, Ibnu Ishak menuturkan, bahwa Luqman bernama Luqman bin Bau’raa bin Nahur bin Tareh, dan Tareh bin Nahur merupakan nama dari Azar, ayah Nabi Ibrahim as.
Wahab bin Munabbih mengatakan bahwa Luqman adalah putra dari saudari kandung Nabi Ayyub as. Muqatil menuturkan, Luqman adalah putra dari bibinya Nabi Ayyub as.Imam Zamakhsyari menguatkan dengan mengatakan: Dia adalah Luqman bin Bau’raa putra saudari perempuan Nabi Ayyub atau putra bibinya.
Riwayat lain mengatakan, Luqman adalah cicit Azar, ayahnya Nabi Ibrahim as. Luqman hidup selama 1000 tahun, ia sezaman bahkan gurunya Nabi Daud. Sebelum Nabi Daud diangkat menjadi Nabi, Luqman sudah menjadi mufti saat itu, tempat konsultasi dan bertanya Nabi Daud as.
Luqmanul Hakim dalam sebuah riwayat dikatakan seorang yang bermuka biasa, tidak ganteng. Qatadah pernah menuturkan dari Abdullah bin Zubair bahwasannya ia pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang Luqman. Jabir menjawab: “Dia berbadan pendek dan berhidung pesek, orang Nubi, Mesir”.
Sa’id bin al-Musayyib juga menuturkan bahwa Luqman termasuk orang berkulit hitam dari Mesir, akan tetapi sangat mulia, dan Allah memberikan hikmah kepadanya, juga Luqman menolak untuk diangkat sebagai Nabi.
Seorang lalki-laki berkulit hitam datang mengadu kepada Said bin al-Musayyib. Sa’id kemudian berkata: “Janganlah bersedih lantaran kulit kamu hitam, karena di antara manusia pilihan itu, ada tiga orang semuanya berkulit hitam: Bilal, Mihja’ budak Umar bin Khatab dan Luqmanul Hakim”.
Lalu apa pekerjaan Luqman?
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang profesinya. Sebagian mengatakan, profesinya adalah tukang jahit. Sebagian lainnya mengatakan, tukang kayu, yang lainnya menuturkan tukang kayu bakar, dan terakhir mengatakan sebagai penggembala.
Riwayat lain menuturkan bahwa Luqman adalah qadhi pada masa Bani Israil, sekaligus konsultannya Nabi Daud as. Bahkan riwayat lain menuturkan Luqman adalah seorang budak belian dari Habasyi yang berprofesi sebagai tukang kayu.
Khalid ar-Rib’i menuturkan: “Luqman adalah seorang budak belian dari Habasyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Suatu hari majikannya berkata: “Wahai Luqman sembelih kambing ini lalu keluarkan dua dagingnya yang paling enak. Luqman lalu menyembelih dan mengeluarkan lidah dengan hati.
Keesokan harinya, majikannya kembali berkata: “Luqman, sembelih domba ini, dan keluarkan dua daging yang paling tidak enak”. Luqman kembali mengeluarkan lidah dengan hati.
Majikannya lalu bertanya, wahai Luqman, saya meminta kamu mengeluarkan daging yang paling enak dan paling tidak enak, kamu mengeluarkan yang sama, lidah dengan hati. Kenapa demikian?
Luqman menjawab: “Tidak ada yang seenak keduanya, apabila dipakai dengan sebaik mungkin, dan tidak ada yang sejelek dari keduanya, manakala dipakai tidak pada tempatnya”. SubhanAllah sungguh bijak sekali Luqman ini, karena itulah Allah memberikan nama Luqmanul Hakim (Luqman yang sangat bijak).
Dalam sejarahnya Luqman menikah dan dikaruniai banyak anak, akan tetapi semuanya meninggal dunia ketika masih kecil, tidak ada yang sampai dewasa, namun Luqman tidak menangis, karena hidupnya yang sudah yakin dengan Allah.
Betapa banyak contoh-contoh kemulian Luqmanul Hakim ini yang tentunya tidak mungkin penulis sampaikan dalam kesempatan kali ini. Dalam hal ini, penulis hendak menyuguhkan wasiat-wasiat, pesan-pesan Luqman untuk putra-putranya sekaligus untuk ktia semua baik yang tercantum dalam al-Qur’an, maupun dalam riwayat lainnya.
Wasiat-wasiat Luqman dalam al-Qur’an (QS. Luqman: 13-19)
“13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar”.
14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
16. (Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
Wasiat-wasiat Luqman lainnya:
Selain dalam ayat al-Qur’an, Luqman juga mempunyai banyak wasiat. Wahab bin Munabbih pernah menuturkan: “Saya membaca hikmah Luqman yang jumlahnya lebih dari 10 ribu bab”.
Di bawah ini penulis coba ketengahkan wasiat-wasiat Luqman lainnya yang tidak tercantum dalam al-Qur’an, akan tetapi sangat luar biasa kandungannya. Penulis mencoba memilih wasiat-wasiat yang dipandang lebih cocok.
Dalam bukunya Min Washaya al-Qur’an al-Karim (1/31-33), Muhammad al-Anwar Ahmad Baltagi, mengutip sebuah riwayat dari Malik bin Anas bahwasannya Luqman pernah menasehati putranya di bawah ini:
01 – Hai anakku: ketahuilah, sesungguhnya dunia ini bagaikan lautan yang dalam, banyak manusia yang karam ke dalamnya. Bila engkau ingin selamat, layarilah lautan itu dengan sampan yang bernama takwa, isinya adalah iman dan layarnya adalah tawakal kepada Allah.
02 – Orang – orang yang sentiasa menyediakan dirinya untuk menerima nasihat, maka dirinya akan mendapat penjagaan dari Allah. Orang yang insaf dan sadar setelah menerima nasihat orang lain, dia akan sentiasa menerima kemulian dari Allah juga.
03 – Hai anakku; orang yang merasa dirinya hina dan rendah diri dalam beribadat dan taat kepada Allah, maka dia tawadduk kepada Allah, dia akan lebih dekat kepada Allah dan selalu berusaha menghindarkan maksiat kepadaNya.
04 – Hai anakku; seandainya ibubapamu marah kepadamu kerana kesilapan yang dilakukanmu, maka marahnya ibubapamu adalah bagaikan baja bagi tanam tanaman.
05 – Jauhkan dirimu dari berhutang, kerana sesungguhnya berhutang itu boleh menjadikan dirimu hina di waktu siang dan gelisah di waktu malam.
06 – Dan Berharaplah selalu kepada Allah tentang sesuatu yang menyebabkan untuk tidak mendurhakaiNya. Takutlah kepada Allah dengan sebenar benar takut ( takwa ), tentulah engkau akan terlepas dari sifat berputus asa dari rahmat Allah.
07 – Hai anakku; seorang pendusta akan lekas hilang air mukanya karena tidak dipercayai orang dan seorang yang telah rusak akhlaknya akan sentiasa banyak melamun hal-hal yang tidak benar. Ketahuilah, memindahkan batu besar dari tempatnya semula itu lebih
mudah daripada memberi pengertian kepada orang yang tidak mahu mengerti.
08 – Hai anakku; engkau telah merasakan betapa beratnya mengangkat batu besar dan besi yang amat berat, tetapi akan lebih lagi dari semua itu, yaitu manakala engkau mempunyai tetangga (jiran) yang jahat.
09 – Hai anakku; janganlah engkau mengirimkan orang yang bodoh sebagai utusan. Maka bila tidak ada orang yang cerdik, sebaiknya dirimulah saja yang layak menjadi utusan.
10 – Jauhilah bersifat dusta, sebab dusta itu mudah dilakukan, bagaikan memakan daging burung, padahal sedikit sahaja berdusta itu telah memberikan akibat yang berbahaya.
11 – Hai anakku; bila engkau mempunyai dua pilihan, takziah orang mati atau menghadiri majlis perkawinan, pilihlah untuk menziarahi orang mati, sebab hal itu akan mengingatkanmu kepada kampung akhirat sedangkan menghadiri pesta perkawinan hanya mengingatkan dirimu kepada kesenangan duniawi sahaja.
12 – Janganlah engkau makan sampai kenyang yang berlebihan, kerana sesungguhnya makan yang terlalu kenyang itu alangkah lebih baik apabila diberikan kepada binatang sekalipun.
13 – Hai anakku; janganlah engkau langsung menelan sahaja kerana manisnya barang dan janganlah langsung memuntahkan saja pahitnya sesuatu barang itu, kerana manis belum tentu menimbulkan kesegaran dan pahit itu belum tentu menimbulkan kesengsaraan.
14 – Makanlah makananmu bersama sama dengan orang orang yang takwa dan musyawarahlah urusanmu dengan para alim ulama dengan cara meminta nasihat dari
mereka.
15 – Hai anakku; bukanlah satu kebaikan namanya bilamana engkau selalu mencari ilmu tetapi engkau tidak pernah mengamalkannya. Hal itu tidak ubah bagaikan orang yang mencari kayu bakar, maka setelah banyak ia tidak mampu memikulnya, padahal ia masih
ingin terus menambahkannya.
16 – Hai anakku; bilamana engkau mahu mencari kawan sejati, maka ujilah terlebih dahulu dengan berpura pura membuat dia marah. Bilamana dalam kemarahan itu
dia masih berusaha menginsafkan kamu,maka bolehlah engkau mengambil dia sebagai kawan. Bila tidak demikian, maka berhati hatilah.
17 – Selalulah baik tuturkata dan halus budibahasamu serta manis wajahmu, dengan demikian engkau akan disukai orang melebihi sukanya seseorang terhadap orang lain yang pernah memberikan barang yang berharga.
18 – Hai anakku; bila engkau berteman, tempatkanlah dirimu padanya sebagai orang yang tidak mengharapkan sesuatu daripadanya. Namun biarkanlah dia yang mengharapkan sesuatu darimu.
19 – Jadikanlah dirimu dalam segala tingkah laku sebagai orang yang tidak ingin menerima pujian atau mengharap sanjungan orang lain kerana itu adalah sifat riya~ yang akan mendatangkan cela pada dirimu.
20 – Hai anakku; janganlah engkau condong kepada urusan dunia dan hatimu selalu disusahkan olah dunia kerana engkau diciptakan Allah bukanlah untuk
dunia sahaja. Sesungguhnya tiada makhluk yang lebih hina daripada orang yang terpedaya dengan dunianya.
21 – Hai anakku; usahakanlah agar mulutmu jangan mengeluarkan kata kata yang busuk dan kotor serta kasar, kerana engkau akan lebih selamat bila berdiam diri. Kalau berbicara, usahakanlah agar bicaramu mendatangkan manfaat bagi orang lain.
22 – Hai anakku; janganlah engkau mudah ketawa kalau bukan kerana sesuatu yang menggelikan, janganlah engkau berjalan tanpa tujuan yang pasti, janganlah
engkau bertanya sesuatu yang tidak ada guna bagimu, janganlah menyia-nyiakan hartamu.
23 – Barang sesiapa yang penyayang tentu akan disayangi, siapa yang pendiam akan selamat daripada berkata yang mengandung racun, dan siapa yang tidak dapat menahan lidahnya dari berkata kotor tentu akan menyesal.
24 – Hai anakku; bergaullah rapat dengan orang yang alim lagi berilmu. Perhatikanlah kata nasihatnya karena sesungguhnya hati akan tentram mendengarkan nasihatnya, sehingga hati ini akan hidup dengan cahaya hikmah dari mutiara kata-katanya sebagaimana tanah subur yang disirami air hujan.
25 – Hai anakku; ambillah harta dunia sekadar keperluanmu sahaja, dan nafkahkanlah yang selebihnya untuk bekalan akhiratmu. Jangan engkau tendang dunia ini ke keranjang atau bakul sampah kerana nanti engkau akan menjadi pengemis yang membuat beban orang lain. Sebaliknya janganlah engkau peluk dunia ini serta meneguk habis airnya kerana sesungguhnya yang engkau makan dan pakai itu adalah tanah belaka. Janganlah
engkau berteman dengan orang yang bermuka dua, karena kelak akan membinasakan dirimu

Kisah Keluarga Imran







Semasa masih muda ada seorang wanita ingin mempunyai anak, sampai tua dan beruban belum juga dianugerahi Allah seorang anak pun. Cita cita untuk mempunyai anak inilah yang selalu menggoda ketenangan hati dan kebahagiaan hidup perempuan tua yang kita ceritakan ini, iaitu isteri Imran.
Lebih lebih ketika matanya menuju memandang burung burung yang dengan riang gembira berterbangan ke sana ke mari dengan anak anaknya, berkicauan dan bersiul siul, berebut ulat dan buah buahan. Demikian pula perempuan tua mi melihat perempuan perempuan lain sedang menggendong dan membuaikan anak anak bayi mereka, membelai dan menyanyikan anak yang menjadi buahati mereka, dengan kasihsayang dan kegembiraan penuh. Apalagi melihat anak anak orang yang sudah besar besar, datang dan pergi bila dipanggil dan disuruh ibu bapaknya. Sedang perempuan tua ini hidup sebatang kara hanya dengan suami yang sudah tua dan sepi, kerana tidak seorang anak pun yang berada di samping keduanya untuk memecahkan kesepian hidupnya itu.
Siang menjadi angan angan, malam menjadi buah mimpi, sehingga sudi dan rela hatinya mengorbankan apa saja yang ada padanya asal saja dia dapat beroleh seorang anak yang terdiri dari darah dan dagingnya sendiri. Anak, sekali lagi anak dan seterusnya anaklah yang menjadi impian dan idamannya sepanjang masa.
Siang berganti malam, hari berganti bulan, bulan berganti tahun dan sudah berpuluh puluh tahun konon lamanya, cita cita ini tetap menjadi cita cita saja, namun dia belum juga beroleh yang dicitakannya itu. Hatinya mulai kesal, rasa putusasa mulai bertunas dalam kalbunya, kerana umur yang dicapainya ini rasanya tidak memungkinkan lagi untuk beroleh anak, fikirnya.
Tidaklah bererti bahawa cita citanya itu telah padam. Tidak, malah bertambah hebat dan bernyala nyala juga. Akhirnya dia menghadapkan muka dan seluruh jiwaraganya kepada Allah Yang Maha Kuasa, yang menjadikan langit dan bumi. Berdoalah dia dengan khusyu dan khudhu agar kiranya Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih, yang mendengar segala doa yang sanggup membuat apa kehendakNya, mengurniainya jua dengan seorang anak.
Untuk menguatkan doanya ini, ia bernazar, berjanji kepada Allah tempat dia meminta itu, bahawa bila doanya mi terkabul, maka anak yang akan diperolehinya itu, akan didermakannya bulat bulat tanpa syarat untuk Rumah Suci Baitul Maqdis, sebagai abdi Allah dan pengawal Rumah Suci itu. Tidak akan dipekerjakan, selain untuk mengabdikan diri dan menyembah Allah semata di tempat. suci itu.
Allah mendengar dan mengabulkan doa perempuan tua itu. Perempuan tua itu mulai merasakan sesuatu yang bergerak dalam rahimnya.
Bukan main girang dan senang hatinya. Dunia yang mulanya gelap gelita dan lapuk dalam pemandangannya, kembali menjadi terang dan muda dalam pandangannya, penuh dengan cahaya terang benderang. Hilang rasanya segala pandangan gelap dan kegelisahan hati selama itu.
Duduklah dia di samping suaminya (Imran) dan menerangkan apa yang terasa dalam kandungannya itu. Dan mata suaminya yang sudah tua itu terpancarlah cahaya kegembiraan yang kilau kemilau, diiringi oleh beberapa titis airmata tanda kegembiraan yang tidak terhingga hebatnya.
Tetapi......, riang dan sedih tidak ada yang kekal di atas dunia ini. Dalam keadaan riang gembira yang penuh nikmat itu, seakan akan berada dalam mimpi menunggu kelahiran seorang putera yang sudah lama dicita citakan itu, tiba tiba kegembiraan dan kenikmatan perasaan itu berganti dengan nasa sedih dan pilu, kerana suaminya yang tua yang dicintainya itu pulang ke rahmatullah, menemui Tuhannya sebelum dapat melihat dengan biji matanya, akan anak yang ditunggu tunggu dan diidam idamkannya itu.
Tinggallah perempuan tua itu seorang diri, diselubungi oleh perasaan sedih dan pilu ditinggalkan suami yang sangat dicintainya, sekalipun dalam dadanya penuh rasa harap dan gembira, bersemi pula memenuhi kalbunya menanti nanti kelahiran sang bayi dan kandungannya, yang sudah sekian lama diidam idamkannya.
Belum pernah kiranya seorang manusia di dunia ini yang diserang rasa sedih dan pilu bersamaan waktunya dengan perasaan gembira dan nikmat, sebagai perempuan tua janda Imran ini.
Dengan perasaan sedih bercampur gembira dan harap itu dia merasakan bahawa dia sudah dekat bersalin. Segala sesuatu disiapkannya, lalu kandungannya itupun lahirlah.
Setelah diketahuinya, bahawa bayi yang dilahirkannya itu adalah perempuan, dia pun mengeluh lagi, kerana bukanlah sebagai yang dicita citakannya selama ini. Seorang perempuan tentu tidak dapat dijadikan abdi Rumah Suci Baitul Maqdis, fikirnya.
Dengan perasaan duka dan sedih pula, bayi yang baru lahir itu diberi nama dengan nama yang sudah diwahyukan Tuhannya iaitu Mariam yang bererti Pengabdi Tuhan


 Janda Imran mendoakan anak bayinya yang bernama Mariam itu kepada Tuhan, agar Allah menjaga dan melindunginya dan segala noda dan cela, agar amal dan pekerti anak itu nanti sesuai dengan nama yang diberikanNya itu. Dia doakan pula, agar Mariam dan keturunannya diperlindungi Allah dari godaan godaan syaitan yang laknat.
Dia sudah nazarkan anaknya itu untuk menjadi abdi di Rumah Suci. Tetapi dapatkah gerangan seorang perempuan menjadi abdi di Tempat Suci? Bukankah perempuan itu tidak dapat disamakan dengan lelaki? Dia sangat khuatir dan gelisah lagi, kesedihan dan kegelisahan yang tidak kurang hebatnya dan kesedihan dan kegelisahannya di kala suaminya meninggal dunia.
Tetapi apakah daya, selain memohon dan menyerah ke hadhrat Allah mendoa petang dan pagi dengan tidak putus putusnya, agar anaknya itu diterima Allah menjadi abdi di Rumah Suci, sebagai yang dinazarkannya itu. Semua doanya itu dijawab oleh Allah dengan jawaban yang sebaik baiknya. Kepadanya diilhamkan Allah, bahawa nazarnya itu akan dikabulkan Allah, anaknya itu akan diterima Allah sebagai abdi di Tempat Suci Baitul Maqdis.
Dengan diam diam, pada suatu malam anaknya yang masih kecil itupun dibungkusnya baik baik dengan kain, digendongnya dan dia lalu berjalan menuju Baitul Maqdis, Tempat Suci. Di Ternpat Suci itu ditemuinya semua pendita yang menjadi pegawai Tempat Suci itu. Kepada pendita itu dia berkata:
Anak perempuan ini aku serahkan kepada Tuan tuan, kerana saya sudah bernazar untuk menyerahkan anakku ini untuk menjadi abdi Rumah Suci ini.
Alangkah tabah dan kesatrianya hati yang dimiliki perempuan ini. Dia baru saja kehilangan suami, sekarang anaknya yang hanya seorang, yang diidam idamkan dan dicita citakannya berpuluh tahun lamanya itu, diserahkannya pula untuk Tempat Suci memenuhi nazarnya, kerana taat akan janji dan nazar yang sudah diucapkannya ke hadhrat Allah s.w.t.
Dia segera pulang ke numahnya, meninggalkan anak kandungnya. Bukan airmata yang tercurah dan matanya saban dia teringat akan anaknya, atau dia mendengar berita yang dibawa orang lalu tentang keadaan anaknya itu, tetapi dia bersyukur memuji Allah dengan hati yang tenang dan sabar. Tidak pernah dia mengeluh dan menyesal.
Mariam sekarang berada di tengah tengah para pendita di Tempat Suci Baitul Maqdis. Masing-masing pendita ingin agar dia sendirilah yang menjadi pengasuh dan memelihara Mariam. Berbagai-bagai alasan yang mereka kemukakan, untuk mendapatkan keinginannya terhadap Mariam. Ada yang berkata kerana berdekatan kampung dengan Mariam. Ada yang berkata mengemukakan alasan kerana berdekatan hubungan kekeluargaan dan famili, ada pula alasan lain yang mengatakan bahawa bapa Mariam itu adalah guru dan pemimpinnya sendiri. Terbitlah pentengkaran antara pendita dengan pendita, untuk mendapatkan Mariam yang masih bayi itu.
Yang paling keras dan paling kuat alasannya di antara para pendita itu, ialah seorang tua yang bernama ZAKARIA (Nabi Zakania): Serahkanlah pengasuhan dan pemeliharaan Mariam kepada saya, kata Zakania. Sayalah yang paling berhak menjaga dan rnengasuhnya, kerana sayalah yang paling dekat perhubungan kefarnilian dengannya.
Pendita pendita yang lain pun tidak kurangnya mengemukakan alasan mereka pula, sehingga pertengkaran dan pendebatan semakin sengit, soal jawab semakin hebat. Sernuanya ingin menjadi pengasuh Mariam, semua ingin memberikan baktinya terhadap Allah s.w.t.
Kerana tidak seorang jua di antara para pendita itu yang mahu rnengalah, akhirnya mereka bersepakat akan rnengadu peruntungan masing masing dengan undian. Mereka lalu berangkat menuju salah sebuah sungai, dimana mereka akan melemparkan tongkat masing masing ke sungai itu dengan perjanjian, tongkat siapa yang tidak tenggelam, maka dialah yang berhak menjadi pengasuh Mariam.
Setelah undian itu dilakukan, maka terbuktilah bahawa tongkat Zakaria saja yang tidak tenggelam, maka para pendita itupun relalah sekarang menyerahkan Mariam kepada Zakaria, untuk diasuh dan dibesarkan. Zakaria seorang tua yang belum pernah mempunyai anak, cintanya terhadap Mariam bukan alang kepalang. Segala sesuatu yang dapat menggembirakan hati Mariam, disediakan sebaik baiknya dan secukup cukupnya. Segala keperluan Mariam dia sendirilah yang menguruskannya, baik urusan yang kecil kecil, apalagi urusan yang besar besar. Seorang manusia lain, siapapun juga, tidak diizinkannya menghampiri Mariam.
Mariam ditempatkannya di salah sebuah bilik, yang besar di tingkat atas dalam Rumah Suci itu, sedang di bawah bilik itu adalah Mihrab Nabi Zakaria sendiri, dimana Nabi Zakaria setiap waktu beribadat dan mengajar agama kepada setiap orang yang datang belajar. Tidak seorang juga manusia dapat masuk ke dalam bilik Mariam, dengan tidak melalui tangga di mihrabnya itu, sedang tangga itu dijaganya sebaik baik dan serapi rapinya.
Zakaria merasa senang dan tak pernah merasa penat menjaga dan mengasuh Mariam serapi itu, kerana hal itu bererti menjalankan amanat Allah. Demikianlah berlangsung bertahun tahun lamanya, sehingga keadaan Mariarn semakin lama semakin besar jua.


 Pada suatu ketika Zakaria sebagai biasa masuk mihrabnya dan menemui Mariam dikamarnya. Tiba tiba dia melihat makanan terletak di pintu masuk ke kamar Mariam. Alangkah terkejutnya melihat makanan itu disitu, siapakah gerangan yang telah membawa makanan itu ke dalam kamar Mariam dengan tiada seizin dan setahu Zakaria sendiri?
Zakaria amat gelisah memikirkan kejadian ajaib itu, tetapi untuk sementara dibiarkannya saja. Tetapi dia berjaga jaga, kalau ada orang masuk dengan cara sembunyi sembunyi. Pada hari esoknya dia masuk pula ke kamar Mariam dan didapatinya pula di tempat itu makanan yang baru lagi, lain dari makanan yang sebelumnya. Penjagaan makin diperkuatnya. Lusanya kembali dia melihat makanan yang baru lagi, sudah tersedia pula dengan baiknya di kamar Mariam.
Kecurigaan Zakaria terhadap manusia lainnya mulai berkurangan, tetapi kehairanannya semakin menghebat, sebab dia sudah tahu benar, tidak seorang manusia pun yang datang dan masuk ke situ, sebagai yang dicurigainya semula.
Kepala Zakaria penuh dengan fikiran dan keajaiban kejadian itu, tentang rahsia yang dihadapinya.
Dia masuk mendapatkan Mariam dan bertanya: Hai Mariam, dan manakah datangnya makanan itu, sedang pintu tetap tertutup dan tidak seorang juga yang dapat masuk ke mari membawa makanan?
Mariam menjawab dengan tenang: Makanan itu adalah dari Allah. Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendakiNya dengan tidak berhisab.
Mendengar jawapan Mariam yang tegas dan tenang itu, barulah Zakaria insaf, bahawa Allah sudah menentukan Mariam yang dia jagai itu menjadi seorang hambaNya yang luarbiasa, mempunyai kedudukan dan martabat penting di sisi Allah yang belum pernah dicapai dan diduduki oleh perempuan lain di atas dunia ini.
Kasih dan sayang Zakaria terhadap Mariam berubah menjadi penghormatan dan pengkhidmatan yang semakin lama semakin bertambah dan mendalam jua, sehingga penjagaan dan pemeliharaannya semakin teliti dan hati hati lagi dan yang sudah sudah. Cita cita baru mulai bersemi dengan kukuh sekali di hati Zakaria.
Zakaria yang sudah tua dan tidak bertenaga lagi itu, kini semakin ingin untuk beroleh seorang anak dari darah dagingnya sendiri. Bukan hanya semata mata ingin beranak, tetapi cita cita yang jauh lebih agung dan luhur, ialah agar anak yang dicintakan itu dapat meneruskan perjuangan suci menghadapi suasana baru yang akan ditimbulkan oleh Mariam, kerana dia sendiri sekarang sudah tua dan sudah dekat kepada akhir hayatnya. Nabi Zakaria lalu mendoa kepada Allah tentang cita citanya.
Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria. Isterinya yang sudah tua itupun mulai mengandung. Tidak lama kemudian lahirlah seorang putera, yang diberi nama Yahya (Nabi Yahya).
Adapun Mariam tetap tinggal di tempatnya, semakin besar dan besar juga, dengan hati yang penuh taqwa, dengan ibadat yang tulus ikhlas. Namanya mulai terkenal kepada setiap orang sebagai seorang puteri yang suci murni, yang terjauh dari segala dosa dan noda

Sabtu, 17 Mei 2014

Kisah Bersyukurnya Kerbau,Kelelawar Dan Cacing




Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibri AS untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau dan menanyakan pada si kerbau apakah dia senang telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau. Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau.

Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, "hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau". Si kerbau menjawab, "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri". Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar.

Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, "hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar". "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya", jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.

Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, "Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing". Si cacing menjawab, " Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya".

Sabtu, 03 Mei 2014

Kisah Nabi Danial Dan Singa








Dua singa buas berputarputar di dalam lubang. Sesekali, para raja hutan itu mendongak ke atas, menunggu mangsa masuk ke kandang. Mata mereka awas, taring mereka tajam. Tiba-tiba, kandang dibuka, seorang pria hendak dilemparkan ke dalam lubang. Maka, singa-singa itu pun langsung beringas, siap menerkam. Apa pun yang masuk ke markas mereka akan tamat, bahkan sebelum mencapai dasar lubang. Mereka pasti akan langsung mencabiknya.

Bukan sembarang orang, pria yang hendak dilempar ke lubang singa itu merupakan seorang nabiyullah. Daniyal, sang utusan Allah bagi Bani Israil itu telah siap menerima hukuman. Tapi, sebenarnya hukuman itu hanya mengada-ada karena sang nabi tak melakukan pelanggaran ataupun kesalahan. Ia pun tak gentar, lisannya terus memohon pertolongan Allah.

Perkara Daniyal bermula ketika Raja Babylonia (Babel, sekarang Irak), Nebukadnezar, membutuhkan seorang penafsir mimpi. Sang raja bermimpi melihat sebuah patung raksasa yang setiap bagian tubuhnya terbuat dari logam yang berbeda.

Kepalanya terbuat dari emas, dada dan lengannya dari perak, perutnya terbuat dari tembaga, pahanya dari besi dan kakinya terbuat dari besi dan tanah liat. Tapi, kemudian sebuah batu menghancurkan patung tersebut hingga semuanya hancur luluh dan menjadi sebuah gunung. Tak ada yang mampu menafsirkan mimpi tersebut hingga kemudian raja dipertemukan dengan sang nabi.

Nabi Daniyal pun kemudian menafsirkan mimpi tersebut. Patung tersebut menunjukkan kekuasaan yang silih berganti. Emas mewakili Babylonia yang kemudian akan hancur diganti Kerajaan Persia yang diwakili perak. Kemudian, beralih ke Yunani dengan tembaga, lalu Romawi dengan besi. Tapi, semua kekuasaan itu akan hancur dan luluh lantak. Mendapat jawaban tafsir mimpi yang memuaskan, raja pun mengangkat Nabi Daniyal menjadi penasihatnya.

Namun, bukan hal baik yang didapat. Jabatan tersebut justru mela hir kan petaka. Para pejabat kerajaan merasa iri hati dan terus memfitnah. Hingga, mereka pun memengaruhi raja agar membenci Daniyaal. Terdapat fitnah yang mengatakan, Daniyal telah mencela raja. Fitnah lain menguak ibadah Daniyal ke Yerusalem yang rutin melanggar ketentuan raja. Fitnah lain mengatakan, kerajaan Babel akan hancur kecuali sang penafsir mimpi harus dibunuh. Berhasil dengan beragam fitnah yang diberikan, sang raja pun kemudian membenci Daniyal.

Raja kemudian memerintahkan pengawal membuat lubang dan me masukkan dua ekor singa ke dalamnya. Setelah itu, Daniyal pun segera diseret dan dimasukkan ke dalam kandang singa. Dua ekor singa pun telah siap menerkam. Tapi, Nabi Daniyal tetap sabar dan memohon pertolongan Allah. Ajaib, singasinga yang lapar itu membungkam mulut mereka. Tak sedikitpun taring tajam diperlihatkan dihadapan sang nabi. Saat Daniyal dimasukkan ke dalam kandang mereka, singa-singa itu justru menjilati sang nabi. Singa yang garang berubah menjadi hewan yang patuh. Sungguh tak masuk diakal kecuali memang karena kekuasaan- Nya. Allah memerintahkan singasinga tersebut agar patuh.

Beberapa hari dikurung di kan dang singa, Daniyal tetap selamat. Ia hidup bersama para singa. Hingga, kemudian rasa lapar dirasa kan sang nabi. Allah pun kembali memberi pertolongan. Allah me wahyukan kepada seorang nabi lain yang berada di Syam (kini Su riah, Yordania, dan Palestina), yakni nabi Yeremia (Jeremia) untuk menyiapkan makanan bagi Daniyal.

Namun, Yeremia kebingungan, “Ya Tuhan, saya sekarang ini berada di Yerussalem, sementara Daniyal ada di Babel,” ujarnya. Allah pun mewahyukan, “Lakukanlah apa yang Saya perintahkan dan Saya akan mengirimkan sesuatu yang akan membawamu ke sana,” firman Allah kepada nabinya.

Maka, Yeremia pun segera menyiap kan makanan. Nyata, Allah mengirimkan sesuatu yang kemudian mengantarkan Yeremia menuju Babel. Saat ia telah tiba di ambang lubang, Da niyal pun terkejut. “Siapakah itu?” kata Daniyaal. “Saya Yeremia, Tuhan mengutusku kepadamu” jawabnya.

Kemudian, terjadilah interaksi antara dua nabi tersebut. Daniyal pun sangat gembira dan bersyukur atas pertolongan Allah yang senantiasa diterimanya. “Segala puji bagi Allah yang tak pernah lupa kepada para hamba-Nya, Ia menghalau bahaya setelah kesulitan, menghargai kesabaran dengan keselamatan, melapangkan saat kewalahan, dan memberikan harapan atas ditengah keputusasaan,” kata Daniyal bersyukur tanpa henti.

Versi lain dalam kitab Yahudi dan Nasrani dikisahkan, fitnah yang menimpa nabi Daniyal terjadi di masa kekuasaan Parsi. Sang raja yang dekat dengan Daniyal bernama Dairus. Karena mendapat tekanan dari pejabatnya, Dairus terpaksa memasukkan Daniyal, penasihat kesayangannya, ke dalam lubang singa. Tapi, Darius justru terus gelisah dan terus menengok kondisi sang nabi.

Kisah Nabi Daniyaal memang terdapat dalam kitab suci Yahudi dan Nasrani. Kisahnya ditulis dalam bahasa Ibrani dan Aramia dalam kitab Tanakh milik umat Yahudi, serta dalam perjanjian lama milik Nash rani. Adapun bagi Musli min, kisah Daniyal tak disebutkan di dalam Al quran. Hanya saja, terdapat hadis dari para sahabat Rasulullah yang membenarkan sebagian kisah tersebut.

Kisah Ulama Yang Mati Kafir








Konon ada kisah menarik tentang seorang pria dari kalangan masyarakat Bani Isroil. Ia dikenal oleh masyarakatnya seorang yang ahli ibadah “Al-‘Abid” yang tekun ditempat peribadatannya. Lebih dari itu ia seorang yang populer dengan do’anya yang sangat mustajab, hingga masyarakat  pun berbondong-bondong datang kepadanya, para pasien yang menderit sakit berat maupun sakit ringan jika dibawa kepadanya cepet sembuh, cukup dengan do’a yang dibacanya. Dia adalah Barshisho.
Melihat keadaan seperti itu, sifat jelek iblis terpanggil untuk memperdaya Barshisho agar dengan kepinterannya itu dia bisa menjadi orang yang kufur kepada Alloh. Suatu hari ia memanggil bawahannya dari kalangan syetan-syetan, lalu ia berkata,
“Siapakah diantara kalian yang mampu membuat bencana atau fitnah orang ini dan sekaligus menyesatkannya? ”
“Saya sanggup!” jawab salah seorang jin yang bernama Ifrit
Lebih lanjut lagi, untuk meyakinkan atasannya, Ifrit juga sanggup dihukum bila bila tidak bisa melaksanakan tugasnya.
“Segera laksanakan tugasmu itu!” tegas Iblis.
Setelah mengucapkan janji, Ifrit berangkat menuju salah seorang raja Bani Isroil yang mempunyai putri cantik jelita tiada bandingannya di masa itu. Ia tengah duduk-duduk santai bersama ayah, ibu dan saudara-saudaranya, lalu datanglah Ifrit langsung membanting putri itu, mereka yang duduk sangat terkejut dengan kejadian yang baru saja mereka lihat yang menimpa pada putrinya. Setelah kejadian itu putri raja itu menjadi gila sampai berhari-hari.
Setelah Ifrit memperdaya putri raja, ia datang mengunjungi mereka dengan menjelma menjadi seorang manusia pada umumnya, ia berkata,
“Kalau kalian menginginkan putri kalian segera sembuh, bawalah ia kepada pendeta yang bernama Barshisho, cukup dengan membaca do’a, pendeta itu dapat menyembuhkan penyakit yang diderita putri kalian”.
Sang Raja dengan dikawal para pengawal berangkat membawa putrinya ke tempat pendeta Barshisho. Sesampainya disanaSang Raja mengutarakan sakit yang diderita putrinya.
Dengan do’a yang ia baca, Barshisho bisa mengobati putri raja sehingga bisa sembuh dari penyakitnya.
Tetapi setelah dibawa pulang, penyakit gila putri raja itu kambuh kembali. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Ifrit dengan mengatakan, “Kalau kalian menginginkan putri kalian sembuh total, suruhlan ia tinggal di tempat pendeta itu dalam waktu sementara”.
Mereka pun membawa lagi putrinya ketempat pendeta Barshisho, ditinggalkannya  di rumah pendeta. Semula pendeta enggan menerimanya, namun setelah didesak terus akhirnya pendeta mau menerima putri raja bertempat tinggal di rumahnya.
Barshisho terus menegakkan sholat dengan tertib dan khusu’, mengerjakan puasa dan melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, sementara putri raja  itu ditempatkan disisinya dan setiap hari Barshisho memberinya makan dan minum hingga menyita waktu cukup lama.
Pada suatu hari Barshisho memandang paras cantik molek, tubuh mulus lagi seksi putri sang raja, yang sebelumnya belum pernah melihat pemandangan seperti itu, maka timbullah nafsu birahinya, dengan di dorong oleh bisikan syetan yang telah mengausai hatinya, akhirnya tiada kesabaran lagi, sang pendeta terjerumus kedalam jurang kenistaan, ia melakukan perbuatan keji, yaitu berbuat zina dengan putri sang raja. Kejadian itu berulang-ulang ia kerjakan hingga putri sang raja hamil.
Setelah berhasil memperdaya sang pendeta, syetan pun datang kepadanya, sambil berkata,
“Hai Pendeta, kamu telah berbuat zina dengan putri sang raja hingga dia hamil, dalam hal ini kamu bisa selamat dari ancaman sang raja atas perbuatan kejimu, jika kamu membunuh putri itu dan menguburkannya di bawah tempat ibadahmu. Kalau mereka menanyakan putrinya, bilang saja kalau ia telah meninggal dunia, mereka akan percaya dengan perkataanmu”.
Perintah syetan itu dilaksanakan oleh si pendeta, dia membunuh putri itu dan menguburkannya sesuai denga hasutan syetan.
Beberapa hari kemudian, sang raja beserta keluarganya datang ketempat pendeta dengan harapan putrinya telah sembuh dari sakitnya. Sesampainya di rumah pendeta, mereka menemui sesuatu yang di luar dugaan mereka, ternyata mereka menjumpai anaknya sudah mati dan dikuburkan di tempat rumahnya pendeta.
Si pendeta memberikan keterangan kepada sang raja beserta keluarganya, “Maaf, sang raja. Putri sang raja telah meninggal atas kehendak Alloh”.
Sang raja beserta keluarganya percaya penuh dengan ucapan si pendeta, kemudian kembali ke istana kerajaan Namun syetan segera mendatangi mereka dengan tujuan menghasut, seraya berkata,
“Sebenarnya putrimu semula telah hamil disetubui oleh pendeta, karena takut diketahui orang, sang pendeta membunuh dan menguburkannya dibawah tempat ibadah”.
Sang raja secepatnya kembali ke tempat pendeta, ia naik kendaraan dengan di temani oleh beberapa pengawal, mereka segera membongkar makam putrinya, ternyata terbukti bahwa putri sang raja mati dibunuh oleh sang pendeta. Mereka segera menangkap sang pendeta, kemudian menyalibnya.
Setelah pendeta dalam keadaan di salib, datanglah syetan kepadanya, sambil berkata,
“Aku berjanji akan menyelamatkanmu dari siksaan sang raja, dengan catatan kamu harus bersujud satu kali kepadaku, bukan kepada Alloh SWT,…kamu sanggup melaksanakan apa tidak?”
“Bagaimana aku bisa bersujud kepadamu, sedangkan keadaanku seperti ini?” tanya si pendeta.
“Hal itu cukup kamu lakukan dengan isyarat kepala”. Jawab syetan
Karena sang pendeta sudah dikuasai syetan dan didorong ingin selamat dari ancaman sang raja, maka sang pendeta Barshisho menuruti bujukan syetan, ia bersujud kepadanya dengan isyarat kepala.
Dengan santainya syetan mengatakan, “Kini aku terlepas darimu sungguh aku takut kepada Alloh Tuhan Semesta alam.
Itulah salah satu bentuk rayuan iblis untuk mengganggu anak adam agar masuk kedalam neraka dengan beragam bentuk rayuan, dan ironisnya setelah ia merayu dengan janji-janji ingin menolong tapi setelah berhasil, ia tidak mau tahu, ia mengingkari janjinya.
Alloh berfirman :
      “Seperti (bujukan) syaithon ketika ia berkata kepada manusia, “Kafirlah kamu”, mana tatkala manusia itu telah kafir ia berkata, “Sesungguhnya aku berlepas diri  dari kamu karena sesungguhnya aku takut kepada Alloh, Tuhan semesta alam”

Kisah Lahirnya Nabi Isa









Matahari tampak akan tenggelam, angin pun bertiup sepoi-sepoi menembus jendela mihrab Maryam. Kesejukan pun memenuhi sekeliling gadis perawan yang sedang khusuk dalam sholatnya.
Setelah Maryam menyelesaikan sholatnya, ia bersiap-siap untuk turun dari mihrab. Namun tiba-tiba terdengar suara memanggilnya,
“Wahai Maryam, sesunggunya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas seluruh wanita di dunia”
Maryam tertegun mendengar suara itu. Mihrab itu dipenuhi dengan kalimat-kalimat para malaikat. Maryam pun merasa bahwa pada hari-hari terakhir terdapat perubahan pada suasana ruhaninya dan fisiknya. Ia merasa bahwa darah, kekuatan dan masa mudanya mulai meninggalkan tempatnya dan digantikan dengan kesucian dan kekuatan yang lebih banyak. Kini ia menyadari bahwa Allah telah memilihnya, mensucikannya dan menjadikannya panutan bagi wanita di dunia. Malaikat kembali berkata kepadanya, “Wahai Maryam, taatlah kepada Tuhanmu, sujud dan ruku’lah bersama-sama orang yang ruku……”
Malam itu Maryam berjalan-jalan di taman tak jauh dari mihrabnya. Ia tidak dapat memejamkan matanya. Masih terngiang ditelinganya kalimat-kalimat yang diucapakan oleh malaikat. Ia merasakan bahwa sesuatu yang besar akan terjadi padanya.
Dalam keheningan malam itu tiba-tiba Maryam mendengar suara derap kaki yang menetap diatas batu serta pasir. Ia merasakan bahwa ia tidak sendiri, ada seseorang yang sedang memperhatikan gerak-geriknya. Namun ia tidak melihat siapa-siapa di sekelilingnya. Hingga pandangannya tertuju pada sebuah cahaya dikejauhan. Cahaya itu berjalan mendekatinya dan berhenti dihadapannya. Maryam terkejut seketika, ia memandang cahaya yang terpancar dari sosok orang asing yang berdiri memandangnya. Ia gemetar ketakutan dan menundukkan kepalanya. Pandangan orang asing itu memancarkan kemuliaan dan kebesaran tetapi wajah orang itu justru menggambarkan kerendahan hati yang mengagumkan.
“Salam kepadamu wahai Maryam” sapa orang itu yang membuat Maryam makin ketakutan.
“Sesungguhnya aku berlindung darimu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang bertaqwa”
Maryam berlindung di bawah lindungan Allah dan ia bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau manusia yang mengenal Allah dan bertakwa kepada-Nya?”
Kemudian orang itu tersenyum dan berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”
Maryam tersentak mendengar ucapan orang itu. Terngiang di kepala Maryam kalimat “Aku adalah seorang utusan Tuhanmu….”
“Kalau begitu, dia adalah malaikat Jibril yang telah berubah wujud menjadi manusia” pikir Maryam, “Lalu dia mengatakan bahwa aku akan melahirkan seorang anak laki-laki. Padahal aku masih perawan dan belum tersentuh oleh seorang pun. Bagaimana mungkin…” lanjut Maryam.
Maryam berkata kepada Jibril, “Bagaimana mungkin aku memiliki seorang anak, sedangkan tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku dan aku bukan pula wanita pezina!”
Jibril menjawab, “Demikianlah Tuhanmu, Dia berfirman : Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar dapat Aku menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari-Ku, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”.
Maryam menyadari bahwa kalimat-kalimat Jibril yang dikatakan padanya adalah perintah Allah, dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti akan terlaksana. Kemudian Jibril meneruskan pembicaraannya,
“Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan dengan kalimat yang datang dari-Nya, namanya al-Masih Isa putra Maryam, seorang yang terkemuka di dunia, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang didekatkan kepada Allah, dan dia berbicara dengan manusia ketika masih dalam gendongan, dan ketika sudah dewasa dia termasuk diantara orang-orang yang saleh”.
Keheranan Maryam semakin bertambah. Betapa tidak, sebelum mengandung anak itu di perutnya, ia telah mengetahui namanya. Bahkan ia mengetahui bahwa anaknya itu akan menjadi seseorang yang terpandang di sisi Allah dan di sisi manusia, ia mengetahui anaknya itu akan berbicara dengan manusia saat ia maih kecil. Sebelum Maryam menggerakkan lisannya untuk melontarkan pertanyaan lain, Jibril mengangkat tangannya dan menghembuskan udara yang menyusup ke jasad Maryam. Lalu udara itu berubah menjadi seorang anak dalam rahimnya. Jibril pun lenyap dari pandangannya.
Hari demi hari kian berlalu. Usia kandungan Maryam semakin tua. Hingga pada bulan yang kesembilan, pergilah ia ke suatu tempat yang jauh. Ia merasa bahwa sesuatu akan terjadi hari itu, tetapi ia sendiri tidak tahu sesuatu apa yang sebenarnya akan terjadi. Allah menggerakkan kaki Maryam menuju tempat yang dipenuhi pohon kurma. Badannya mulai gemetar, lalu duduk bersandar tak berdaya di bawah pohon kurma yang besar dan tinggi. Ia mulai merasakan sakit pada dirinya. Bukan hanya rasa sakit akan melahirkan, tetapi juga penderitaan batin baginya. Apa kata orang nanti ketika ia pulang menggendong seorang bayi, sedangkan mereka tahu bahwa ia masih perawan? Bagaimana seorang gadis perawan bisa melahirkan?
Maryam pun merintih tak kuasa menahan gejolak jiwanya, “Oh…alangkah baiknya aku mati sebelum ini, tentu aku tidak akan menanggung beban ini dan pasti orang-orang akan melupakan aku…”
Tak lama kemudian tiba-tiba terdengar Jibril menghibur kesedihan Maryam,
“Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, makanlah, minumlah dan bersenanghatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernadzar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara pada seorang manusia pun pada hari ini”
Maryam merasa agak tenang hatinya. Air sungai dan buah kurma itu benar-benar telah membuatnya merasa segar dan sehat. Tenaganya yang telah terkuras dalam perjuangan melahirkan anak, kini berangsur-angsur pulih. Ia memandangi sang bayi dalam buaiannya dengan penuh kecintaan.
Masa-masa sulit bagi Maryam telah berakhir. Ia pun kembali ke kampungnya dengan jiwa yang tegar dan siap menerima perkataan apapun dari masyarakat. Hingga suatu sore ketika Maryam sedang berjalan melewati kerumunan orang-orang, ia dicerca dengan berbagai pertanyaan dan perkataan yang menyakitkan hati.
“Bukankah kau masih perawan, Maryam?” tanya salah satu dari mereka.
“Lalu anak siapa yang kau gendong itu?” tanya yang lainnya.
“Hai saudara perempuan Harun! Ayahmu bukanlah seorang penjahat dan ibumu juga bukan seorang pelacur!” teriak yang lain lagi.
“Kami kira kau ini gadis suci yang kerjanya hanya beribadah saja. Ternyata kau telah berbuat nista!”
Maryam tampak tenang dan tetap menunjukkan kebaikannya. Wajahnya dipenuhi dengan cahaya keyakinan. Ketika pertanyaan semakin menjadi-jadi dan keadaan semakin sulit maka Maryam menyerahkan segalanya kepada Allah. Ia menunjuk-nunjuk ke arah anaknya. Orang-orang yang ada di situ tampak kebingungan.
“Apa maksudmu, Maryam?!”
“Kau meminta kami berbicara dengan bayi ini? Sudah gila kau rupanya!”
Mendadak bayi yang masih merah itu berbicara, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku kitab injil dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup, dan berbakti kepada ibuku. Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”
Orang-orang yang berkerumun itu terperangah demi mendengar seorang bayi mungil dapat berbicara lancar. Kata-katanya pun bagus. Dengan cepat berita tentang keajaiban itu menggemparkan masyarakat sekitarnya.
“Sungguh ini mukjizat Allah. Maryam memang gadis suci. Ia dipilih Allah untuk melahirkan utusannya” orang-orang mulai kembali percaya pada Maryam.
Maryam bersyukur kepada Allah karena telah menyelamatkan dirinya dari segala macam fitnah. Rasa syukurnya bertambah besar ketika orang-orang menghormati dan memuliakannya karena dirinya memiliki anak yang kelak akan menjadi Nabi

Kisah Juraij Dengan Ibunya




pada jaman dahulu kala tersebutlah pemuda bernama Juraij. Dia sangat rajin dan tekun beribadah. Hari-harinya dihabiskan untuk berdzikir pada Alloh dan mengerjakan sholat-sholat sunah. Hal itu selalu dilakukannya di sebuah mushola yang berada di samping rumahnya.
JURAIJ hidup bersama ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan, dan selalu memerlukan bantuan Juraij bila akan melakukan sesuatu
Sore itu ibu juraij sedang duduk di serambi.
“Juraij… Tolong ambilkan selimut, Ibu merasa kedinginan nak…”
“Baik bu…”
Juraij menyelimuti ibunya
“Juraij, kamu jangan jauh-jauh dari ibu, ibumu sekarang sering merasa tidak enak badan…”
“Aku tidak kemana-mana bu, paling-paling aku ada di mushola sebelah, dan bila ibu memanggilku, pasti aku mendengarnya.
Pada suatu pagi Juraij sedang melaksanakan sholat sunnah, tiba-tiba ibunya menggigil kedinginan dan memanggil nya. Juraij termenung dalam sholatnya. “Waduh…Ibu memanggilku padahal aku sedang sholat, bagaimana ya…ah nanti sajalah setelah sholat selesai aku akan mendatangi panggilan ibu.”
Setelah selesai sholat Juraij menunggu panggilan ibunya. Setelah beberapa saat tidak ada suara panggilan lagi ia niat melanjutkan sholatnya. Namun di pertengahan sholatnya, kembali ibunya memanggil. Lagi-lagi Juraij kebingungan dalam menentukan mana yang lebih didahulukan, sholatnya atau ibunya. Rupanya Juraij lebih memilih sholat sunnahnya daripada mendatangi panggilan ibunya, dengan pertimbangan setelah sholatnya selesai ia akan mendatangi ibunya.
Setelah sholat Juraij tidak segera mendatangi ibunya, tetapi diam menunggu panggilan ibunya. Setelah beberapa saat ternyata tidak ada panggilan, Juraij memutuskan untuk kembali meneruskan sholat, ia beranggapan bahwa mungkin ibunya sudah tidur dan tidak memerlukannya lagi. Namun anggapan itu ternyata salah, karena dipertengahan sholat ibunya kembali memanggil.
“Juraij…kalau kau mendengar panggilan ibumu kemarilah …!
“Bagaimana ya? Sholatku apa ibuku….Ah nanti sajalah. Aku selesaikan sholat dulu…”
Karena Juraij tidak segera datang, maka ibunya berusaha sendiri meraih selimut yang berada di atas meja samping tempat tidur. Tapi apa yang terjadi ibu Juraij terpeleset dan jatuh tersungkur. Ibu Juraij mengerang kesakitan, tapi Juraij juga tak kunjung datang menolong. Maka ibu Juraij sangat sangat sakit hati pada Juraij, sudah dipanggil tiga kali tidak mau datang bahkan sekarang ibunya terjatuh. Lalu sang ibu berdoa, “Ya Alloh, janganlah Engkau matikan anakku sebelum ia dipemalukan oleh seorang pelacur”
Beberapa saat berselang setelah ibunya mengutuk Juraij, datanglah seorang pengembala kambing menemui Juraij.
“Wahai Juraij, seperti biasanya aku ingin numpang bermalam di rumahmu, sebab aku nanti akan kemalaman bila memaksakan diri pulang ke desaku”
Juraij mempersilahkan tamunya untuk menempati kamar yang masih kosong. Tetapi tak lama kemudian datang seorang wanita cantik.
“Permisi….apakah anda yang bernama tuan Juraij?”
“Betul…, adakah yang bisa saya bantu?”
“Tuan Juraij, maukah anda menemaniku tidur semalam saja”
Bagaikan disambar petir, Juraij sangat terkejut mendengar ucapat wanita itu.
“Siapa kamu sebenarnya dan mengapa sampai kamu mengatakan hal ini kepadaku”
“Aku seorang pelacur. Menurut seorang ahli nujum, aku akan memperoleh ketenaran bila aku digauli oleh seorang ulama’.”
“N a’u d z u b i l l a h i m i n d z a l i k…! Hai perempuan kotor! Pergilah dari hadapanku sekarang juga!’
“Baiklah aku akan pergi, tetapi sekarang malam telah larut, sedangkan rumahku jauh, bolehkah aku bermalam di rumahmu?”
“Boleh saja, di sebelah rumahku tersedia kamar-kamar untuk musafir, kamu dapat menempatinya, tapi jangan sekali-kali mengganggu aku, dan yang lebih penting besok pagi-pagi kamuharus sudah pergi dari sini”.
Dengan perasan kecewa dan sakit hati pergilah wanita itu ke kamar yang telah ditunjukkan oleh Juraij. Wanta itu bertemu dengan pengembala yang sedang berdiri di depan kamarnya. Pengembala terpesona melihat kecantikan wanita itu. (Ck..ck..ck ada perempuan cantik mau nginap di sini juga rupanya).
“Apakah tuan juga akan bermalam di sini?’ tanya wanita itu membuyarkan lamunan pengembala.
“I…ya..”jawab pengembala gugup.
“Tuan..Saya ini penakut, bolehkah saya tidur di kamar tuan…”
Pucuk dicinta ulampun tiba, akhirnya malam itu pengembala yang kebetulan rendah imannya mendapatkan apa yang diinginkannya dari wanita itu. Terjadilah perbuatan nista, yang sangat dimurkai Alloh antara pengembala dengan wanita pelacur.
Waktu bergulir sekian lamanya, Juraij tetap mengisi hari-harinya penuh dengan kegiatan ibadah, sehingga sering melalaikan kewajibannya untuk berbakti pada ibunya yang sangat memerlukan bantuannya. Begitu pula dengan wanita yang pernah singgah di rumah Juraij, beberapa waktu setelah berzina dengan pengembala, dia hamil dan membiarkan kandungannya kian membesar. Dia berniat kelak bayi yang dikandungnya dapat membalas sakit hatinya pada Juraij.
Saatnya telah tiba, nampak dikejauhan seorang wanita menggendong bayi masuk desanya Juraij. Dia bercerita pada setiap orang yang dijumpainya bahwa bayi yang digendongnya itu adalah hasil hubungan gelap dia dengan Juraij, sekarang dia hendak meminta pertanggungjawaban pada Juriaj. Penduduk desa menjadi gempar sebab diantara mereka ada yang percaya dan ada yang tidak percaya. Namun karena kelihaian wanita itu memainkan kata-kata, hampir seluruh penduduk desa mempercayainya.
Maka berbondong-bondonglah orang-orang menuju rumah Juraij.
“Ayo kita hancurkan mushola Juraij yang ternyata selama ini adalah kedok kemaksiatannya!”
“Kalau perlu kita hajar dia!”
“Selama ini kita telah ditipu olehnya!”
Ketika sampai di rumah Juraij mereka mendapati Juraij sedang sholat di musholanya. Mereka langsung menyeret Juraij keluar dari mushola. Sebagian dari mereka memukuli Juraij.
“Rasakan ini pezina!….Rasakan ini penipu!…”
Sebagian lagi beramai-ramai merobohkan mushola Juraij hingga rata dengan tanah. Ditengah pukulan dan makian yang bertubi-tubi Juraij menjaga kesadarannya.
“Tunggu dulu!…. Tunggu dulu!….. Sabarlah wahai saudaraku… Apa yang terjadi denganku sehingga kalian memperlakukan aku seperti ini?”
“Hai Juraij! Percuma saja kau sholat! Selama ini ternyata kau telah menipu kami! Mushola yang kau bangun dan kebaikan yang kamu perbuat hanyalah sebagai kedok dari kebejatan akhlaqmu! Kamu telah berbuat zina!”.
“Adakah yang menjadi saksi dari perbuatanku?”
Datanglah seorang laki-laki dengan membawa bayi.
“Inilah buktinya! Bayi ini adalah hasil perbuatan bejat kamu dengan seorang wanita yang setahun lalu menginap di rumahmu karena kemalaman di tengah jalan. Baru saja wanita itu datang kemari membawa batin ini…!
“Masya Alloh… Saudara-saudaraku, dapatkah kalian bersabar sejenak, aku akan sholat dan akan membuktikan siapa sebenarnya ayah dari bayi ini”.
Mereka lalu membiarkan Juraij mengerjakan sholat. Setelah selesai sholat Juraij berdoa mohon petunjuk kepada Alloh, lalu ia mendekati bayi itu dan memegang kepala dan perut serta bertanya,
“Wahai bayi… siapakah ayahmu sebenarnya?”
Dengan kuasa Alloh bayi itu menjawab, “Ayahku adalah seorang pengembala kambing yang setahun lalu bermalam di rumah tuan Juraij…”
Maka orang-orang terjekut melihat kejadian itu. Perasaan mereka tak karuan, antara heran dan bingung melihat bayi bisa ngomong dan melihat perbuatan mereka yang telah menganiaya seorang ulama’ ahli ibadah.
Ditengah kegaduan itu tiba-tiba muncul ibu Juraij menghampirinya.
“Wahai Juriaj… Tidakkah kau ingat ketika ibu memanggilmu sampai tiga kali kau tidak mendatangi panggilan ibumu bahkan menjawab pun tidak. Saat itulah ibu sangat marah kepadamu karena kau lebih mementingkan sholat sunnahmu daripada kewajibanmu berbakti kepada orang tua. Saat itu ibu menyumpahimu…. Apa yang baru saja terjadi menimpamu adalah akibat sumpah dan kutukan ibu…. Maafkan ibumu…nak…”
Serta merta Juraij bersimpuh di kaki ibunya, air matanya berlinang……
“Ibu… maafkan anakmu… bu… Aku berjanji tidak akan mengecewakan ibu lagi…”
Setelah mengetahui permasalahannya maka menyesallah orang-orang yang telah menganiaya Juraij dan merobohkan musholahnya.
“Jauraij kami minta maaf atas perbuatan kami. Karena musholahmu telah kami hancurkan, maka kami sanggup membangun untukmu mushola yang terbuat dari emas…Kami sangat menyesali perbuatan kami yang mudah terhasut dan terprovokasi oleh orang yang menginginkan kerusakan di muka bumi ini”
“Ya…aku mengerti…Namun kalian tidak perlu membangun mushola dari emas untukku…Kembalikan saja musholaku seperti semula”
Dalam waktu singkat berdirilah mushola yang cukup megah dan indah. Juraij kembali tekun beribadah dan semakin berbakti kepada ibunya. Selain itu juga banyak masyarakat yang ikut ngaji padanya

Kisah Nabi Sulaiman Dan Ratu Bilqis








Suatu hari disebuah kerajaan besar dimuka bumi, berkumpul para punggawa, mulai dari prajurit sampai menteri-menteri kerajaan memenuhi panggilan sang Raja. Anehnya, tidak hanya bangsa manusia yang datang memenuhi panggilan itu, tetapi juga banyak jin-jin serta burung-burung berbondong-bondong berkumpul memenuhi balairung istana. Sang Raja yang gagah perkasa duduk di singgasana sambil memandang mereka satu-persatu.
“MENGAPA aku tidak melihat Hud-hud? Tahukah kalian dimana dia?” tanya sang Raja memecah keheningan suasana.
Parapunggawa diam membisu sambil saling pandang satu sama lain. Mereka memang tidak tahu menahu soal kepergian seekor burung yang dimaksud oleh sang Raja. Maka sang Rajapun mengeluarkan sabdanya,”Dengar wahai punggawa! Oleh karena Hud-hud tidak hadir tanpa seizinku, maka sungguh aku akan menghukumnya dengan hukuman yang berat, atau aku akan memenggal kepalanya. Kecuali jika ia dapat memberikan alasan yang tepat tentang kepergiaannya!”
Sulaiman bin Daud, itulah nama sang raja yang juga seorang Nabi Allah. Allah telah memberinya anugerah yang luar biasa yaitu bisa berbicara dengan burung-burung dan menguasai jin-jin. Selain itu Allah juga memerintahkan angin supaya tunduk dan patuh terhadap Nabi Sulaiman. Kemanapun Nabi Sulaiman hendak pergi, angin akan membawanya dengan sangat cepat menuju tempat yang diinginkan. Demikian mukjizat dari Allah yang menyertai Nabi Sulaiman dalam memimpin umat, memberantas kebathilan dan menegakkan kebenaran dimuka bumi.
Nabi Sulaiman sangat dekat dengan punggawa maupun rakyatnya. Pada waktu-waktu tertentu di kumpulkannya para punggawa untuk diminta saran, pendapat maupun keluhan-keluhan mereka. Perhatian Nabi Sulaiman yang begitu besar tersebut menjadikan hapal satu persatu seluruh nama pengikutnya. Sehingga kalau ada salah satu dari mereka tidak datang memenuhi panggilannya, pasti Nabi Sulaiman akan mencarinya. Seperti yang terjadi pada burung Hud-hud.
Selang beberapa saat setelah Nabi Sulaiman menjatuhkan sabdanya pada Hud-hud, tiba-tiba Hud-hud datang  dan bersimpuh dihadapan Nabi Sulaiman. ”Ampun paduka, sebelum paduka menghukum hamba, perkenankan hamba untuk menyampaikan berita yang belum pernah paduka dengar sebelumnya,”
Katakan, berita apa yang kau bawa?”
“Hamba baru saja datang dari negeri Saba’. Sebuah negeri yang kaya raya, dipimpin seorang Ratu berparas Cantik rupawan. Dia memiliki singgasana yang besar dan indah, panjangnya 80 hasta, lebarnya 40 hasta dan tingginya 30 Hasta. Para pengikutnya memanggilnya Ratu Bilqis. Akan tetapi paduka, Ratu Bilqis dan pengikutnya telah terpedaya oleh syetan, mereka menjadikan matahari sebagai tuhan mereka yang mereka puja-puja setiap hari.”
“Mmm, benarkah?”
“Hamba tidak berdusta, paduka”
“Baiklah. Aku ingin membuktikan kebenaran perkataanmu. Berangkatlah kembali ke negeri saba’ dengan membawa surat dariku. Berikan surat itu pada Ratu Bilqis dan pengikutnya. Lalu dengarkan apa yang mereka bicarakan setelah mereka membaca surat itu.”
Sesaat kemudian Hud-hud sudah terbang tinggi melewati pegunungan dan hamparan padang pasir membawa sepucuk surat dari Nabi Sulaiman untuk Ratu Bilqis. Hingga sampailah pada disebuah istana  kediaman Ratu bilqis yang sangat megah dan indah. Hud-hud terbang menerobos masuk kedalam istana, lalu menjatuhkan gulungan surat yang dibawanya di hadapan sang Ratu. Dengan serta merta Ratu memungut dan membaca surat itu di hadapan para pembesar kerajaan Saba”.
“Dari Sulaiman. Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, janganlah kamu berlaku sombong terhadapku, dan datanglah padaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”
Ratu Bilqis tertegun setelah membaca surat dari Nabi Sulaiman yang seolah olah akan merebut negeri Saba’ dari kekuasaan Ratu Bilqis. Maka berkatalah sang Ratu, “Wahai para pembesarku, berilah aku pertimbangan dalam menghadapi masalah ini. Sebab aku tidak pernah memutuskan suatu permasalahan sebelum meminta pendapat dan saran dari kalian.”
“Paduka Ratu, kita memiliki bala tentara yang besar dan kuat. Pasukan-pasukan kita sangat terlatih dan pemberani. Kita siap menghadapi tantangan itu. Namun demikian semua itu kembali pada keputusan paduka. Oleh karena itu mohon kiranya paduka mempertimbangkan segala sesuatunya dengan cermat sebelum paduka mengeluarkan perintah.”
“Wahai para pembesarku, walaupun kita semua telah siap berperang demi membela keagungan dan kejayaan negeri kita, tetapi ketahuilah bahwa peperangan hanya akan meninggalkan kepedihan dan kesengsaraan bagi rakyat kita. Karena sesungguhnya raja-raja apabila menyerang suatu negeri, niscaya mereka akan membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina. Aku benci perang!”
“Lalu apa yang akan paduka lakukan ?”
“Kita akan mengirim utusan pada Raja Sulaiman dengan membawa hadiah sebagai tanda perdamaian. Kita tunggu saja hasilnya.”
Para utusan Ratu Bilqis yang membawa hadiah telah sampai di kerajaan Nabi Sulaiman. Tetapi, apa yang terjadi? Nabi Sulaiman marah.
“Apakah Ratu kalian ingin menyuapku, bukan harta benda maupun kekuasaan yang aku inginkan. Sebab segala sesuatu yang telah diberikan oleh Allah kepadaku, jauh lebih baik dibandingkan apa yang diberikan-Nya pada Ratu kalian. Sampaikan pada Ratu Bilqis, janganlah dia merasa bangga karena memberiku hadiah seperti itu. Aku hanya ingin dia beserta pengikutnya tunduk mengikuti ajakanku untuk menyembah pada Allah. Dan katakan pada pimpinan kalian, kalau dia tidak mau menghadapku, aku akan datang ke negerinya. Tetapi kedatanganku akan mengusirnya dari negeri itu dan mereka menjadi tawananku yang hina!”
Para utusan Ratu Bilqis pulang dengan perasaan kecut demi mendengar ancaman Nabi Sulaiman. Sementara itu Nabi Sulaiman segera mengatur siasat untuk memperdaya Ratu Bilqis. Nabi Sulaiman mengumpulkan para pembesarnya.
“Wahai Para pembesarku! Siapakah diantara kalian yang sanggup membawa singgasana Bilqis sebelum dia datang untuk menyerahkan padaku ?”salah satu pembesar Nabi Sulaiman dari golongan jin, bernama ifrit mengacungkan tangannya.
“Hamba sanggup mendatangkan singgasana Bilqis kehadapaan paduka sebelum paduka beranjak dari singgasana paduka. Karena hamba memiliki kekuatan yang besar untuk mengangkatnya. Percayalah pada hamba,”
Seluruh mata yang hadir dalam pertemuan itu tertuju pada ifrit. Mereka kagum dengan kesanggupan ifrit yang luar biasa. Ashof bin Barkhiya seorang juru tulis Nabi Sulaiman yang ahli ibadah mengacungkan tangannya dan berkata dengan kalem,
“Wahai Nabi Allah. Hamba Insya Allah akan membawa singgasana Bilqis kehadapan paduka dalam sekejap mata”
“Benarkah?”
Ashrof menengadahkan kedua tangannya keatas memohon pertolongan Allah seraya berkata, “Wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan! Tuhan kami dan Tuhannya segala sesuatu.Tidak ada tuhan kecuali Engkau. datangkanlah pada kami singgasana Bilqis!”
Keajaiban terjadi. Bagian sudut balairung istana yang tadinya kosong kini telah terpenuhi singgasana Bilqis yang megah bertatahkan emas dan berlian. Semua terkesima melihat kejadian itu. Namun Nabi Sulaiman segera menyadarkan mereka,
“Ini semua adalah karunia dari Allah dan sebagai cobaan bagi kita apakah kita tergolong orang yang bersyukur atau justru malah sebaliknya. Wahai para pembesarku! Kini singgasana Bilqis sudah berada dalam kekuasaan kita. Ini  adalah merupakan satu kemenangan bagi kita. Tetapi tidak berhenti sampai disini. Sebelum Bilqis tiba dinegeri kita, rubahlah bentuk singgasananya. Aku ingin tahu, apakah dia masih mengenali singgasananya atau tidak”,
Nabi Sulaiman bermaksud menyadarkan Ratu Bilqis bahwa apakah memiliki arti kecantikan, kemewahan dan kekuasaan, sedangkan hati dan pikirannya terbelenggu oleh tipu daya syetan, sehingga matahari dianggapnya sebagai tuhan. Betapa sempurna kenikmatan hidup didunia, jika kemewahan dan kekuasaan yang telah  dimiliki disertai dengan hati yang iman dan diliputi dengan rahmat serta pengampunan dari Allah. Nabi Sulaiman berniat menjadikan Ratu Bilqis sebagai permaisuri yang akan mendampinginya dalam memperjuangkan dan menegakkan panji-panji tauhid di muka bumi.
Tetapi kemudian tersiar ‘gosip’ dikalangan para jin pengikut Nabi Sulaiman bahwa tumit betis dan Ratu Bilqis dikabarkan mirip bertis khimar. Nabi Sulaiman segera mengambil inisiatif. Diperintahkannya para jin untuk melapisi kaca pada lantai ruangan yang akan dipergunakan menjamu Ratu Bilqis. Pekerjaan itu dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Sebuah ruangan yang ditata sedemikian indah, dengan lantai terbuat dari kaca bagai sebuah kolam dengan airnya yang bening.
Tibalah pada saat yang di tunggu-tunggu. Ratu Bilqis dikawal oleh para pembesar negeri Saba’ datang memasuki istana Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman mempersilahkan Ratu memasuki balai rung istana dan menunjukan sesuatu yang berdiri megah ditengahnya. “Wahai Bilqis, apa betul ini singgasanamu?”
“Sepertinya ini memang singgasanaku. Tapi bagaimana bisa sampai disini?”
“Wahai Bilqis. Ketahuilah, tuhan yang patut disembah adalah Allah. Tuhan yang maha Esa. Dialah yang menciptakan segala sesuatu. Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dialah yang mengutusku sebagai Nabi pemimpin umat dimuka bumi ini. Dan atas kekuasaan Nya singgasanamu sampai disini. Tinggalkan menyembah matahari. Mulailah menyembah pada Allah Tuhan seluruh alam.”
Kemudian Nabi Sulaiman mempersilahkan sang Ratu memasuki sebuah ruangan yang telah disiapkan untuk menjamu. Pertama kali yang dilihat Ratu Bilqis dalam ruangan itu adalah kolam yang luas dengan airnya yang bening. Karena takut gaunnya basah terkena air, disingkapnya gaun indah yang membalut tubuhnya sampai betisnya. Sehingga semua yang hadir dapat melihat betapa indah betis sang Ratu, tidak seperti yang digosipkan oleh mereka selama ini.
Berkatalah Nabi Sulaiman,”Wahai Bilqis, kau tidak perlu menyingkapkan gaunmu. Sebab itu bukan kolam, melainkan lantai yang terbuat dari kaca.”
Sekali lagi Bilqis telah terpedaya oleh Nabi Sulaiman. Dia merasa telah berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri, karena selama ini telah memuja-muja pada tuhan selain Allah.
“Ya Tuhanku. Sesungguhnya aku telah berbuat dzalim terhadap diriku. Dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”
Sang Ratu telah sadar dan insaf kini raja Sulaiman bin Daud yang gagah perkasa didamping oleh seorang permaisuri, Bilqis binti Syarohil, terus berjuang mengemban amanat dari Allah untuk memberantas segala bentuk kemusyrikan dan menyebarluaskan kebenaran hingga agama Allah berdiri tegak dimuka bumi*

Kisah Nabi Daud Dan Raja Jalut




Hari itu adalah hari yang suram bagi Bani Israil. Nabi sekaligus pemimpin mereka telah dipanggil menghadap Sang Pencipta. Wafatnya Nabi Musa telah meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang Bani Israel. Kini mereka hanya bisa memandangi sebuah peti yang diwariskan oleh Nabi mereka. Peti yang merupakan simbol kekuatan dan kejayaan Bani Israel itu berisi kitab Taurat, sorban Nabi Harun, tongkat dan sandal Nabi Musa.
Dulunya orang-orang Bani Israel rajin mempelajari dan mengamalkan isi kitab Taurat. Mereka taat beribadah kepada Alloh. Ketaatan kepada Alloh telah membawa Bani Israel menjadi bangsa yang hebat. Namun sejak mereka ditinggalkan oleh Nabi Musa, segala sesuatunya mulai berubah. Keimanan kaum Bani Israel sedikit demi sedikit mulai memudar. Peraturan-peraturan Alloh mulai diabaikan. Hawa nafsu mulai menjadi panutan. Mereka suka bertengkar satu sama lain. Hanya sedikit orang yang masih khusu’ beribadah kepada Alloh, diantaranya Samuel atau Yusa’ bin Nun, seorang hamba Alloh yang dipilih oleh Alloh meneruskan kenabian Musa dan Harun.
Lama kelamaan Bani Israel menjadi bangsa yang sombong dan takabur. Dari luar mereka kelihatan sebagai bangsa yang besar dan hebat, padahal mereka telah menjadi bangsa yang lemah dan pengecut. Sehingga dengan mudahnya kaum kafir yang dipimpin oleh raja Jalut menjajah dan menguasai Bani Israel. Peti suci Bani Israel pun jatuh ke tangan orang-orang kafir. Rakyat Bani Israel menderita, harta mereka dirampas dan mereka diusir dari tanah airnya.
Pada suatu hari mereka menemui Nabi Samuel, “Wahai Nabi…Apakah tidak ada seseorang yang dapat memimpin kami berperang melawan bala tentara Jalut?”.
Samuel terdiam. Ia teringat sifat kaum Bani Israel yang suka berbuat seenaknya kepada pemimpin mereka, bahkan peraturan Alloh pun sering mereka lawan. Sulit rasanya mencari seorang pemimpin yang saleh di kalangan mereka.
“Apakah kalian yakin akan siap berperang melawan bala tentara Jalut? Jangan-jangan ketika tiba di medan perang, kalian berlari ketakutan?” tanya Samuel.
“Mengapa kami harus takut melawn mereka! Sedangkan kami adalah bangsa yang terusir dan keadaan kami makin memburuk!”.
“Kalau memang demikian…baiklah…aku akan memohon petunjuk Alloh untuk mencari raja yang kalian inginkan”.
Berita Mengejutkan
Beberapa kari kemudian Samuel datang menemui orang-orang Bani Israel dengan membawa berita yang sangat mengejutkan..
“Sesungguhnya Alloh telah mengutus Tholut sebagai pemimpin kalian”.
“Haaahh?!…Bagaimana mungkin ia menjadi pemimpin kami? Ia adalah orang miskin yang bukan keturunan seorang pemimpin!”.
“Wahai kaum Bani Israel…Alloh telah memilih Tholut karena ia memiliki pengetahuan yang luas serta fisik yang kuat. Hidupnya sederhana dan tak pernah berkeinginan menjadi raja. Itulah ciri orang yang beriman. Kalau kalian masih ragu, lihatlah sekarang apa yang ada di rumahnya”.
Kaum Bani Israel berbondong-bondong mendatangi rumah Tholut. Ketika telah sampai di depan rumah Tholut, mereka tercengang melihat sebuah benda yang terbujur di depan pintu rumah Tholut.
“Haahh?! Bukankah ini peti suci milik bangsa kita yang telah dirampas oleh Jalut…?!”.
“Benar. Peti ini telah dirampas oleh musuh kalian. Kemudian Alloh perintah kepada malaikat untuk mengambil peti ini dan menyerahkan kembali kepada kalian. Ini adalah sebagai tanda kekuasaan Alloh sekaligus bukti bahwa Alloh telah memlih Tholut untuk menjadi raja kalian” jelas Nabi Samuel.
Akhirnya kaum Bani Israel mengakui bahwa Tholut memang orang yang pantas menjadi pemimpin mereka.
Tholut menjadi pemimpin kaum Bani Israel yang dihormati. Pembentukan pasukan Tholut pun dimulai. Semua kaum laki-laki dilatih untuk menjadi pasukan yang tangguh, karena musuh yang akan mereka hadapi cukup berat. Selain itu Tholut juga menbekali mereka dengan pengertian-pengertian tentang keyakinan.
“Yang paling utama dalam berperang adalah iman kepada Alloh. Berperang tanpa iman, kita akan lemah dan kalah walaupun bala tentara kita banyak”.
Pada hari yang telah ditentukan, berangkatlah bala tentara Bani Israel berjumlah 80.000 orang yang dipimpin langsung oleh Tholut. Perjalanan mereka menuju medan perang cukup jauh, mereka harus berjalan melewat hamparan padang pasir yang panas dan gunung-gunung batu yang tandus. Ketika hampir tiba di tujuan, para pasukan Tholut mulai nampak kelelahan. Rasa haus mencekik leher mereka. Tiba-tiba Tholut berseru…
“Wahai kaumku! Bersabarlah! Sebentar lagi kita akan melewati sebuah sungai…!”.
Mendengar kata-kata sungai, bala tentara Tholut kembali bersemangat. Yang terbayang oleh mereka adalah air yang bening mengalir berlimpah-limpah. Mereka akan mandi dan minum sepuas-puasnya. Namun tiba-tiba kegembiraan mereka berubah begitu mendengar peringatan dari Tholut…
“Tetapi ingat! Alloh akan menguji kalian dengan sungai itu. Kalian tidak boleh minum air sungai itu dengan berlebihan, cukup seteguk atau dua teguk saja untuk membasahi tenggorokan kalian. Siapa diantara kalian yang minum dengan berlebihan, maka kalian bukan lagi pengikutku. Yang minum sedikitlah yang tetap menjadi pengikutku!”.
Begitu pasukan Tholut sampai di sungai, banyak diantara mereka yang lupa diri. Padahal Tholut berulang-ulang mengingatkan mereka.
“Minumlah secukupnya! Minumlah secukupnya saja….! Jangan berlebihan!”.
Kaum Bani Israel itu tidak mendengar peringatan rajanya. Mereka memilih menuruti hawa nafsu dengan meminum air sepuas-puasnya. Diantara 80.000 pasukan, hanya tinggal 313 orang saja yang taat pada perintah Tholut.
Akibatnya, orang-orang yang tidak taat pada perintah Tholut satu demi satu bertumbangan. Mereka tidak kuat melanjutkan perjalanan.
Dalam hati Tholut berkata, “Hmm…Kini aku tahu siapa diantara mereka yang lemah imannya lagi pengecut dan yang kuat imannya lagi pemberani. Aku akan berperang dengan orang-orang yang memiliki keberanian dan iman yang tinggi. Meski jumlah mereka sedikit tetapi yang paling penting dalam pasukan adalah, sifat keberanian dan iman yang tinggi, bukan semata-mata jumlah pasukan dan senjata mereka”.
Menghadapi Raja Jalut
Tibalah saat-saat yang menentukan bagi pasukan Tholut. Mereka telah sampai di medan peperengan. Di kejauhan nampak pasukan musuh yang sangat kuat dan banyak sudah siap menghadang. Raja Jalut berdiri paling depan mengenakan baju besi dengan pedang terhunus. Sementara itu pasukan Tholut yang tinggal sedikit itu sebagian besar diantara mereka merasa cemas dan ketakutan.
“Bagaiman mungkin kita dapat mengalahkan pasukan yang kuat ini?”
“Tholut berusaha memberikan semangat dan membesarkan hati pasukan,
“Yang penting dalam pasukan adalah keimanan dan keberanian. Sudah banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan keompok yang banyak dengan ijin Alloh. Kalian jangan cemas, Alloh pasti menolong kita!”.
Akhirnya mereka sama-sama memohon kepada Alloh…
“Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kokohkanlah pendirian kami terhadap orang-orang kafir”
Pasukan Tholut dan pasukan Jalut telah berhadap-hadapan. Keduanya diam dan saling menunggu. Akhirnya hilanglah kesabaran Jalut yang telah bernafsu untuk menghancurkan pasukan Tholut. Raja kafir yang bengis itu berjalan ke tengah-tengah arena…
“Hai… Bani Israel!” suara Jalut menggelegar.
“Bukankah kalian datang kemari ingin melawanku?! Sebelum kalian berhadapan dengan pasukanku, aku menantang kalian untuk berduel satu lawan satu! Siapa yang berani melawanku, maju!”  Jalut berteriak-terian sambil mengacungkan pedangnya. Wajahnya begitu menyeramkan.
Pasukan Tholut nampak ketakutan dan kecut hatinya. Tidak ada yang berani membalas tantangan Jalut. Disaat-saat tegang itu tiba-tiba majulah seoran pemuda dari pasukan Tholut. Pemuda berbadan kecil yang pekerjaan sehari-harinya menggembala kambing itu bernama Dawud. Walaupun usianya masih dua belas tahun tetapi Dawud adalah seseorang yang memiliki ketaqwaan tinggi. Ia memahami betul bahwa keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh adalah hakekat kekuatan di alam ini.
Dawud memohon ijin kepada Raja Tholut untuk berduel dengan Jalut. Semula sang Raja tidak mengijinkan…
“Engkau masih muda, Nak… Jangan sia-siakan nyawamu…”.
“Aku tidak takut melawan Jalut. Ijinkanlah untuk menghadapinya”.
Akhirnya Tholut memberi ijin padanya…..
‘Wahai Dawud…Seandainya engkau dapat membunuh Jalut, maka engkau akan kunikahkan dengan putriku dan kujadikan pemimpin pasukan”.
Dawud tidak peduli dengan iming-iming tersebut. Ia hanya berperang membunuh Jalut seorang laki-laki yang sombong, lalim dan tidak beriman kepada Alloh. Dawud bukanlah seorang tentara, ia hanya seorang pengembala kecil yang tidak memiliki pengalaman dalam peperangan, tidak memiliki pedang, senjata yang dimilikinya hanyalah ketepel dan potongan-potongan batu. Meskipun demikian Dawud yakin bahwa Alloh adalah sumber kekuatan hakiki. Atas dasar itulah maka ia merasa lebih kuat daripada Jalut.
Dawud maju ke medan laga dengan membawa potongan-potongan batu dan ketepel. Melihat itu, jalut tertawa terbahak-bahak…
“Ha.. haa..haa..! Mau apa kau bocah?! Mau mati konyol…?!”.
“Hai orang kafir! Aku akan melawanmu! Aku tidak takut padamu!”
Kemudian Dawud meletakkan batu di ketepelnya, lalu ia melepaskannya di udara, sehingga batu itu pun meluncur dengan kencang. Angin seolah menjadi sahabat Dawud karena ia cinta kepada Alloh, angin membawa batu itu ke dahi Jalut.
“Plettakk!” Batu itu mengenai pelipis Jalut. Tubuh besar yang dibekali dengan senjata lengkap itu terhuyung-huyung lalu… ”Gedebukk!” Jalut tersungkur ke tanah sudah tidak bernyawa lagi. Melihat pemimpin mereka mati, pasukan Jalut lari tunggang langgang.
“Horee…horee…kita menang…kita menaaang!” pasukan Tholut melompat-lompat kegirangan. Dawud digendong dan diarak kesana kemari oleh orang-orang Bani Israel.
Dawud telah mencapai puncak ketenaran ditengah-tengah kaumnya hingga ia menjadi seorang lelaki yang paling terkenal di kalangan Bani Israel. Beliau menjadi pemimpin pasukan dan menjadi suami putri Raja Tholut. Namun Dawud tidak terlena dengan kegembiraan yang dialaminya. Beliau tidak bertujuan mencari ketenaran, kedudukan maupun kehormatan. Yang beliau inginkan adalah menggapai cinta Alloh. Akhirnya setelah Raja Tholut wafat, Dawud diangkat menjadi penggantinya. Selain itu Alloh juga memilihnya menjadi Nabi untuk melanjutkan perjuangan Nabi Samuel.

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.