Kamis, 17 November 2016

Filled Under:

Kisah Pengembala Yang Jujur








Suatu hari, Seorang anak gembala melihat dari kejauhan dua orang laki-laki melangkah ke arahnya. Keduanya terlihat sangat letih dan kehausan. Bibir dan kerongkongan mereka tampak kering. Ketika keduanya mendekat dengan anak gembala itu, mereka memberi salam dan berkata,”Hai anak! Berilah kami susu dombamu sekadar untuk menghilangkan haus!”

“Maaf Pak, saya tidak dapat memberi Bapak karena domba-domba ini bukan kepunyaan saya. Saya hanya sebagai penggembala,” jawabnya. Kedua laki-laki tersebut tidak membantah jawabannya, bahkan di wajah keduanya jelas kelihatan mereka menyukai jawaban tersebut. Seorang diantara kedua berkata, “Bawalah kemari seekor domba betina yang belum kawin!” anak itu mengambil seekor anak domba, lalu di bawanya ke dekat mereka. Orang itu memegang domba tersebut dan mereba-raba susunya dengan membaca “basmalah”. Si anak gembala bingung dan berkata kepada dirinya sendiri sendiri, “Mana mungkin anak domba dapat diperas air susunya!” 
Tetapi sebentar kemudian susu anak domba itu membengkak dan setelah itu air susunya memancar berlimpah-limpah. Laki-laki yang seorang lagi mengambil sebuah batu cekung lalu diisinya dengan susu dan diminumnya berdua dengan kawannya. Kemudian anak itu diberi juga dan mereka bertiga minum bersama-sama. Anak itu hampir saja tidak percaya pada apa yang dilihatnya dan dialaminya.
“Sungguh ajaib!” kata anak gembala itu penuh takjub. Setelah mereka minum sepuas-puasnya, orang yang penuh berkah itu berkata, “Berhenti!” saat itu juga air susu domba berhenti mengalir, dan teteknya kempes kembali seperti semula. Anak gembala tadi berkata kepada orang yang penuh berkah, “Ajarkanlah kepada saya bacaan yang tuan baca tadi!"

“Kamu anak pintar!” jawab orang itu. Orang yang penuh berkah itu tak lain adalah Rasulullah saw. Sedangkan kawannya adalah Abu Bakar Shidiq r.a.
Sejak peristiwa itu, Abdullah bin Mas’ud si anak gembala itu tertarik pada Rasulullah dan sahabatnya. Dia merasa tertarik kepada keduanya. Sebaliknya Rasulullah kagum kepada anak itu. Walaupun dia seorang anak gembala yang sehari-harinya jauh dari keramaian masyarakat, tetapi dia cerdas, jujur, bertanggung jawab, bersungguh-sungguh dan teliti. 
Tidak berapa lama setelah itu, Abdullah bin Mas’id masuk Islam. Dia mendatangi Rasulullah dan memohon kepada beliau agar diterima menjadi pelayan beliau. Rasulullah pun menerimanya. Sejak hari itu, Abdullah bin Mas’ud tinggal di rumah Rasulullah. Dia beralih pekerjaan dari penggembala domba menjadi pelayan utusan Allah. Abdullah bin Mas’ud senantiasa mendampingi bagaikan bayang-bayang dengan bendanya. Dia selalu menyertai beliau ke mana saja beliau pergi, di dalam rumah maupun di luar rumah. Dia membangunkan Rasulullah untuk shalat bila beliau tertidur, menyediakan air untuk mandi beliau, mangambilkan terompah apabila beliau hendak pergi dan membenahinya apabila beliau pulang.
Dia juga yang membawakan tongkat dan sikat gigi (siwak) Rasulullah serta menutupkan pintu kamar apabila beliau hendak tidur. Bahkan Rasulullah mengizinkan Abdullah memasuki kamar beliau jika memang beliau memerlukannya. Beliau mempercayakan kepadanya hal-hal yang rahasia, tanpa khawatir rahasia tersebut akan terbuka. Karenanya, Abdullah bin Mas’ud dijuluki orang dengan “Shahibus Sirri Rasulullah” (pemegang rahasia Rasulullah). 
Abdullah bin Mas’ud dibesarkan dan dididik dengan sempurna dalam rumah tangga Rasulullah. Karena itu tidak heran kalau dia menjadi orang yang sempurna, terpelajar, berakhlak tinggi, sesuai dengan karakter dan sifat-sifat yang dicontohkan Rasulullah kepadanya. Sampai-sampai orang mengatakan, karakter dan akhlak Abdullah bin Mas’ud paling mirip dengan akhlak Rasulullah. Di samping itu dia belajar di madrasah Rasulullah. Karena itu memang pantas dia menjadi sahabat yang sangat baik membaca Al-Qur’an,. Dan sangat alim tentang syari’at Islam. 
Ketika khalifah Umar bin khatab r.a. berada di Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya Amirul Mu’minin, saya datang dari kufah sengaja untuk menghadap Anda. Disana ada seorang yang hafal al-Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pandapat Anda tentang orang itu?” umar marah mendengar pertanyaan itu dan dia belum pernah semarah itu, sehingga dia menarik napas panjang panjang seraya bertanya, “Siapa dia?” 
“Abdullah bin Mas’ud,” jawab orang itu. Kemarahan Umar mendadak reda. Seketika itu juga mukanya kembali cerah. “Demi Allah, setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih alim dari padanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda. Suatu kisah mengenainya. Pada suatu malam Rasulullah berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Bakar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang yang pada awalnya tidak kami kenali sedang shalat di Masjid. 
Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu. Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami, “Siapa yang ingin membaca al-Qur’an dengan baik seperti yang di turunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi Abd (Abdullah bin Mas’ud)!” kemudian Abdullah bin Mas’ud duduk dan berdo’a. Rasulullah mengaminkan doanya. “Saya berkata dalam hati,” kata umar selanjutnya, “Demi Allah, besok pagi saya akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan doanya. 
Ketika saya mendatangi besok pagi, ternyata Abu Bakar telah lebih dulu menyampaikan kabar gembira itu pada Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.” Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabullah (AL-Qur’an) sebagai berikut, “Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, tidak ada satu ayat pun dalam al-Qur’an melainkan aku tahu dimana dan dalam situasi bagaimana di turunkan. Seandainya ada orang yang lebih tau daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.” 
Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Cerita umar bin Khathab. Di bawah ini memperkuat ucapannya. Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khatab sedang dalam perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kabilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutupi pandangan setiap pengendara. 
Abdullah bin Mas’ud berada dalam kabilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanyai kabilah tersebut. 
“Hai kabilah, darimana kalian?” teriaknya ajudan
“Min fajjil ‘amiq (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah. 
“Hendak ke mana kalian?” kata ajudan kembali bertanya
“Ke Baitul Atiq (rumah tua=Baitullah),” jawab Abdullah. 
“Diantara mereka pasti ada orang yang sangat alim.” Kata Umar. Kemudian diperintahkannya pula menanyakan. 
“Ayat Al-Qur’an manakah yang paling ampuh?” Tanya ajudan
Abdullah menjawab: “Allah, tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya) yang tidak mengantuk dan tidak pula tidur...(QS. Al-Baqarah:225)”
“Tanyakan pula kepada mereka, ayat al-Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata Umar memerintahkan kepada ajudan . 
Abdullah menjawab: “Sesungguhnya Allah memerintah kamu berlaku adil dan berbuat kabajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang kamu dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl:9).” 
“Tanyakan kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang mencakup semuanya?” kata Umar memerintahkan kepada ajudan
Abdullah menjawab: “Barangsiapa mengajarkan kebaikan walaupun seberat biji dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan walaupun seberat dzarrah, niscaya dia akan melihat balasannya pula (QS Al-Zalzalah:8)
Kata Umar, “Tanyakan! Adakah dalam kabilah kalian Abdullah bin Mas’ud?”
Jawab mereka, “Ya, ada!!”

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Kisah Sejarah Islam.