Sabtu, 24 Mei 2014

Filled Under:

Paku Dosa









Pada jaman dahulu, ada seorang lelaki  yang mempunyai seorang anak bernama Mat. Mat tumbuh besar menjadi seorang manusia  yang lalai terhadap agama. Meskipun telah sering diperintahkan oleh ayahnya untuk bersembahyang, puasa dan lain-lain, dia tetap meninggalkannya. Sebaliknya amal kejahatan  menjadi kebiasaannya.  berjudi, minum minuman keras, dan seribu satu macam jenis kemaksiatan selalu ia lakukan.

Suatu hari Ayahya memanggil dan berkata, "Mat, kamu ini sangat sering berbuat kemungkaran. Mulai hari ini Ayah akan mendirikan satu tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali engkau melakukan satu kejahatan, Ayah akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali engkau berbuat satu kebajikan, sebatang paku akan Ayah cabut keluar dari tiang ini."

Ayahnya berbuat sebagaimana yang ia janjikan, dan setiap hari dia akan memukul beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai berpuluh paku dalam satu hari. Jarang sekali dia mencabut keluar paku dari tiang.

Hari silih berganti, beberapa purnama berlalu, dari musim penghujan berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar.Tiang yang berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan paku-paku. Ada yang sudah berkarat kerana hujan dan panas. Setelah Mamat melihat keadaan tiang yang tersusuk dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata, timbullah rasa malu dari hatinya. Maka dia pun bercita-cita untuk memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat akan sembahyang, katanya. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknya mamat sembahyang lagi ditambah dengan sunat-sunatnya. Lebih banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang ditinggal, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata: "Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan Ayah cabutkan keluar sekarang. Tidakkah kamu gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, tapi dia mulai menangis teresak-esak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "aku menyangka tentunya engkau gembira karena semua paku-paku tadi telah tiada." Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah tiada,tapi aku bersedih karena parut - parut lubang dari paku itu tetap kekal ditiang, bersama dengan karatnya."

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.